"Cagub/
cawagub, terutama yang kelak terpilih, perlu bijak menyikapi kekhawatiran
aktivis perempuan"
LAGU ’’Ibu Kita Kartini’’ karangan Wage Roedolf Soepratman akan kembali
banyak diperdengarkan, seiring dengan peringatan Hari Kartini, tiap
tanggal 21 April. Raden Adjeng Kartini, nama lengkap sosok
perempuan hebat kelahiran Jepara tahun 1879 itu, menginspirasi kaumnya
pada abad berikutnya sampai detik ini.
Kegigihan, kebersahajaan, rasa empati
yang kuat bagi sesama yang terpinggirkan, keberanian mengoyak belenggu
adat pada zamannya, memunculkan kekuatan sosok perempuan yang luar biasa.
Pemikiran-pemikiran cerdas nan bernas tentang peran perempuan yang bisa
diberdayakan bila diberi tempat, modernitas yang memberi ruang gerak
perempuan bersama kaum laki-laki memajukan bangsa.
Menurut Kartini, perempuan, dalam
kelembutan ragawi, kelemahan jasmani yang kadang tak sekuat raga kaum
laki-laki, tersimpan potensi magma pemikiran, kecerdasan, kepemimpinan,
dan kreativitas yang kadang menjadi paket lengkap yang melahirkan
perempuan dengan nama menjulang. Terciptalah sejarah dunia dengan nama
sejumlah perempuan yang bisa dikenang sepanjang masa.
Sebut satu semisal Iron Lady, Margaret Thatcher yang layak menjadi ikon kekuatan
pemimpin perempuan inspiratif. Terlepas dari segala kelemahan dan
kesalahan yang mungkin pernah ada selama dia berkuasa, terbukti dalam
raga yang tak sekuat kaum laki-laki pun, perempuan bisa menjadi women power dalam tataran dunia.
Lalu, bagaimana dengan inspirasi Kartini
dalam tataran Jawa Tengah, terkait dengan ketiadaan cagub-cawagub
perempuan? Hiruk-pikuk sosialisasi visi misi oleh tiga pasangan
cagub-cawagub saat ini sekaligus membersitkan pertanyaan pada benak
banyak orang, mengapa tak ada sosok perempuan Jateng yang layak dan
’’boleh’’ diikutkan dalam kontestasi pada 26 Mei mendatang?
Ketika ada satu nama perempuan,
Rustriningsih, yang banyak dinanti-nanti oleh warga provinsi ini,
terutama kaumnya, itu pun tidak mendapat rekomendasi dari pimpinan puncak
partai yang menaungi. Banyak orang kecewa, termasuk pegiat gerakan perempuan
di provinsi ini yang khawatir bakal ada keterpinggiran aspirasi kaum
perempuan. (SM, 8/3/13)
Dalam sistem pemilihan secara langsung
ini para aktivis perempuan sangat berharap ada perubahan posisi perempuan
yang tak lagi hanya didudukkan pada deretan kursi penonton. Kenyataan
berbicara lain, calon gubernur atau calon wakil gubernur pada pilgub kali
ini tidak berwajahkan perempuan, sebagai salah satu kandidat.
Cagub/ cawagub, terutama yang kelak
memenangi kotestasi, perlu bijak menyikapi kekhawatiran aktivis perempuan
dan pegiat lembaga yang fokus terhadap peran perempuan. Hipotesis awal
ketika bursa pencalonan tidak menyertakan sosok perempuan sebagai
representasi kaumnya, akan menutup peluang perempuan dalam pengambilan
kebijakan strategik yang sebenarnya sangat butuh tangan perempuan,
sebagai sosok yang tahu persis apa yang dirasakan.
Kepekaan itu semisal menyangkut problem
gizi buruk keluarga, kematian ibu melahirkan, jaminan sosial masyarakat,
dan sebagainya. Tatkala ada perempuan bernas memiliki kesempatan
menduduki posisi eksekutif dalam roda pemerintahan, wajar bila kaumnya
sangat berharap ia memiliki kepekaan lebih besar terhadap kepentingan
perempuan dalam kebijakannya.
Kebijakan
Publik
Memang tak ada jaminan bahwa bila
gubernur adalah perempuan maka semua permasalahan itu mendapat garansi
pasti teratasi. Kepentingan dan solusi masalah itu seyogianya mendapat
tempat dan prioritas bagi gubernur terpilih. Kekecewaan soal ketiadaan
cagub perempuan, kekhawatiran keterabaian kepentingan perempuan dalam
kebijakan strategik publik, prioritas kepentingan perempuan dalam ranah
kebijakan pemerintahan, nantinya harus bisa dijawab oleh gubernur
terpilih sehingga hipotesis awal tadi menjadi termentahkan.
Ketidakhadiran wajah perempuan dalam
Pilgub Jateng 2013 diharapkan tidak menyurutkan potensi magma keluwesan
dan kekuatan perempuan dalam berkiprah bersama kaum lelaki, untuk
bersama-sama lebih memajukan Jateng. Seperti pepatah behind successful a man, there is a woman, gubernur terpilih
akan dianggap sukses memimpin Jateng bila memiliki garansi untuk berpihak
pada kebijakan publik yang mengedepankan kepentingan perempuan, concern pada peningkatan peran
serta perempuan secara lebih baik.
Masyarakat Jateng, terutama aktivis
perempuan dan pegiat lembaga yang concern pada kepentingan perempuan,
menanti keberpihakan pengambilan kebijakan yang properempuan. Pemilih
perempuan seyogianya juga melihat dengan jernih bagaimana program
keberpihakan terhadap perempuan yang ditawarkan para kandidat, sebelum
memasuki tempat pemungutan suara (TPS).
Tugas selanjutnya bagi perempuan Jateng
saat ini adalah mengawal rencana program dan pelaksanaannya setelah
gubernur dilantik, dan selanjutnya mewujudkan inspirasi Kartini melalui
beragam potensi yang dimiliki tiap individu perempuan. Kemampuan mengolah
kreativitas, kecerdasan, tanpa melupakan kodrat sehingga mampu mengubah
potensi human capital menjadi daya dorong kekuatan perubahan ke arah yang
lebih baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar