Minggu, 22 Desember 2013

Kondom, Remaja, dan Seks Bebas

Kondom, Remaja, dan Seks Bebas
Saratri Wilonoyudho  ;   Anggota Dewan Riset Daerah (DRD)
dan Ketua Koalisi Kependudukan Jateng
SUARA MERDEKA,  14 Desember 2013

  

MAKSUD baik menkes mencanangkan Pekan Kondom Nasional untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS tentu tidak semudah membuka telapak tangan. Banyak kalangan kontra, dan ini dapat dipahami jika melihat fakta bahwa seks bebas sudah menjadi gaya hidup sebagian remaja dan masyarakat kita akhir-akhir ini.
Nafsiah Mboi bermaksud melindungi ’’penggemar’’seks bebas supaya tidak tertular penyakit kelamin, yang kontra justru khawatir bahwa pemanfaatan kondom akan merangsang seks bebas. 

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, pembagian kondom dalam rangka pencegahan HIV/AIDS hanya akan efektif bagi mereka yang bisa menggunakan. 

Dalam pencegahan HIV/AIDS, penggunaan kondom memang efektif  tetapi hal ini menjadi keharusan bagi mereka yang berisiko tinggi. “Apa manfaatnya jika dibagi-bagikan tetapi tidak benar-benar digunakan. Boleh dibagi-bagikan tetapi hanya untuk yang bisa menggunakan itu,” katanya kepada wartawan (2/12/13). 

Harus pula dipahami bahwa seks bebas justru disumbang oleh kemudahan anggota  masyarakat, termasuk anak kecil dan anak muda, membuka situs porno, bahkan lewat HP di saku masing-masing. 

Fakta menunjukkan bahwa sebelum Pekan Kondom, hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa tahun 2008 dari 4.726 responden siswa SMP/SMA di 17 kota besar, 62,7% mengaku tidak perawan, 21,2% mengaku pernah melakukan aborsi (Falahi pada acara Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja, Senin, 12 November 2012 di Palembang). 

Temuan ini juga sejalan dengan laporan Bappenas yang menyebutkan 34,5% dari 2.049.000 pernikahan yang terjadi tiap tahun merupakan pernikahan dini (pengantin di bawah usia 18 tahun). Demikian juga rasa malu remaja jaman sekarang kebanyakan sudah hilang. Siapa pun yang memiliki kepekaan moralitas, pasti akan syok melihat kemerebakan tayangan video porno yang melibatkan anak muda di negeri ini. Baru saja beredar video porno anak SMP di Jakarta. 

Perubahan sosial yang dahsyat telah terjadi. Padahal remaja generasi tahun 1950-an sampai 1970-an yang akan malu jika melihat atau mendengar sesuatu yang berbau porno. Remaja pada generasi tersebut akan marah atau setidak-tidaknya malu jika ñmisalnyaódipacokke (Bahasa Jawa) atau bahasa bebasnya diisukan memiliki hubungan dengan lawan jenisnya atau dijodoh-jodohkan dengan seseorang yang berlainan jenis kelaminnya.

Di Jateng, jumlah kaum remaja menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 sekitar 8.033.768 jiwa atau 21,46 % dari seluruh penduduk provinsi ini yang berjumlah 32,3 juta jiwa. Mereka perlu perhatian ekstra karena 10 tahun ke depan akan jadi ’’orang tua’’, dan 10 tahun lagi bisa jadi mereka adalah calon pemimpin negeri.

Masuk Perangkap

Mereka masuk dalam zona “rawan” karena mental-psikologisnya baru tumbuh. Data dari Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) saat acara ’’Diseminasi Informasi bagi Kalangan Pelajar’’di studio RRI Semarang beberapa hari lalu menyebutkan 22% pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar.

Kaum remaja juga rawan godaan materi hingga secara tak sadar acap masuk perangkap trafficking. Berdasarkan data dari Bareskrim Mabes Polri, sepanjang 2005-2009, Jabar menduduki peringkat atas kasus trafficking (794 kasus), Kalimantan Barat (711 kasus), Jawa Timur (441 kasus), dan peringkat di bawahnya adalah Jawa Tengah (404 kasus).

Zaman edan, tulis Prof Masri Singarimbun, pakar kependudukan, dosen saya di UGM dahulu, yang mengutip Ranggawarsita, nek ora edan ora keduman (kalau tidak larut dalam kegilaan, tidak kebagian), dalam tulisan berjudul Living Together (Kumpul Kebo). Generasi muda jika terpaksa harus berkawan dengan “setan” lebih baik memilih “setan mini” (alat kontrasepsi) ketimbang “setan maksi” (hamil di luar nikah, aborsi, dan anak haram jadah)?

Ini solusi yang ditawarkan Pak Masri dua dekade lalu untuk mengurai benang kusut kehidupan generasi muda yang makin lama perilakunya serbabebas dan serbaboleh (permisif). Istilah Pak Masri, tiada hari tanpa rangsangan seksual alias tak putus dirundung renjana berahi. Gayung bersambut. Kini anjuran Pak Masri seperti menemukan kebenarannya. Global TV, stasiun TV swasta relay MTV Asia, dengan segmen khalayak pemirsa kaum muda gencar menayangkan iklan kondom dengan aroma buah-buahan Fiesta. Pak Masri akhirnya dikenal sebagai pak Kondom.

Mungkin benarlah kata Ranggawarsita, jaman edan akan terjadi jika pertama; Pulau Jawa sudah berkalung besi (industrialisasi), dan kedua; sungai tidak berlubuk dan pasar tidak berkumandang lagi (kerusakan lingkungan dan keserakahan ekonomi, serta ketiga; anak-anak sudah tidak menuruti nasihat orang tuanya karena yang mereka turuti adalah lautan informasi yang menenggelamkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar