Selasa, 09 April 2013

Ketika Bankir Menjadi BI-Satu


Ketika Bankir Menjadi BI-Satu
Susidarto ;  Praktisi Perbankan
SUARA KARYA, 09 April 2013


Seperti dugaan banyak pihak, Agus Martowardojo akhirnya terpilih secara voting dalam rapat Komisi XI sebagai Gubernur BI periode 2014-2018. Menarik, mencermati kandidat tunggal calon Gubernur Bank Indonesia (BI-Satu), yang sudah disodorkan Presiden SBY kepada DPR, untuk menjalani proses fit and proper test ini. Setidaknya ada beberapa kejutan yang berbeda dalam pengajuan nama kandidat BI-Satu, kali ini.

Pertama, kendati diberi jatah hingga tiga orang untuk mengusulkan Cagub BI, ternyata Presiden SBY hanya mencalonkan satu kandidat saja. Kedua, satu-satunya figur yang diajukan berasal dari kalangan eksternal BI (bukan dari kalangan internal BI). Ketiga, pencalonan kali ini menunjukkan bahwa SBY sangat percaya diri bahwa calon tunggalnya akan diterima oleh kalangan dewan. Itulah setidaknya beberapa kejutan yang sudah dibuat oleh SBY, yang akhirnya mematahkan banyak spekulasi nama-nama yang sudah telanjur beredar di masyarakat. Nama Agus sudah tidak asing, karena pernah masuk bursa calon Gubernur BI tahun 2008 lampau.

Yang menarik, kandidat dan sekarang terpilih menjadi BI-Satu berasal dari kalangan bankir. Secara tidak disadari, kalangan perbankkan yang selama ini banyak bersinggungan dengan BI, diam-diam juga berharap bahwa sudah saatnya calon BI-Satu berasal dari praktisi bank (bankir). Keluarnya nama Agus Marto, menjadi obat tersendiri bagi para bankir. Malalui artikel ini, penulis mencoba ber-"andai-andai", kira-kira apa yang akan dikerjakan Agus Marto kelak, selama dirinya menjabat sebagai BI-Satu ke depan.

Nilai Lebih

Agus Martowardojo adalah praktisi perbankan tulen. Menyimak curriculum vitae-nya, maka hampir 23 tahun lebih kariernya banyak dihabiskan di dunia keuangan-perbankan. Puncaknya adalah menjadi Chief Executive Officer (Dirut) Bank Mandiri. Sebuah prestasi yang sungguh luar biasa. Dia adalah nahkhoda bank pelat merah terbesar, yang kini ber-aset lebih dari Rp 500 triliun. Sehingga, dari sisi kemampuan koordinasi, manajerial dan leadership, tentu tidak perlu diragukan lagi. Di sana, Agus Marto mampu membawa biduk besar Bank Mandiri melakukan transformasi internal.

Sebagai seorang praktisi keuangan-perbankan, yang kini juga Menteri Keuangan, jelas Agus memiliki nilai lebih yang (mungkin) tidak dimiliki oleh bankir dari kalangan internal BI. Dengan meniti karier dari bawah, setidaknya Agus adalah sosok orang lapangan yang mengerti persis, bagaimana meniti karier menjadi seorang bankir yang handal-profesional. Pria ini memahami dengan baik bagaimana repotnya mengelola bank hasil merger empat bank pemerintah, yang sebelumnya memiliki budaya kerja dan sistem yang berbeda-beda.

Kompleksitas masalah yang muncul di bank pemerintah paling bongsor ini, ternyata mampu diatasi bahkan lebih dari itu, Agus justru berhasil membuat terobosan transformasi baru yang spektakuler. Pergantian logo Bank Mandiri, setidaknya merupakan hasil kerja tim di bawah komando Agus Marto yang kasat mata. Pergantian logo ini setidaknya mengawali babak baru Bank Mandiri. Di bawah kepemimpinan Agus Marto, kinerja Bank Mandiri kian kinclong. Pendek kata, mantan Dirut Bank Permata (2002-2005) ini adalah sosok bankir tulen. Tangan dingin dan pengalamannya, sangat layak mengantarkan dirinya menjadi BI-Satu.

Nah, seandainya saja Agus Martowardojo berhasil meraih kursi BI-Satu, maka akan segera direspon pasar dengan baik. Figur-nya yang calm (cool) dan market friendly, setidaknya akan bisa diterima pasar. Terlebih bagi kalangan bankir, fenomena ini akan segera diberi applaus yang luar biasa. Latar belakangnya sebagai bankir, setidaknya akan menjadikan nilai tambah bahwa Gubernur BI mendatang sangat memahami persoalan yang dihadapi bank-bank di lapangan, yang selama ini mungkin jarang dimengerti oleh gubernur dari kalangan internal BI bahkan ekonom akademisi.

Dengan pengalamannya semacam itu, setiap kebijakan yang diambil timnya (terkait kebijakan perbankan), akan lebih membumi, karena diwarnai oleh pemikiran seorang bankir lapangan. Tak hanya itu, setiap keputusan dan kebijakan BI akan lebih 'memihak' bankir, tidak sekadar kebijakan di awang-awang, yang sulit diterapkan di lapangan. Setidaknya, beberapa pekerjaan rumah yang belum dirampungkan oleh BI dalam kaitannya dengan pembentukan OJK yang sebagian besar tenaga pengawasnya dari BI, akan segera digarap oleh Agus. Pendek kata, periode peralihan BI-OJK dalam masalah pengawasan perbankan ini, sangat memerlukan sentuhan dingin sang pemimpin BI yang berkarakter kuat.

Sementara itu, kalau ada sebagian kalangan yang meragukan kemampuannya di bidang moneter, makro prudensial, juga tidak perlu terjadi. Pengalamannya sebagai Menkeu hampir tiga tahun, setidaknya akan sangat membantu. Prestasinya sebagai Menkeu yang cukup lumayan, setidaknya akan menjadi bekal Agus untuk memasuki belantara ekonomi makro yang menjadi domain BI. Selain itu, jajaran Dewan Gubernur masing-masing memiliki pembidangan tugas yang berbeda-beda, yang bisa saling melengkapi dan bersinergi? Kelemahan di satu sisi, tentunya bisa ditutup oleh kelebihan anggota DG-BI lainnya. Agus Marto dalam hal ini bertindak sebagai dirigen (manajer)-nya.
Inilah seninya kalau figur seorang gubernur Bank Sentral, berasal dari kalangan bankir. Tantangan yang dihadapi BI dengan berkurangnya tugas dan wewenang di bidang pengawasan bank, setidaknya akan mampu dikomandani Agus Marto dengan baik.

Nama Agus, kecil kemungkinannya akan memunculkan kontroversi yang berakibat negatif pada bank sentral di masa mendatang. Harapannya sederhana, Agus harus bisa benar-benar kredibel dan mampu menjalankan tugas semata-mata demi penciptaan stabilitas makro-ekonomi, khususnya moneter, di mana perbankan bisa memainkan peran di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar