Kamis, 18 April 2013

Dua Harga BBM, Kebijakan Melawan Hukum Pasar


Dua Harga BBM, Kebijakan Melawan Hukum Pasar
Pande Radja Silalahi   Pakar Ekonomi
dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
JARINGNEWS, 17 April 2013


Yang seharusnya dijawab terlebih dahulu adalah apakah seluruh unit retailer (SBPU, pom bensin) di-manage atau dikelola oleh pemerintah sepenuhnya.

Pengalaman Indonesia telah dengan jelas menunjukkan bahwa BBM adalah komoditi ekonomi dan sekaligus komoditi politik. Pemerintah dapat saja jatuh bila menaikkan atau mengubah harga BBM tidak seturut kehendak masyarakat.

Dengan demikian, alangkah naïf mengharapkan dan menganjurkan agar pemerintah tidak mempertimbangkan faktor politik dalam mengambil keputusan yang menyangkut harga BBM. Pengurangan subsidi BBM melalui kebijakan kenaikan harga akan menyangkut kehidupan ekonomi dari seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga, oleh karenanya, justru seharusnya pemerintah harus memasukkan unsur politik secara cermat dalam pertimbangannya sebelum memutuskan perubahan harga BBM.

Sungguh sulit untuk disangkal bahwa pemberian subsidi BBM dalam beberapa tahun ini adalah sangat tidak tepat. Tidak tepat karena sebagian terbesar subsidi tersebut dinikmati golongan masyarakat yang tidak tergolong berpendapatan paling rendah. Sedang di sisi lainnya, potensi Indonesia untuk mengurangi pengangguran dan jumlah penduduk miskin melalui investasi menciut, padahal sudah jamak diketahui bahwa persediaan minyak yang ada di perut bumi Indonesia tidak terlalu banyak lagi dan akan habis dalam hitungan tahun.

Dalam dua tahun terakhir ini, sudah sangat sering masalah pengurangan subsidi BBM dibahas dan didiskusikan. Kesimpulan yang dapat diterima oleh hampir seluruh masyarakat adalah: silakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi asal tidak terlalu membebani masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah, dan tidak membebani ekonomi secara berlebihan.

Tidak ada yang menyangkal bahwa kenaikan harga BBM dalam jangka pendek akan meningkatkan inflasi, sehingga oleh karenanya masyarakat akan merasa terbebani. Yang perlu dilakukan oleh pemerintah sebenarnya adalah bagaimana mengusahakan agar beban yang muncul dapat dianggap sebanding oleh berbagai golongan yang ada pada masyarakat Indonesia.

Masih segar dalam ingatan kita, untuk mengetahui pengaruh penyesuaian harga BBM bersubsidi, beberapa universitas ternama telah melakukan studi dan memberi rekomendasi kepada pemerintah. Tetapi sayang, rekomendasi tersebut tidak menjadi kenyataan karena penyesuaian harga BBM tidak jadi dilaksanakan.

Dalam beberapa hari belakangan ini, gagasan untuk menekan jumlah subsidi BBM kembali mengemuka atas inisiatif pemerintah. Yang sangat menonjol dari gagasan tersebut adalah adanya keinginan melawan hukum pasar untuk menekan beban subsidi.

Berkembang pemikiran atau usulan untuk menerapkan lebih dari satu harga untuk komodiditi yang sama atau yang dapat saling disubsitusi pada pasar yang sama. Caranya adalah menjual suatu produk dengan harga yang berbeda kepada golongan konsumen yang berbeda. Undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 dengan jelas melarang dilakukannya tindakan diskriminasi harga.

Dengan demikian, bila penerapan harga BBM yang berbeda pada konsumen yang berbeda (konsumen pengguna mobil pribadi, konsumen pengguna mobil angkutan umum) dilaksanakan tidak melalui keputusan dalam bentuk Undang-undang, maka kebijakan PDIP menolak penerapan harga tersebut dengan alasan ilegal, tidak tepat sasaran dan tidak perlu, akan sangat diapresiasi oleh masyarakat.

Sejarah dari berbagai negara dan Indonesia sendiri telah menunjukkan dengan jelas bahwa penentapan harga yang variatif untuk satu jenis komoditi dalam waktu yang bersamaan, tidak akan mungkin berhasil secara maksimal dan optimal, dan akan mengakibatkan ongkos administratif yang relatif sangat besar. Bagaimanapun dengan kebijakan tersebut tindakan “penyeludupan” akan marak dan tingkat kemarakannya merupakan fungsi dari perbedaan harga yang diterapkan. Semakin besar perbedaan harga maka akan semakin marak “kegiatan penyeludupan”.

Sebelum menerapkan kebijakan harga yang variatif dalam waktu mendatang, maka pertanyaan yang seharusnya dijawab terlebih dahulu apakah seluruh unit retailer (SBPU, pom bensin) di-manage atau dikelola oleh pemerintah sepenuhnya. Kalau jawabannya adalah negatif, maka sudah seyogianya pemerintah berpikir ulang sebelum menerapkan kebijakan harga yang berbeda.

Kebijakan melawan hukum pasar dengan cara menerapkan harga variatif untuk komoditi yang sama di pasar yang sama pada hakekatnya adalah kebijakan yang salah. Sehingga jangan salahkan kaum yang mampu berpikir dan bertindak rasional memanfaatkannya, dan jangan dituduh mereka yang mampu secara ekonomi tidak berhak memperoleh atau mendapatkan manfaat yang diciptakan oleh kebijakan yang salah.

Harus diakui bahwa bila dipandang dari berbagai sudut, beban subsidi BBM yang harus dipikul oleh APBN Indonesia sudah tidak tepat dan tidak baik. Dengan demikian, segala usaha memperbaikinya akan mendapat dukungan masyarakat bila dilakukan secara rasional ekonomis, dengan mempertimbangkan keberadaan berbagai golongan ekonomi masyarakat Indonesia dewasa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar