|
REPUBLIKA, 23 Mei 2013
Presiden
dan kepala daerah mulai dipilih langsung oleh rakyat sejak tahun 2004.
Pemilihan langsung Indonesia berpedoman pada sistem pemilihan di mana setiap
orang memiliki satu suara pilih yang sama kuatnya, apakah orang tersebut seorang
pengangguran buta huruf ataupun profesor di bidang kebijakan publik.
Kelemahan sistem one man one vote ini
banyak dieksploitasi calon presiden dan kepala daerah dengan memformulasikan
janji-janji bersifat populis yang menarik suara masyarakat. Tidak bisa dimungkiri,
masalah kesehatan selalu merupakan topik yang menarik dibicarakan dalam agenda
politis kita.
Masalah
kesehatan memang merupakan masalah dinamis yang terus bergulir. Bahkan, di negara maju seperti Amerika Serikat pun, masalah kesehatan menjadi
topik utama debat presidensial Obama-Romney tahun kemarin. Kebijakan kesehatan
yang diangkat mendekati pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah memang
selalu tampak populis untuk meraih simpati masyarakat. Pengobatan gratis
dan jaminan kesehatan daerah menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat
golongan kecil.
Agenda
yang diusung ke publik juga belum tentu merupakan jalan keluar yang terbaik
untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Fokus
kebijakan kesehatan ke arah pengobatan (kuratif) membutuhkan pendanaan yang
besar. Saat ini pendanaan kesehatan ke arah kuratif menghabiskan 60 persen
sampai 85 persen anggaran yang ada. Sementara, seluruh ahli kesehatan
masyarakat sepakat bahwa investasi pada upaya promotif preventif sangat efisien
dari sisi pendanaan dan memberikan dampak yang lebih besar dalam jangka
panjang.
Upaya
mencari dukungan instan dengan terus mengusung kebijakan kuratif perlu
dicermati, karena selain menghabiskan biaya yang tidak sedikit, juga hanya
memberi dampak minimal dalam peningkatan derajat kesehatan. Data di DKI
menunjukkan angka kematian ibu dan bayi yang stagnan dalam 5 tahun terakhir.
Indikator kesehatan lain berupa usia harapan hidup dan angka kesakitan dari
berbagai penyakit juga tidak banyak memperoleh kemajuan dari kebijakan
pengobatan gratis yang banyak diumbar.
Berbekal
pengalaman beberapa tahun kemarin, di mana berbagai program jaminan kesehatan
daerah mengakibatkan bangkrutnya RSUD yang berpartisipasi, kini mata kita lebih
dibuka lagi dengan kejadian Kartu Jakarta Sehat (KJS). Saat ini berbagai rumah
sakit mulai mundur dari program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena paket
pembiayaan yang dinilai tidak sesuai dengan operasional yang dikeluarkan oleh
rumah sakit tersebut.
Hal ini diperberat dengan warisan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
periode sebelumnya berupa utang yang mencapai ratusan miliar rupiah. Sudah
sangat jelas bahwa mengunggulkan upaya kuratif (pengobatan gratis) hanyalah
merupakan usaha politis semata untuk meraih simpati masyarakat secara cepat dan
tidak memberikan banyak kontribusi pada derajat kesehatan masyarakat
Indonesia.
Sudah
saatnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah menggariskan rencana kesehatan
jangka panjang yang mengutamakan pendekatan promotif preventif. Rencana yang perlu
dibuat oleh berbagai lapisan masyarakat dan dapat digunakan sebagai masterplan
pengembangan kesehatan daerah dan nasional, sebuah rencana yang diwariskan dan
diamanatkan kepada penerus jajaran pemerintahan.
Sejak
dahulu kita sudah dibekali dengan perkataan: mencegah lebih baik daripada
mengobati. Sudah saatnya kata-kata tersebut diimplementasikan menjadi action. Mengadakan air minum bersih,
memperbaiki sanitasi, kebersihan lingkungan, dan menggalakkan vaksinasi merupakan
beberapa program yang seharusnya dimajukan untuk meningkatkan derajat hidup
masyarakat dan menurunkan angka kesakitan/kematian akibat penyakit
menular.
Sementara
itu, larangan merokok, pemeriksaan kesehatan berkala, pencegahan obesitas, dan
aktivitas fisik akan menurunkan beban hidup akibat penyakit degeneratif.
Kebutuhan Indonesia saat ini bukanlah pengobatan gratis yang mahal, namun
penyelesaian di hulu permasalahan dengan mengutamakan program kesehatan
promotif-preventif.
Sudah
saatnya kita melek terhadap masalah kesehatan yang terjadi dan solusi terbaik
dalam mengatasinya. Para ahli kesehatan masyarakat perlu lebih dilibatkan dalam
membentuk tatanan perencanaan kesehatan Indonesia. Masalah kesehatan Indonesia
terlalu penting untuk diserahkan ke tangan politisi dan dijadikan agenda
politik demi kepentingan tertentu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar