Kondom,
Remaja, dan Seks Bebas
Saratri Wilonoyudho ; Anggota Dewan Riset Daerah (DRD)
dan
Ketua Koalisi Kependudukan Jateng
|
SUARA
MERDEKA, 14 Desember 2013
MAKSUD baik menkes mencanangkan Pekan
Kondom Nasional untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS tentu tidak semudah
membuka telapak tangan. Banyak kalangan kontra, dan ini dapat dipahami jika
melihat fakta bahwa seks bebas sudah menjadi gaya hidup sebagian remaja dan
masyarakat kita akhir-akhir ini.
Nafsiah Mboi bermaksud
melindungi ’’penggemar’’seks bebas supaya tidak tertular penyakit kelamin,
yang kontra justru khawatir bahwa pemanfaatan kondom akan merangsang seks
bebas.
Guru Besar Fakultas
Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany
mengatakan, pembagian kondom dalam rangka pencegahan HIV/AIDS hanya akan
efektif bagi mereka yang bisa menggunakan.
Dalam pencegahan HIV/AIDS,
penggunaan kondom memang efektif tetapi hal ini menjadi keharusan bagi
mereka yang berisiko tinggi. “Apa
manfaatnya jika dibagi-bagikan tetapi tidak benar-benar digunakan. Boleh
dibagi-bagikan tetapi hanya untuk yang bisa menggunakan itu,” katanya
kepada wartawan (2/12/13).
Harus pula dipahami bahwa seks bebas justru
disumbang oleh kemudahan anggota masyarakat, termasuk anak kecil dan
anak muda, membuka situs porno, bahkan lewat HP di saku masing-masing.
Fakta menunjukkan bahwa
sebelum Pekan Kondom, hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menunjukkan bahwa tahun 2008 dari 4.726 responden siswa SMP/SMA di 17 kota
besar, 62,7% mengaku tidak perawan, 21,2% mengaku pernah melakukan aborsi
(Falahi pada acara Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja, Senin, 12 November
2012 di Palembang).
Temuan ini juga sejalan
dengan laporan Bappenas yang menyebutkan 34,5% dari 2.049.000 pernikahan yang
terjadi tiap tahun merupakan pernikahan dini (pengantin di bawah usia 18
tahun). Demikian juga rasa malu remaja jaman sekarang kebanyakan sudah
hilang. Siapa pun yang memiliki kepekaan moralitas, pasti akan syok melihat
kemerebakan tayangan video porno yang melibatkan anak muda di negeri ini.
Baru saja beredar video porno anak SMP di Jakarta.
Perubahan sosial yang
dahsyat telah terjadi. Padahal remaja generasi tahun 1950-an sampai 1970-an
yang akan malu jika melihat atau mendengar sesuatu yang berbau porno. Remaja
pada generasi tersebut akan marah atau setidak-tidaknya malu jika
ñmisalnyaódipacokke (Bahasa Jawa) atau bahasa bebasnya diisukan memiliki
hubungan dengan lawan jenisnya atau dijodoh-jodohkan dengan seseorang yang
berlainan jenis kelaminnya.
Di Jateng, jumlah kaum
remaja menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 sekitar 8.033.768 jiwa atau
21,46 % dari seluruh penduduk provinsi ini yang berjumlah 32,3 juta jiwa.
Mereka perlu perhatian ekstra karena 10 tahun ke depan akan jadi ’’orang
tua’’, dan 10 tahun lagi bisa jadi mereka adalah calon pemimpin negeri.
Masuk
Perangkap
Mereka masuk dalam zona “rawan”
karena mental-psikologisnya baru tumbuh. Data dari Deputi Pencegahan Badan
Narkotika Nasional (BNN) saat acara ’’Diseminasi Informasi bagi Kalangan Pelajar’’di
studio RRI Semarang beberapa hari lalu menyebutkan 22% pengguna narkoba di
Indonesia berasal dari kalangan pelajar.
Kaum remaja juga rawan
godaan materi hingga secara tak sadar acap masuk perangkap trafficking. Berdasarkan data dari
Bareskrim Mabes Polri, sepanjang 2005-2009, Jabar menduduki peringkat atas
kasus trafficking (794 kasus),
Kalimantan Barat (711 kasus), Jawa Timur (441 kasus), dan peringkat di
bawahnya adalah Jawa Tengah (404 kasus).
Zaman edan, tulis Prof
Masri Singarimbun, pakar kependudukan, dosen saya di UGM dahulu, yang
mengutip Ranggawarsita, nek ora edan ora keduman (kalau tidak larut dalam
kegilaan, tidak kebagian), dalam tulisan berjudul Living Together (Kumpul Kebo). Generasi muda jika terpaksa harus
berkawan dengan “setan” lebih baik memilih “setan mini” (alat kontrasepsi)
ketimbang “setan maksi” (hamil di luar nikah, aborsi, dan anak haram jadah)?
Ini solusi yang ditawarkan
Pak Masri dua dekade lalu untuk mengurai benang kusut kehidupan generasi muda
yang makin lama perilakunya serbabebas dan serbaboleh (permisif). Istilah Pak
Masri, tiada hari tanpa rangsangan seksual alias tak putus dirundung renjana
berahi. Gayung bersambut. Kini anjuran Pak Masri seperti menemukan
kebenarannya. Global TV, stasiun TV swasta relay MTV Asia, dengan segmen khalayak pemirsa kaum muda gencar
menayangkan iklan kondom dengan aroma buah-buahan Fiesta. Pak Masri akhirnya
dikenal sebagai pak Kondom.
Mungkin benarlah kata
Ranggawarsita, jaman edan akan terjadi jika pertama; Pulau Jawa sudah
berkalung besi (industrialisasi), dan kedua; sungai tidak berlubuk dan pasar
tidak berkumandang lagi (kerusakan lingkungan dan keserakahan ekonomi, serta
ketiga; anak-anak sudah tidak menuruti nasihat orang tuanya karena yang
mereka turuti adalah lautan informasi yang menenggelamkannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar