HARI - hari ini peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS)
mencuatkan keprihatinan yang kian menyesakkan dada. Makin tahun masyarakat
kita makin masuk dalam lingkaran ''fitnah'' HIV/AIDS. Kenapa ''fitnah''
atau malapetaka? Sebab, HIV/AIDS tidak hanya menimpa orang yang menghadang
risiko, yakni pelacur dan pelanggannya, tapi ternyata menimpa siapa pun.
Dalam temuan
dua tahun terakhir ini, ibu rumah tangga justru menjadi penderita HIV/AIDS
tertinggi di Indonesia. Kalau ibu-ibu terinfeksi HIV/AIDS, anak-anaknya
berisiko tinggi. Padahal, apa salah mereka?
Puncak gunung
es ''fitnah'' itu ada di laporan Kemenkes RI pada 2012. Ibu rumah tangga
berada di tingkat tertinggi, yakni 936. Disusul karyawan (861 kasus),
wiraswastawan (768), buruh kasar (367), petani/peternak/pelayan (231),
pekerja seks alias pelacur (220), PNS (190), sopir (149), pelajar/mahasiswa
(124), anggota TNI-Polri (58), narapidana (56), tenaga profesional nonmedis
(51), pelaut (26), seniman/artis/aktor/perajin (12), tenaga profesional
medis (9), dan manajer/eksekutif (6).
Di Solo lebih
miris, 68 persen adalah ibu rumah tangga. Di Cianjur, 70 persen adalah ibu
rumah tangga. Belum lagi di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Batam
yang melebihi penderita di kalangan pelacur (Jawa Pos, 4/12). Jelas,
pasangan (suami) adalah pihak yang paling bersalah. Banyak suami yang
berzina di luar rumah sehingga ketika pulang ke rumah berhubungan seks
dengan istrinya menyuntikkan penyakit.
Suami yang
pulang membawa penyakit itu menjadi tren yang menghancurkan. Pulang ke
rumah tidak lagi membawa berkah, melainkan ''fitnah'' yang menyengsarakan
keluarga. Selain uang hasil kerja suami sudah tidak utuh, yakni untuk
membeli seks, suami serong itu menularkan penyakit maut pula. Itulah
kekerasan seksual yang sangat menyakitkan sehingga perempuan hanya bisa
meratapi nasibnya.
Fitnah yang
menabrak orang tidak bersalah tersebut sekaligus menunjukkan miskinnya
kepedulian tentang HIV/AIDS. Masih banyak yang belum tobat bahwa
berganti-ganti pasangan merupakan penyebar HIV/AIDS paling
efektif. Semakin meningkatnya penghasilan dan mobilitas turut menambah
godaan untuk mencoba berganti-ganti pasangan seks.
Ibu rumah
tangga dan keluarga tetap pilar utama sebuah bangsa. Di unit terkecil
organisasi manusia itulah berdiri tegaknya sebuah bangsa. Kalau ibu rumah
tangga terkena virus karena ketidakpedulian suami, keluarga mereka sangat
terancam.
Dalam UU Nomor
10/1992 dijelaskan, keluarga adalah suatu lembaga masyarakat yang terdiri
atas seorang bapak dan ibu dengan anak-anaknya, atau seorang bapak dengan
anak-anaknya, atau seorang ibu dengan anak-anaknya, yang didasarkan atas
hasil perkawinan yang sah.
Tes Seluruh Masyarakat
Kalau ibu rumah
tangga menjadi kelompok tertinggi yang terkena HIV/AIDS, bagaimana sikap
kita? Tema HAS 2013 ini sangat menarik, yakni Cegah HIV dan AIDS! Lindungi
Pekerja, Keluarga, dan Bangsa. Tema tersebut mengajak untuk, pertama,
melindungi HIV/AIDS di lingkungan kerja. Kedua, meningkatkan kinerja dunia
usaha, masyarakat, dan pemeritah untuk melindungi kesehatan keluarga menuju
kesejahteraan bangsa. Ketiga, melindungi hak untuk mendapatkan akses.
Keempat, menciptakan lingkungan yang kondusif, bebas stigma dan
diskriminasi.
Karena ini
hanya tema, negara wajib menjadi pihak utama yang serius dalam menghidupkan
tema tersebut. Negara mesti juga menengok tahun 2012, tema yang diangkat
adalah Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS. Negara jangan sampai
lalai sehingga hanya membuat tema yang menarik publik, sedangkan kaum ibu
dan anak terus terancam penyakit mematikan tersebut.
Karena itu, ada
beberapa hal yang perlu segera direalisasikan sekonkret-konkretnya.
Pertama, perlu ada sosialisasi dan pembinaan secara khusus dan intensif
terhadap ibu rumah tangga dan perempuan terkait dengan HIV/AIDS. Pemerintah
bisa menggandeng organisasi masyarakat (ormas) seperti NU dan Muhammadiyah,
bisa juga ke organisasi perempuan lain, melalui PKK (pembinaan
kesejahteraan keluarga), dan sebagainya.
Kedua,
pemerintah harus segera melakukan tes HIV/AIDS kepada seluruh masyarakat.
Tes HIV/AIDS jangan hanya dilakukan di rumah sakit atau puskesmas,
melainkan juga mesti turun dan dimaksimalkan ke segenap masyarakat. Dengan
dites, masyarakat bisa sejak dini mengetahui statusnya. Kalau sudah
diketahui terinfeksi, jangan sampai menularkan kepada yang lain, apalagi
istri sendiri. Jangan sampai tahu mengidap HIV/AIDS setelah menularkan ke
mana-mana.
Ketiga,
masyarakat umum harus menerima ODHA dengan semangat persahabatan. HIV/AIDS
memang kejam, tetapi mengucilkan ODHA jauh lebih kejam. Apalagi mengucilkan
ODHA yang terjangkit bukan karena kesalahan mereka sendiri.
Selamat melindungi ibu, ibu, dan ibu serta
mengingatkan ayah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar