Selasa, 23 April 2013

Gerakan Kota Hijau


Gerakan Kota Hijau
Nirwono Joga  Koordinator Gerakan Indonesia MengHijau
SINAR HARAPAN, 22 April 2013
  

Policy execution differentiates the best-performing cities. The most important thing that you must have for a city to green is political will. Tema besar Hari Bumi (Earth Day) 2013 yang diperingati setiap 22 April adalah “The Face of Climate Change” (Tantangan terhadap Perubahan Iklim).

Suka tidak suka, Bumi, tempat kita berdiam diri, telah mengalami pemanasan global, perubahan iklim (ekstrem), dan degradasi kualitas lingkungan. Kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia, berikut flora dan fauna, di muka Bumi di ambang kehancuran, jika tidak mau disebut kepunahan.
Lihatlah, akibat pembangunan (kota) yang tidak berkelanjutan, kota-kota kita mengalami bencana lingkungan setiap tahun, banjir di musim hujan, dan kekeringan di musim kemarau. Dalam beberapa pekan terakhir ini, hampir setiap hari, kita menyaksikan berita di sebagian besar wilayah Nusantara tengah dilanda banjir, mulai dari Banda Aceh, Padang, Bandung, Semarang, Kudus, Demak, Jepara, Bojonegoro, Lamongan, hingga ke ujung tanah Papua.

Kini, perayaan Hari Bumi merupakan momentum yang tepat bagi kita untuk berpikir ulang dan mengintrospeksi diri, seberapa serius kota-kota di Indonesia dibangun?

Kota Hijau

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan lebih dari setengah penduduk dunia telah hidup di kota (2013) dan terus meningkat hingga dua per tiga pada 2050.

Amerika Utara dan Selatan wilayah yang paling cepat menuju perkotaan, di mana lebih dari 80 persen tinggal di kota, diikuti Eropa (70 persen), Asia dan Afrika (40 persen). Rata-rata populasi penduduk kota di Asia 9,4 juta, di Amerika Selatan 4,6 juta, Afrika 3,9 juta, Eropa 2,5 juta, dan Amerika Utara 1,4 juta.

Bak dua sisi koin, kota merupakan mesin pertumbuhan masa depan yang memberikan peluang besar bagi peningkatan pendidikan, perluasan lapangan kerja, dan kemakmuran masyarakat, namun di lain pihak juga menimbulkan kemacetan lalu lintas, menjamurnya permukiman kumuh, peluberan kota, pencemaran lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, dan penyumbang penting perubahan iklim (lebih dari 70 persen penyebab gas emisi).

Pertumbuhan jumlah penduduk juga akan menguras pemakaian energi dan air, peningkatan produksi sampah dan limbah, dan menyesaki transportasi kota. Namun, berbagai kota di dunia terus bergerak maju melakukan antisipasi, beradaptasi, dan memitigasi kota terhadap perubahan iklim. Mereka tengah membangun kota hijau.

Ada delapan indikator kota hijau yang tengah dikembangkan. Pertama, peruntukan lahan dan tata ruang kota menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan (green planning and design).

Kedua, rencana pengembangan ruang terbuka hijau 30 persen dari total luas wilayah (green open space) dalam mengatasi karbon dioksida per kapita meliputi intensitas, emisi, dan strategi pengurangan dan peningkatan kualitas udara dengan mengurangi kadar NO2, SO2, O3, partikel polutan, konsentrasi pencemaran udara, kebijakan udara bersih, serta penghijauan kota.

Ketiga, pemanfaatan air dan akses sanitasi meliputi konsumsi air, sistem kesenjangan, sistem pengolahan air limbah, kebijakan pengolahan dan efisiensi air (green water). Keempat, pengelolaan sampah kota melakukan pengurangan produksi dan kebijakan pengurangan sampah (reduce), rata-rata daur ulang (recycle), dan penggunaan ulang barang (reuse) (green waste).

Kelima, pemanfaatan energi mencakup konsumsi, intensitas, pengembangan energi terbarukan, kebijakan energi efisien dan bersih (green energy). Keenam, untuk penerapan bangunan lestari terdiri atas bijak guna lahan, konservasi dan hemat air, hemat konsumsi energi, standar, dan inisiatif bangunan efisiensi energi, hemat bahan kurangi limbah, serta menjaga kualitas udara dalam ruangan (green building).

Ketujuh, pengembangan transportasi berbasis jaringan dan penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor (berjalan kaki, sepeda), promosi transportasi massal ramah lingkungan, kebijakan penguraian, dan pengurangan simpul kemacetan (green transportation). Kedelapan, pemerintahan dan kebijakan yang pro lingkungan dan dukungan masyarakat (green community).

Menyebar ke Seluruh Dunia

Bak virus, gerakan kota hijau terus menyebar ke berbagai belahan dunia. Di Eropa, keterbatasan lahan disiasati dengan konsep kota-kota kompak. Copenhagen dan Stockholm, kota pertama dan kedua terhijau di Eropa, mengembangkan kebijakan pemerintah yang inovatif dan pro lingkungan di seluruh bidang, terutama dalam upaya pengurangan emisi karbon, bangunan hijau, transportasi, air, dan kualitas udara.

San Francisco, kota terhijau di Amerika Serikat, dan Vancouver kota terhijau di Kanada, memperlihatkan ada keterkaitan yang erat antara tingkat kesejahteraan dan lingkungan, semakin meningkat tingkat kesejahteraan warga memberi dampak kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.

Pendekatan pembangunan yang lebih terintegrasi dan kebijakan yang aktif mampu meningkatkan performa lingkungan kota, dengan keunggulan pada pembangunan infrastruktur air, pengolahan sampah, dan dukungan sektor swasta.

Kota San Francisco mengolah sampah yang langsung dipisah menjadi sampah daur ulang dan bahan kompos, diikuti penerapan standar bangunan hemat energi, jaringan transportasi publik kedua terpanjang setelah Vancouver dan terintegrasi, dengan kualitas udara yang baik.

The Vancouver Greenest City Plan (2010) memasang target pengurangan emisi mencapai 33 persen (2020) yang berarti akan menjadi kota karbon netral atau kota terhijau di dunia kelak.
Vancouver’s Community Climate Change Action Plan (2005) bertujuan mengurangi emisi 6 persen (2012) melalui program tata ruang yang terintegrasi, energi yang berkelanjutan, standar bangunan hijau, alokasi ruang jalan dan berbayar yang mendorong warga untuk berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi publik, serta diet sampah.

Curitiba, Brasil, kota terhijau di Amerika Selatan, melakukan pendekatan lingkungan kota secara menyeluruh, semua kebijakan dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup lingkungan kota.
Untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, pemerintah berupaya mengurangi peluberan kota, menciptakan kawasan ramah pejalan kaki, dan memperbanyak taman kota, mengelola dan mendaur ulang sampah, serta menyediakan transportasi publik berbiaya murah dan efektif (bus rapid transit/bus trans) yang berhasil mengurangi pencemaran udara dan emisi karbon. Pembangunan perumahan diarahkan berupa hunian vertikal (rumah susun) yang berada di sepanjang jalur koridor bus trans.

Kota yang hijau juga kota yang rendah praktik korupsi telah dibuktikan Singapura sebagai kota terhijau di Asia. Dengan transparansi dalam setiap kebijakan pemerintah, menempatkan Singapura negara keempat yang rendah korupsi oleh Transparency International’s Corruption Perception Index (2011).

Di Afrika, kota Cape Town, Durban, dan Johannesburg (Selatan Afrika), dan Casablanca, Tunis, Accra, Ghana (Utara Afrika), termasuk kota-kota yang memiliki nilai kota hijau di atas rata-rata, meski masih jauh dari standar kota hijau dunia. Afrika kini mengalami perkembangan kota paling pesat dibandingkan benua lainnya di dunia.

Kota-kota harus menjadi area prioritas kebijakan publik. Pembangunan kota hijau telah mampu mendorong pembangunan ekonomi ramah lingkungan, menurunkan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup, serta terjaga kelestarian alam.

Namun, pembangunan kota hijau harus didukung oleh visi jauh ke depan, solusi jangka panjang dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan masalah lingkungan, serta aksi nyata yang membumi. Selamat Hari Bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar