Pada edisi 12 Februari lalu, harian ini
memuat artikel saya berjudul ’’Menunggu
Restu Megawati’’ dengan hipotesis bila restu Mega jatuh ke
Rustriningsih, dipasangkan dengan siapa pun, apalagi kader internal,
bakal menjadi kekuatan dahsyat dan berpeluang besar mengulang kisah
sukses PDIP dalam Pilgub DKI Jakarta 2012. Jika rekomendasi DPP jatuh
kepada Ganjar Pranowo, Hadi Prabowo, atau Don Murdono, semua cagub yang
maju memiliki peluang sama untuk memenangi kontestasi itu.
Kini, setelah sebulan restu Megawati
diturunkan ke Ganjar, kian kuat bukti hipotesis itu. Tak ada dominasi
kekuatan pada salah satu pasangan. Memang tiap kandidat mengklaim
memiliki kekuatan dukungan. Bibit kerap melontarkan pernyataan dirinya
bakal memenangi pilkada dalam satu putaran. Keyakinan itu mendasarkan
pada kenyataan dukungan tiga partai besar yang berkoalisi mengusung.
Hadi optimistis menang karena didukung 6
partai dan 40 suara di lembaga legislatif. Tim sukses bahkan mengklaim
pasangan itu memiliki popularitas dan rekam jejak baik, serta didukung
partai yang majemuk dengan mesin politik yang siap bekerja optimal. Ganjar
pun yakin menang karena diusung PDIP, partai yang mengklaim Jateng
sebagai basis.
Namun dukungan yang mereka klaim belum
disertai bukti akurat. ’’Tajuk Rencana’’ harian ini (SM, 4/4/13) lebih
menegaskan betapa kuat faktor Rustriningsih, yang akan membuat keputusan
pada 11 April ini bertepatan dengan hari penetapan cagub-cawagub oleh KPU
Jateng. Sikap politik apa yang akan diambil, tentu memunculkan beragam
spekulasi.
Skenario
Rustri
Tatkala nyata-nyata disia-siakan oleh
PDIP, partai yang sangat dicintai, pamor Rustri justru kian memancar.
Makin banyak individu atau partai berusaha merangkul. Tak terkecuali
Ganjar, yang bahkan mengampanyekan telah didukung Rustri. Tapi belakangan
ia dituduh melakukan pembohongan publik oleh relawan Rustri, yang
notabene kader PDIP, partai pengusung Ganjar.
Hiruk-pikuk sebagai politikus yang telah
lebih dari 20 tahun dijalani, membuat Rustri sangat memahami jeroan
partai. Karisma, ditambah dukungan massa yang tergabung sebagai relawan,
diperkirakan hingga dua juta orang itu, tentu diperebutkan oleh tiga pasangan
cagub-cawagub. Sebagai politikus yang sangat setia namun disakiti oleh
partainya, sikap politik apa yang akan dipilih Rustri?
Ada berbagai kemungkinan. Pertama; Rustri
tetap setia karena ia bukan tipe politikus kutu loncat. Jika saja mau,
iming-iming dari partai menengah akan diterimanya pada detik-detik
terakhir pendaftaran cagub. Orang-orang di seputar DPP akhirnya menyadari
Rustri adalah Srikandi dengan berbagai kelebihan yang tak dimiliki
’’srikandi’’ lain di partai tersebut.
Kedua; ketidakberuntungan mendapat
rekomendasi dari DPP menjadikan traumatis politik sehingga membuat
terpukul. Efek trauma ini bisa membuat ia menjauhi dunia politik. Tidak
mungkin ia berpindah partai mengingat semua partai toh sama. Jika
bergabung ke partai lain, pamor yang dimiliki sekarang hanya akan
dimanfaaatkan.
Jika yang diambil pilihan kedua, akan
dikemanakan gerbong berisi pendukung dan relawan yang jauh-jauh hari
telah ia siapkan? Pendukung yang pejah gesang ndherek Mbak Rustri tentu
tidak akan membubarkan diri begitu saja. Mereka setia menunggu sikap dan
fatwa Rustri.
Apakah ia akan menggiring relawan yang
disebutnya sebagai ’’Sahabat
Rustri’’ ke Ganjar, Hadi, ataukah Bibit ? Alternatif pemikiran awam,
bisa diutak-atik seperti berikut. Ganjar adalah ’’rival’’ saat menunggu rekomendasi DPP. Belakangan ia
dinilai melakukan pembohongan publik atas beberapa pernyataan bahwa ia
didukung Rustri.
Meskipun Rustri diam, pada berbagai media
massa sering muncul komentar balik bahwa tidak pernah terjadi komunikasi
apa pun dengan Ganjar semenjak terbit rekomendasi DPP. Hadi juga menjadi
pesaing Rustri ketika penjaringan ke DPP. Meski restu Mega tidak jatuh ke
Hadi, pernah beredar isu politik uang untuk membeli kendaraan politik
dari PDIP.
Bibit Waluyo adalah satu-satunya kandidat
yang tidak menjadi rival ketika penjaringan rekomendasi PDIP. Kalaupun
pernah terdengar konflik di antara keduanya sebagai gubernur dan wakil
gubernur, itu lebih disebabkan disharmonisasi personal. Pada era seputar
penjaringan dan pendaftaran di KPU, Bibit-Rustri saling memainkan peran
masing-masing. Bibit berkonsentrasi pada tiga partai yang kini menjadi
pengusung, dan Rustri setia kepada partai banteng. Itu berarti di antara
keduanya tidak pernah terjadi conflict
of interest.
Publik bisa menebak dibawa ke mana
gerbong yang ditumpangi ’’Sahabat
Rustri’’? Apa pun jalan yang akan dia tempuh, dengan modal
sosial, aktivitas apa pun yang akan digelutinya akan memperoleh akses
mudah. Kepercayaan, reputasi, dan jaringan yang dimiliki Rustri
sangat memungkinkan mewujudkan keterjalinan kerja sama dengan komunitas
baru yang jauh lebih besar. Ini justru akan memberikan nilai yang lebih
agung dan luhur dari sekadar jabatan politik.
Ke depan, saya ingin melihat Rustri lebih
menikmati hidup, lepas dari urusan partai, bebas dari urusan politik,
senggang dengan keluarga dan mendapati kedamaian hakiki melalui aktivitas
baru. Kelak, derai tawanya selalu menghiasi pada tiap pertemuan, dengan
para sahabat, juga dengan bekas lawan politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar