Tanpa disadari, mungkin sekali karier kehidupan yang kita
bangun dengan biaya mahal serta heboh tak ubahnya anak kecil yang asyik
membangun istana pasir di pinggir pantai, lalu roboh dan lenyap seketika
diempas ombak. Atau ibarat anak-anak sekolah yang sudah berjerih payah
mendirikan tenda ketika berlibur ke luar kota, kemudian tiba-tiba roboh
berantakan diterpa angin.
Perhatikan saja nasib politisi dan pejabat
yang berujung di penjara. Meski melelahkan, saya selalu mencermati setiap
muncul pemberitaan seputar korupsi yang tak habis-habisnya seakan mewabah
di negeri ini. Di antara koruptor yang divonis masuk tahanan, ada yang
saya kenal dekat, ada pula yang jauh. Mereka itu sarjana, putra-putri
bangsa yang cerdas, yang berhasil meniti karier birokrasi dan politik
yang tidak sembarang orang mampu meraihnya.
Kenyataan itu membuat saya merenung, mencoba
membayangkan, dan menghitung berapa tahun lamanya dan betapa berat
perjuangan hidupnya untuk meraih titel sarjana di dalam maupun di luar
negeri, lalu dengan gigih berjuang memenangkan pesaing- pesaingnya untuk
sebuah jabatan yang amat terhormat dan bergengsi. Ada yang jadi menteri,
gubernur, bupati, wali kota, anggota DPR, pimpinan BUMN, dan jabatan lain
yang sangat strategis. Jabatan tinggi dengan fasilitas melimpah
seringkali membuat seseorang berubah perilakunya.
Ada yang melihatnya sebagai peluang untuk
memperbesar amal, namun banyak juga yang justru dibuatnya mabuk. Bagi
mereka yang tengah menduduki jabatan tinggi, hidup bagaikan dikejar-kejar
waktu, berpindah dari rapat yang satu ke rapat yang lain dengan tema dan
peserta yang berbeda. Ada pimpinan yang setiap hari dituntut membuat
kebijakan dan keputusan yang menyangkut kepentingan dan nasib orang lain.
Tanda tangannya menentukan nasib seseorang.
Kalau saja dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya, sungguh beruntung mereka yang memperoleh kepercayaan memegang
kekuasaan karena dengannya lebih terbuka peluang membantu masyarakat luas
melalui kebijakan politik dan anggaran negara yang digenggamnya.
Sebaliknya, jika seorang pejabat tinggi negara berbuat zalim dan
kesalahan fatal, dosa sosialnya amat besar karena banyak orang telah
dibuat sengsara. Itulah sebabnya pemimpin yang adil sangat dipuji Tuhan
dan pemimpin yang zalim sangat dibenci-Nya.
Berjuang menjadi kaya dan meraih jabatan
tinggi itu baik dan mulia sepanjang untuk tujuan yang baik dan mulia. Yang
menyedihkan, banyak orang yang secara kuantitatifmaterial sudah kaya
raya, tetapi jiwanya miskin. Banyak pejabat tinggi negara, namun
perilakunya tidak menunjukkan ketinggian budinya. Berbagai teori,
analisis, kritik, dan komentar sudah dikemukakan terhadap kerusakan
perilaku sebagian pejabat dan politisi terutama berkaitan dengan korupsi
dan rendahnya tanggung jawab sosial.
Negara ini memiliki sekian banyak ragam
komisioner untuk mengawasi dan mengawal jalannya pemerintahan. Namun,
korupsi, kekerasan, dan peredaran narkoba tidak kunjung surut. Kadang
kita dibuat pesimistis dan putus asa, dari mana hendak dimulai perbaikan
dan kebangkitan bangsa ini. Hasil survei dan perdebatan yang muncul masih
tetap menyajikan keraguan dan spekulasi, kapan era transisi yang tidak
produktif ini akan berakhir.
Istana
Pasir
Saya khawatir, apa yang telah kita lakukan
dengan ongkos ekonomi, sosial, dan politik yang amat mahal ini tak
ubahnya mainan anak kecil yang asyik membangun istana pasir (sand castle)
di pinggir pantai. Anak-anak kecil itu sangat serius, lupa waktu dan lupa
makan, berimajinasi membangun istana yang bagus, namun seketika lenyap
diterpa ombak. Hanya, anak-anak itu bersoraksorai kegirangan, lalu mulai
lagi membangun istana yang baru, kemudian lenyap diterpa ombak lagi, dan
pulang ke rumah setelah lelah dengan kenangan yang indah.
Alangkah rugi dan bodohnya seseorang atau
bangsa kalau apa yang telah dilakukan dengan ongkos yang amat mahal tak
ubahnya membangun istana pasir. Bertahun-tahun meniti karier agar lolos
menjadi anggota DPR. Bermiliar-miliar rupiah dikeluarkan agar menjadi
bupati, wali kota, atau gubernur. Jalan berliku untuk meraih posisi ketua
Mahkamah Konstitusi. Tetapi, ketika ujungnya membuat seseorang terjerumus
ke kubangan korupsi dan masuk tahanan, bukankah tak ubahnya dengan
membangun istana pasir yang lenyap seketika? Masa kejayaan dan gemerlap
sebagai selebritas politik atau pejabat tinggi negara telah lenyap
ditelan keterpurukan.
Sebuah kenangan indah dan sekaligus
menyakitkan. Begitu banyak pelajaran hidup yang terjadi di sekeliling
kita. Bagi orang yang beriman, prinsip hidup berkah menjadi salah satu
ukuran sukses. Sebuah sukses yang diraih dengan cara halal dan bermakna
bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sungguh mengherankan, ada
beberapa pejabat negara mengoleksi mobil mewah, sementara jalanan semakin
macet.
Orang pun berpikir, dari mana kekayaan yang
mereka dapatkan? Rasanya tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan,
mereka itu terhinggap gangguan jiwa. Nalar kritis dan nuraninya tertutup
oleh nafsu dangkal dan sesaat. Mirip anak kecil membangun istana pasir di
tepi pantai. Umur habis, aset sosial yang dikumpulkan bertahun-tahun,
ujungnya kesiasiaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar