Seperti dugaan banyak pihak,
Agus Martowardojo akhirnya terpilih secara voting dalam rapat Komisi XI
sebagai Gubernur BI periode 2014-2018. Menarik, mencermati kandidat
tunggal calon Gubernur Bank Indonesia (BI-Satu), yang sudah disodorkan
Presiden SBY kepada DPR, untuk menjalani proses fit and proper test ini.
Setidaknya ada beberapa kejutan yang berbeda dalam pengajuan nama
kandidat BI-Satu, kali ini.
Pertama,
kendati diberi jatah hingga tiga orang untuk mengusulkan Cagub BI,
ternyata Presiden SBY hanya mencalonkan satu kandidat saja. Kedua,
satu-satunya figur yang diajukan berasal dari kalangan eksternal BI
(bukan dari kalangan internal BI). Ketiga, pencalonan kali ini
menunjukkan bahwa SBY sangat percaya diri bahwa calon tunggalnya akan
diterima oleh kalangan dewan. Itulah setidaknya beberapa kejutan yang
sudah dibuat oleh SBY, yang akhirnya mematahkan banyak spekulasi
nama-nama yang sudah telanjur beredar di masyarakat. Nama Agus sudah
tidak asing, karena pernah masuk bursa calon Gubernur BI tahun 2008
lampau.
Yang
menarik, kandidat dan sekarang terpilih menjadi BI-Satu berasal dari
kalangan bankir. Secara tidak disadari, kalangan perbankkan yang selama
ini banyak bersinggungan dengan BI, diam-diam juga berharap bahwa sudah
saatnya calon BI-Satu berasal dari praktisi bank (bankir). Keluarnya nama
Agus Marto, menjadi obat tersendiri bagi para bankir. Malalui artikel
ini, penulis mencoba ber-"andai-andai", kira-kira apa yang akan
dikerjakan Agus Marto kelak, selama dirinya menjabat sebagai BI-Satu ke
depan.
Nilai
Lebih
Agus
Martowardojo adalah praktisi perbankan tulen. Menyimak curriculum vitae-nya, maka hampir
23 tahun lebih kariernya banyak dihabiskan di dunia keuangan-perbankan.
Puncaknya adalah menjadi Chief Executive Officer (Dirut) Bank Mandiri.
Sebuah prestasi yang sungguh luar biasa. Dia adalah nahkhoda bank pelat
merah terbesar, yang kini ber-aset lebih dari Rp 500 triliun. Sehingga,
dari sisi kemampuan koordinasi, manajerial dan leadership, tentu tidak
perlu diragukan lagi. Di sana, Agus Marto mampu membawa biduk besar Bank
Mandiri melakukan transformasi internal.
Sebagai
seorang praktisi keuangan-perbankan, yang kini juga Menteri Keuangan,
jelas Agus memiliki nilai lebih yang (mungkin) tidak dimiliki oleh bankir
dari kalangan internal BI. Dengan meniti karier dari bawah, setidaknya Agus
adalah sosok orang lapangan yang mengerti persis, bagaimana meniti karier
menjadi seorang bankir yang handal-profesional. Pria ini memahami dengan
baik bagaimana repotnya mengelola bank hasil merger empat bank
pemerintah, yang sebelumnya memiliki budaya kerja dan sistem yang
berbeda-beda.
Kompleksitas
masalah yang muncul di bank pemerintah paling bongsor ini, ternyata mampu
diatasi bahkan lebih dari itu, Agus justru berhasil membuat terobosan
transformasi baru yang spektakuler. Pergantian logo Bank Mandiri,
setidaknya merupakan hasil kerja tim di bawah komando Agus Marto yang
kasat mata. Pergantian logo ini setidaknya mengawali babak baru Bank
Mandiri. Di bawah kepemimpinan Agus Marto, kinerja Bank Mandiri kian
kinclong. Pendek kata, mantan Dirut Bank Permata (2002-2005) ini adalah
sosok bankir tulen. Tangan dingin dan pengalamannya, sangat layak
mengantarkan dirinya menjadi BI-Satu.
Nah,
seandainya saja Agus Martowardojo berhasil meraih kursi BI-Satu, maka
akan segera direspon pasar dengan baik. Figur-nya yang calm (cool) dan
market friendly, setidaknya akan bisa diterima pasar. Terlebih bagi
kalangan bankir, fenomena ini akan segera diberi applaus yang luar biasa.
Latar belakangnya sebagai bankir, setidaknya akan menjadikan nilai tambah
bahwa Gubernur BI mendatang sangat memahami persoalan yang dihadapi
bank-bank di lapangan, yang selama ini mungkin jarang dimengerti oleh
gubernur dari kalangan internal BI bahkan ekonom akademisi.
Dengan
pengalamannya semacam itu, setiap kebijakan yang diambil timnya (terkait
kebijakan perbankan), akan lebih membumi, karena diwarnai oleh pemikiran
seorang bankir lapangan. Tak hanya itu, setiap keputusan dan kebijakan BI
akan lebih 'memihak' bankir, tidak sekadar kebijakan di awang-awang, yang
sulit diterapkan di lapangan. Setidaknya, beberapa pekerjaan rumah yang
belum dirampungkan oleh BI dalam kaitannya dengan pembentukan OJK yang
sebagian besar tenaga pengawasnya dari BI, akan segera digarap oleh Agus.
Pendek kata, periode peralihan BI-OJK dalam masalah pengawasan perbankan
ini, sangat memerlukan sentuhan dingin sang pemimpin BI yang berkarakter
kuat.
Sementara
itu, kalau ada sebagian kalangan yang meragukan kemampuannya di bidang
moneter, makro prudensial, juga tidak perlu terjadi. Pengalamannya
sebagai Menkeu hampir tiga tahun, setidaknya akan sangat membantu.
Prestasinya sebagai Menkeu yang cukup lumayan, setidaknya akan menjadi
bekal Agus untuk memasuki belantara ekonomi makro yang menjadi domain BI.
Selain itu, jajaran Dewan Gubernur masing-masing memiliki pembidangan
tugas yang berbeda-beda, yang bisa saling melengkapi dan bersinergi?
Kelemahan di satu sisi, tentunya bisa ditutup oleh kelebihan anggota
DG-BI lainnya. Agus Marto dalam hal ini bertindak sebagai dirigen
(manajer)-nya.
Inilah
seninya kalau figur seorang gubernur Bank Sentral, berasal dari kalangan
bankir. Tantangan yang dihadapi BI dengan berkurangnya tugas dan wewenang
di bidang pengawasan bank, setidaknya akan mampu dikomandani Agus Marto
dengan baik.
Nama
Agus, kecil kemungkinannya akan memunculkan kontroversi yang berakibat
negatif pada bank sentral di masa mendatang. Harapannya sederhana, Agus
harus bisa benar-benar kredibel dan mampu menjalankan tugas semata-mata
demi penciptaan stabilitas makro-ekonomi, khususnya moneter, di mana
perbankan bisa memainkan peran di dalamnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar