Selasa, 23 April 2013

HAM Keluarga Berencana


HAM Keluarga Berencana
Saratri Wilonoyudho  Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Tengah, Dosen Unnes
SUARA MERDEKA, 22 April 2013

  
Slogan program Keluarga Berencana (KB) ’’Dua Anak Cukup’’ atau ’’Dua Anak Lebih Baik’’ dipersoalkan karena dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM), demikian berita harian ini edisi 20 Februari 2013. Terlepas dari setuju atau tidak, bagaimana mungkin slogan dianggap melanggar HAM? Namanya juga slogan, intinya adalah mengajak secara persuasif, bukan memaksa.

Slogan hanya dapt dipahami oleh orang cerdas, baik cerdas intelektual maupun spiritual. Beberapa waktu lalu dalam satu kesempatan, ada seorang wanita anggota DPRD yang lantang berbicara, ’’Mau anak 10 kek, 20 kek, yang penting asal dapat menghidupi secara layak, apa salahnya? Buktinya anak saya 10, semuanya ’jadi’.’’
Sudah pasti orang yang mendengar sekilas setuju. Tapi yang dilupakan wakil rakyat itu adalah ia tidak melihat ’’penderitaan’’ orang lain (yang barangkali direbut haknya), dan alam sekitarnya atau lingkungan, yang sudah tak mampu lagi menampung manusia. Seandainya, semua penduduk Kota Semarang misalnya, berpikiran seperti itu dan masing-masing pasangan beranak sebanyak itu, kira-kira apa yang terjadi di kota ini?

Taruhlah semua pasangan yang punya anak 10 tersebut, jadi ’’orang’’ semua, dan punya mobil semua, lalu apa yang terjadi dengan jalanan di Kota Semarang? Belum lagi kita bicara soal daya tampung sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan aneka kebutuhan lain. Dengan kata lain, beranak sebanyak berapa pun silakan, tapi mohon juga memperhatikan orang lain dan lingkungan, apakah masih dapat menampung jumlah penduduk sebanyak itu?

Allah swt memberi mandat kepada manusia sebagai khalifah yang ditugasi mengelola bumi. Dengan kata lain, urusan bumi, silakan manusia berpikir dan bertindak sendiri. Allah juga mengajarkan empat macam hukum, yakni wajib, haram, sunah, dan mubah. Bagaimana penerapan hukum tersebut ? Jawabnya, bergantung situasi. 
Di beberapa negara maju, memiliki anak lebih dari dua dianggap memiliki dosa sosial, dan karenanya mereka sadar, sehingga tanpa institusi KB pun, jumlah penduduk tetap terkendali. Semboyan makes love, not babies, amat populer pada tahun 1970-an. Silakan bercinta dengan suami atau istri, tapi jangan buat anak, kira-kira begitu kelakarnya.

Ketidakseimbangan

Jumlah penduduk Jateng sudah mencapai angka 32.382.657 pada 2010, bahkan menurut kabar terakhir sudah 39 jutaan, dengan kepadatan 995 orang/km2, jauh lebih tinggi dibanding nasional 124 orang/ km2. Hampir 14 persen penduduk Indonesia ada di Jawa Tengah.

Semarang sebagai kota terbesar di Jateng, sudah berpenduduk 1,6 juta jiwa lebih. Betapa terasa kesusahan pada berbagai bidang, akibat kemacetan, polusi, kesulitan lapangan kerja, dan pelayanan sosial lain seperti pendidikan dan kesehatan.

Terlepas dari masih banyaknya korupsi, semua masalah tersebut juga bisa jadi bersumber dari ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan daya tampung sosial serta daya dukung lingkungan. Dari titik itulah, program KB masih diperlukan, namun harus direvitalisasi. Penerbitan UU Nomor 52 Tahun 2009 menunjukkan keseriusan pemerintah mengurusi masalah kependudukan.

Program KB mestinya juga memperhatikan hal ini dengan prinsip melayani klien (peserta KB) dengan quality of care dan bukan hanya quality of service. Yang disebut pertama adalah prinsip memperhatikan klien tidak hanya secara teknis, tapi juga hubungan antarpribadi yang intens yang hasil akhirnya ada peningkatan pengetahuan klien terhadap perilaku reproduksi yang sehat.

Quality of care mensyaratkan kepada klien KB untuk memiliki pengetahuan yang memadai, kerahasiaan yang terjamin, keamanan penggunaan kontrasepsi, dan petugas KB memahami perasaan klien. Dengan kata lain, informasi yang lengkap tentang klien harus merupakan unsur dalam menentukan standar pelayanan. Ukuran keberhasilan KB adalah kepuasan klien dan peningkatan pengetahuan klien tentang reproduksi yang sehat. Tujuannya, agar KB tidak dituduh melanggar HAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar