|
KOMPAS,
13 Mei 2013
Beberapa
waktu mendatang kawasan Candi Prambanan akan dilengkapi sebuah hotel. Saat ini
sayembara konsep desain arsitektur hotel tersebut sedang berlangsung.
Penyelenggaranya
adalah Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Dalam rilis IAI beberapa waktu lalu
dikatakan, sayembara arsitektur ini merupakan sayembara konsep desain dan
skematik arsitektur.
Dari
para peserta diharapkan masukan berupa gambar konsep dan skematik perancangan
arsitektur Prambanan Heritage Hotel, termasuk bangunan dan luar bangunan.
Dikatakan lagi, pemenang yang memiliki persyaratan sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan akan dilibatkan dalam pelaksanaan pengembangan rancangan yang lebih
detail.
Rencana
induk
Sejak
tahun 1980 pengelolaan Candi Prambanan dilakukan PT Taman Wisata Candi
Borobudur dan Prambanan, di bawah koordinasi Menteri Pariwisata. Sebelumnya,
pada 1979, Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) telah melakukan studi
kelayakan arkeologi dalam rangka penyusunan Rencana Induk Pembangunan Taman
Wisata Candi Borobudur dan Prambanan. Salah satu butir menyatakan tidak boleh
ada hotel di kawasan cagar budaya.
Entah
mengapa kini malah akan dibangun hotel, yang tentu saja mencederai hasil
penelitian dan kesepakatan terdahulu. Bahkan, kini, untuk melindungi kawasan
bersejarah diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, yang merupakan perbaikan dari undang-undang sejenis tahun 1992.
Taman
Wisata Candi Prambanan dibagi dalam beberapa zona. Zona 1 merupakan zona inti,
tempat Candi Prambanan berdiri. Zona selanjutnya merupakan zona penyangga,
sarana, prasarana, dan infrastruktur.
Berdasarkan
Keputusan Presiden RI tahun 1992, PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan
memang diberikan kewenangan penuh untuk mengelola taman wisata tersebut. Namun,
hal itu tentu bukan berarti pengelola boleh membangun semaunya tanpa terlebih
dahulu berkoordinasi dengan pihak arkeologi.
Sebelumnya,
pelanggaran dijumpai pada Hotel Manohara di kawasan Candi Borobudur. Sebenarnya
pada awal pembangunannya tahun 1987, bangunan tersebut tidak dirancang sebagai
hotel, tetapi sebagai Center of Borobudur Studies (Pusat Studi Borobudur).
Penggagasnya adalah arkeolog pertama bangsa Indonesia, Prof Dr R Soekmono, yang
memang banyak terlibat dalam pemugaran Borobudur. Ketika itu diharapkan Pusat
Studi Borobudur menjadi tempat para arkeolog dunia melakukan aktivitas, seperti
lokakarya, konferensi, dan pendidikan.
Namun,
dengan alasan tingginya biaya pemeliharaan dan operasional, mulai 1991 Pusat
Studi Borobudur difungsikan sebagai tempat penginapan. Setelah beberapa kali pergantian
nama, nama Manohara—salah satu bagian cerita dalam panel Jataka Avadhana—terus
dipertahankan sampai sekarang.
Kini
Manohara menjadi ikon dari penginapan terdekat untuk mencapai Candi Borobudur.
Bentuknya yang klasik Jawa dilengkapi suasana pedesaan merupakan daya tarik
tersendiri bagi wisatawan mancanegara.
Kasus
lain yang pernah menimpa kawasan Candi Borobudur adalah rencana pembangunan
Pasar Seni Jagad Jawa oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Rencana ini
digulirkan tahun 2002, bertujuan untuk menata pedagang sehingga tidak terkesan
kumuh.
Namun,
masyarakat menolak keras rencana tersebut karena mereka nilai akan merugikan
keberadaan Candi Borobudur. Lagi pula, pembangunan Jagad Jawa ketika itu belum
pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Diduga keberadaan bangunan tersebut
untuk menguntungkan segelintir orang. Bahkan, menurut para pemrotes, pihak
investor hanya mementingkan segi ekonomi tanpa memperhitungkan aspek sosial
budaya.
Songgoriti
Jauh
sebelumnya, nasib naas dialami Candi Songgoriti di kawasan Malang, Jawa Timur.
Candi ini sekarang hampir tertutup oleh keberadaan kamar-kamar hotel.
Songgoriti
merupakan candi tertua di Jawa Timur. Candi ini diduga berasal dari masa
pemerintahan Mpu Sindok, yakni dari masa perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah
ke Jawa Timur sekitar abad ke-9 hingga ke-10 Masehi.
Di
bawah Candi Songgoriti terdapat sumber air panas. Dari sinilah air panas
dialirkan ke kamar-kamar hotel. Masyarakat percaya air panas ini mampu
mengobati penyakit kulit dan tulang. Karena candinya terabaikan—justru
fasilitas pariwisatanya yang diperhatikan—saat ini kondisi candi terlihat tidak
terawat. Papan informasi yang menerangkan seluk-beluk candi terlihat kosong.
Tidak secuil informasi tertera tentang candi ini.
Inilah
contoh bagaimana kekuatan modal telah merampas kekayaan warisan bangsa. Dengan
pongah mereka mengungkungi candi sebagai wilayah privat. Dengan serakah mereka
membangun hotel yang berimpitan dengan bangunan yang dulu dianggap tempat
sakral dan dihormati. Dengan lancang mereka menancapkan pipa-pipa pada sumber
air panas di bawah candi. Akankah hal yang sama menimpa Prambanan? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar