Kamis, 05 Desember 2013

Ibu di Lingkar Fitnah AIDS

Ibu di Lingkar Fitnah AIDS
Siti M Hafidzoh  ;   Litbang PW Fatayat NU DIJ, peneliti di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
JAWA POS,  05 Desember 2013

  

HARI - hari ini peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) mencuatkan keprihatinan yang kian menyesakkan dada. Makin tahun masyarakat kita makin masuk dalam lingkaran ''fitnah'' HIV/AIDS. Kenapa ''fitnah'' atau malapetaka? Sebab, HIV/AIDS tidak hanya menimpa orang yang menghadang risiko, yakni pelacur dan pelanggannya, tapi ternyata menimpa siapa pun.

Dalam temuan dua tahun terakhir ini, ibu rumah tangga justru menjadi penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Kalau ibu-ibu terinfeksi HIV/AIDS, anak-anaknya berisiko tinggi. Padahal, apa salah mereka? 

Puncak gunung es ''fitnah'' itu ada di laporan Kemenkes RI pada 2012. Ibu rumah tangga berada di tingkat tertinggi, yakni 936. Disusul karyawan (861 kasus), wiraswastawan (768), buruh kasar (367), petani/peternak/pelayan (231), pekerja seks alias pelacur (220), PNS (190), sopir (149), pelajar/mahasiswa (124), anggota TNI-Polri (58), narapidana (56), tenaga profesional nonmedis (51), pelaut (26), seniman/artis/aktor/perajin (12), tenaga profesional medis (9), dan manajer/eksekutif (6).

Di Solo lebih miris, 68 persen adalah ibu rumah tangga. Di Cianjur, 70 persen adalah ibu rumah tangga. Belum lagi di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Batam yang melebihi penderita di kalangan pelacur (Jawa Pos, 4/12). Jelas, pasangan (suami) adalah pihak yang paling bersalah. Banyak suami yang berzina di luar rumah sehingga ketika pulang ke rumah berhubungan seks dengan istrinya menyuntikkan penyakit. 

Suami yang pulang membawa penyakit itu menjadi tren yang menghancurkan. Pulang ke rumah tidak lagi membawa berkah, melainkan ''fitnah'' yang menyengsarakan keluarga. Selain uang hasil kerja suami sudah tidak utuh, yakni untuk membeli seks, suami serong itu menularkan penyakit maut pula. Itulah kekerasan seksual yang sangat menyakitkan sehingga perempuan hanya bisa meratapi nasibnya.

Fitnah yang menabrak orang tidak bersalah tersebut sekaligus menunjukkan miskinnya kepedulian tentang HIV/AIDS. Masih banyak yang belum tobat bahwa berganti-ganti pasangan merupakan penyebar HIV/AIDS paling efektif. Semakin meningkatnya penghasilan dan mobilitas turut menambah godaan untuk mencoba berganti-ganti pasangan seks. 

Ibu rumah tangga dan keluarga tetap pilar utama sebuah bangsa. Di unit terkecil organisasi manusia itulah berdiri tegaknya sebuah bangsa. Kalau ibu rumah tangga terkena virus karena ketidakpedulian suami, keluarga mereka sangat terancam.

Dalam UU Nomor 10/1992 dijelaskan, keluarga adalah suatu lembaga masyarakat yang terdiri atas seorang bapak dan ibu dengan anak-anaknya, atau seorang bapak dengan anak-anaknya, atau seorang ibu dengan anak-anaknya, yang didasarkan atas hasil perkawinan yang sah. 

Tes Seluruh Masyarakat 

Kalau ibu rumah tangga menjadi kelompok tertinggi yang terkena HIV/AIDS, bagaimana sikap kita? Tema HAS 2013 ini sangat menarik, yakni Cegah HIV dan AIDS! Lindungi Pekerja, Keluarga, dan Bangsa. Tema tersebut mengajak untuk, pertama, melindungi HIV/AIDS di lingkungan kerja. Kedua, meningkatkan kinerja dunia usaha, masyarakat, dan pemeritah untuk melindungi kesehatan keluarga menuju kesejahteraan bangsa. Ketiga, melindungi hak untuk mendapatkan akses. Keempat, menciptakan lingkungan yang kondusif, bebas stigma dan diskriminasi.

Karena ini hanya tema, negara wajib menjadi pihak utama yang serius dalam menghidupkan tema tersebut. Negara mesti juga menengok tahun 2012, tema yang diangkat adalah Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS. Negara jangan sampai lalai sehingga hanya membuat tema yang menarik publik, sedangkan kaum ibu dan anak terus terancam penyakit mematikan tersebut.

Karena itu, ada beberapa hal yang perlu segera direalisasikan sekonkret-konkretnya. Pertama, perlu ada sosialisasi dan pembinaan secara khusus dan intensif terhadap ibu rumah tangga dan perempuan terkait dengan HIV/AIDS. Pemerintah bisa menggandeng organisasi masyarakat (ormas) seperti NU dan Muhammadiyah, bisa juga ke organisasi perempuan lain, melalui PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga), dan sebagainya. 

Kedua, pemerintah harus segera melakukan tes HIV/AIDS kepada seluruh masyarakat. Tes HIV/AIDS jangan hanya dilakukan di rumah sakit atau puskesmas, melainkan juga mesti turun dan dimaksimalkan ke segenap masyarakat. Dengan dites, masyarakat bisa sejak dini mengetahui statusnya. Kalau sudah diketahui terinfeksi, jangan sampai menularkan kepada yang lain, apalagi istri sendiri. Jangan sampai tahu mengidap HIV/AIDS setelah menularkan ke mana-mana. 

Ketiga, masyarakat umum harus menerima ODHA dengan semangat persahabatan. HIV/AIDS memang kejam, tetapi mengucilkan ODHA jauh lebih kejam. Apalagi mengucilkan ODHA yang terjangkit bukan karena kesalahan mereka sendiri. 

Selamat melindungi ibu, ibu, dan ibu serta mengingatkan ayah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar