"Kepercayaan
mengelola dana haji akan meningkatkan kapasitas bank syariah dalam
memberikan pembiayaan"
Kementerian Agama (Kemenag) berencana mengalihkan
pengelolaan dana setoran awal haji dari bank konvensional ke bank
syariah. Kebijakan itu akan dituangkan melalui RUU tentang Pengelolaan
Keuangan Haji yang kini sedang difinalisasi. Nantinya, bank konvensional
hanya berperan sebagai bank penerima setoran, sedangkan pengelolaannya
diserahkan sepenuhnya ke bank syariah.
Artinya, penyetoran dana awal haji masih tetap
dilakukan di bank konvensional, namun uang langsung ditransfer ke bank
syariah yang berperan sebagai bank pengelola. Untuk sementara, bank
konvensional dibutuhkan sebagai bank penerima setoran awal karena
memiliki lebih banyak cabang ketimbang bank syariah. (Tempo Online, 21/3/13).
Realisasi kebijakan itu berarti akan mengakhiri tarik
ulur pengelolaan dana haji. Besar dana setoran awal haji ditambah animo
besar muslim untuk berhaji membuat pengelolaan dana haji menjadi
’’rebutan’’ antara bank konvensional dan bank syariah. Tak heran jika
beberapa bank besar konvensional seringkali mempertahankan, bahkan melobi
pejabat Kemenag, supaya dana haji tetap dikelola di tempat mereka
selama mungkin.
Berdasarkan data Kemenag, total dana setoran awal
haji per Desember 2012, setelah dikurangi biaya operasional dan ditambah
nilai manfaat adalah Rp 48,7 triliun, dan sekitar 15% ditempatkan di
perbankan syariah. Padahal UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji menyebutkan semua hal yang berhubungan dengan ibadah haji
harus menekankan pada kesyariahan. Realitasnya, lebih dari 60% dana haji
masih tersimpan di bank konvensional yang menganut sistem riba.
Patut disayangkan jika di dalam dana untuk berhaji,
sebagai ibadah mulia, mengadung dana hasil riba. Hasil riba (baca: bunga bank) itu akan tersimpan
sebagai dana abadi umat yang akan digunakan untuk meningkatkan
infrastruktur dan fasilitas haji, seperti asrama haji atau untuk
kepentingan kemasyarakatan lain sesuai syar’i.
Sudah seharusnya seluruh dana setoran haji dikelola
bank syariah. Selain pengelolaannya sesuai anjuran syar’i, selalu
didahului akad, dan nilai bagi hasil penempatan dana di bank syariah juga
lebih besar dibanding bank konvensional. Bagi hasil itu bisa menekan
biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), diiringi dengan peningkatan
fasilitas haji, terutama pemondokan selama di Tanah Suci dan katering.
Terkait jumlah cabang dan infrastruktur pendukung
bank syariah yang belum sebanyak dan selengkap bank konvensional, tak
jadi persoalan. Pasalnya, operasional bank syariah, baik yang sudah
berbentuk bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS), masih
mendapat dukungan dari bank konvensional induknya, dari sistem IT, mesin
ATM, hingga kantor layanan syariah yang berada di bank konvensional
induk.
Selain itu, pertumbuhan bank syariah beberapa tahun
belakangan melejit di atas 40%, sedangkan bank konvensional di bawah 20%,
dan itu sekaligus menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat. Dana
haji tersebut juga akan meningkatkan kapasitas bank syariah dalam
memberikan pembiayaan. Tinggi portofolio pendanaan dan pembiayaan makin
meningkatkan aset sehingga bisa mempercepat peningkatan market share hingga mencapai dua
digit.
Di sisi lain, melihat struktur pembiayaan bank-bank
syariah selama ini banyak menyasar sektor produktif, terutama pengusaha
kecil menengah, ke depan akan membuat sektor UKM makin berkembang dengan
suntikan modal usaha itu. Perkembangan sektor UKM akan memberi rentetan
dampak positif lain, terkait dengan pengurangan angka pengangguran dan
stabilisasi denyut perekonomian dalam negeri.
Komitmen
Pelayanan
Pengelolaan dana haji oleh bank syariah membuat
masyarakat makin percaya bahwa dana itu terjamin aspek kesyariahannya.
Hal itu berdampak positif pula bagi Kemenag selaku pemegang otoritas
pengelolaan dana haji, yaitu masyarakat makin percaya terhadap lembaga
ini.
Pengelolaan dana haji di bank syariah lebih membawa
kebaikan ketimbang dana tersebut ditempatkan di bank konvensional.
Penyimpanan dana di bank konvensional selain menghasilkan riba, dana
tersebut selama ini kurang dimanfaatkan untuk membiayai sektor produktif.
Bahkan ada kecenderungan dana haji tersebut diparkir di pasar uang yang
hukum syariatnya hingga kini masih diragukan.
Namun Kemenag perlu memperhatikan beberapa hal
sebelum memercayakan pengelolaan dana haji kepada bank syariah. Pertama;
perlu membatasi jumlah bank syariah pengelola dana haji, dengan
mendasarkan pada nilai aset dan kelayakan infrastruktur internal.
Pembatasan jumlah itu semata-mata untuk mempermudah kontrol dan
pengawasan.
Kedua; meminta komitmen kepada pengelola bank syariah
pengelola dana haji terkait kepastian bisa memberikan pelayanan maksimal.
Komitmen itu untuk meminimalisasi komplain, dan seandai ada pihak bank
bisa menangani komplain itu dengan baik dan dalam waktu singkat.
Ketiga; memastikan agar bank syariah memprioritaskan
dana haji yang dikelola untuk membiayai sektor-sektor produktif dan
berbasis kerakyatan. Bila Kemenag konsisten menerapkan beberapa syarat
itu kepada bank syariah pengelola dana haji, niscaya dana haji
benar-benar membawa kemaslahatan bersama. Sudah saatnya dana haji
dikelola berdasarkan syar’i dan terbebas dari unsur riba. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar