Selasa, 16 April 2013

Marketing Asap


Marketing Asap
Rhenald Kasali   Ketua Program MM UI
JAWA POS, 16 April 2013
  

"Ibarat menjual sate, dagingnya tidak saya ambil, biarkan itu jadi pekerjaan utama Anda. Saya hanya minta asapnya saja," begitu ucap seorang teman. "Asap Anda ini masih ada nilai jualnya," lanjutnya. 

Kalimat itu lama tak saya pikirkan sampai munculnya banyak kasus yang melibatkan orang-orang tak dikenal, yang menjual nama-nama pejabat atau tokoh terkenal, yang setelah ditelusuri sering tak ada hubungannya sama sekali antara "asap" dan dagingnya. 

Suami seorang diva yang menjadi pengusaha di negeri tetangga belum lama ini bertanya apakah saya mengenal nama yang dia sebutkan. Orang itu mengaku kenal baik, padahal tidak "kling" sama sekali dalam benak saya. Dia pun menunjukkan sebuah foto, pria berkacamata hitam tengah berdiri di samping saya yang diambil dari sebuah seminar. Tetapi, bagi orang yang tak tahu bisa saja dikesankan sebagai dua sahabat. Dari raut muka pengusaha itu saya menangkap kesan, orang itu telah menjual "asap" saya untuk mengeruk suatu keuntungan.

Modal Penipuan 

Dalam marketing, sebuah brand memang mempunyai kekuatan sihir yang luar biasa. Brand yang bagus bisa diperluas pada produk lain yang tak berhubungan, namun bisa berbahaya kalau asapnya lebih kuat daripada dagingnya. Dalam "jurus cepat kaya" yang digulirkan para penipu yang belakangan menjadi motivator penjual asap ini terbukti benar-benar kaya. Namun, tak banyak diberitakan bahwa mereka kini banyak diburu debt collector.

Ilmu "menjual asap" memang bukan barang baru. Dulu, dengan jam terbang masih terbatas, saya pernah didatangi seorang anak muda yang menyampaikan, kerabatnya, seorang pengusaha "butuh bantuan" karena usahanya tengah menurun. Karena saya menaruh hormat kepadanya, saya pun mengirim salam dan berniat membantu. Kami pun bertemu dan sepakat membangun sebuah usaha baru. Tentu saja orang yang mempertemukan itu mendapat saham kosong. Tetapi, belakangan kami mengetahui, anak muda itu hanya "menjual asap". Kami berdua tak mengenal orang itu dan tidak sedang dalam kesulitan seperti yang dia sampaikan pada kedua pihak. Dia hanya mempertemukan dan mengambil manfaat dari keengganan kami melakukan konfirmasi. 

Belajar dari kasus itu tidak sulit bagi saya menafsirkan kasus yang menimpa sejumlah pimpinan. Di Lapas Kelas Satu Tangerang saya bertemu Antasari Azhar yang bercerita bahwa di lapas itu dia bertemu sejumlah tahanan yang "mengaku" telah mengirim uang kepadanya melalui seseorang agar perkaranya dibebaskan. Belakangan saya bisa mengerti mengapa dia begitu curious menyelidiki apa yang tengah terjadi di lembaga yang pernah dipimpinnya sehingga membuat koleganya tidak nyaman. Di mana ada penegakan hukum yang melibatkan kaum berduit, selalu ada pedagang asap yang mengambil manfaat. Meski banyak tokoh yang terlibat korupsi, kita sering terkecoh seakan-akan itu selalu permintaan tokoh yang namanya sering digunjingkan masyarakat yang tertipu.

Majalah Tempo belum lama ini memberitakan keterlibatan sebuah partai politik di balik pencairan kredit bermasalah yang diberikan Bank BJB. Kalau diurut-urut, partai politik itu adalah partai tempat bernaung Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Orang yang menghubungkan dengan salah seorang direktur "mengaku" dari partai itu. Belakangan nama penghubung itu kita baca di koran memang benar adalah asisten pribadi pimpinan partai yang telah ditahan. Tetapi, benarkah orang ini mempunyai hubungan langsung dengan gubernur Jawa Barat? Bisa saja, gunjingan itu terjadi karena seseorang telah terlibat dalam "perdagangan asap" di sini. 

Perdagangan asap itu bisa terjadi tanpa akses sama sekali pada "daging" yang tengah dipanggang. Yang jelas, terjadi pertemuan antara "dua pihak yang saling membutuhkan". Seseorang ingin mengambil rente (rent-seeking), dan seseorang yang menginginkan jabatan. Bila itu bertemu, asap pun ada harganya, seperti yang ditulis editor harian The New York Times dalam buku The Price of Everything. Harga selalu ada di balik setiap proses pengambilan keputusan, dan alat bayar utamanya adalah sebuah kesempatan. Jodoh, sampah, nama baik, kemacetan, kesulitan, demikian pula jabatan dan kredit. Semua ada harganya dan bentuknya tak selalu berupa uang.

Pembakaran Tak Sempurna 

"Tak ada asap tanpa api," mungkin itu yang Anda ingat. Tetapi, harap dipahami, tak semua api ada asapnya, dan tak semua asap besar berasal dari sebuah bakaran yang apinya besar. Bisa saja bakarannya kecil, tapi yang dibakar banyak "lemak" dan cairannya, sehingga asapnya terasa pedas di mata. Namun, dalam masyarakat yang galau, asap yang berasal dari pembakaran tak sempurna bisa dibuat, dikomersialkan, bahkan dipergunjingkan, atau dapat menjadi alat pemerasan. 

Kalau Anda mempunyai kerabat yang tengah menduduki jabatan terhormat, atau menjadi figur yang terkenal, selalu waspadalah, sebab "asap" mereka ada peminatnya. Namun, pada akhinya orang akan selalu bertanya,"Where is the beef?" Semua yang diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan. Uang milik orang lain harus bisa dikembalikan dengan imbalan yang baik. Kalau itu sebuah usaha, harus jelas prospeknya. Kalau itu sebuah kerja sama, harus jelas kontribusinya.

Ketika banyak orang menginginkan kekayaan dan jabatan, saya pun perlu mengingatkan, tak ada respek yang didapat dari jabatan yang ditukar dengan asap. Menukar jabatan dengan asap hanyalah sebuah kebodohan. Media, temukanlah sumber api dan dagingnya, jangan kipas asapnya sehingga terbakar seluruh isi rumah. Bukan cuma asap, setiap perbuatan kriminal juga ada harganya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar