Dana APBD DKI Jakarta
diperkirakan cukup untuk membuat Ibu Kota DKI Jakarta berubah dalam empat
tahun. Itu bisa terjadi apabila dilakukan dengan cara mengalokasikan
anggaran secara tepat sasaran dan menghentikan kebiasaan membuat program
yang mengada-ada. Atau, membesar-besarkan program yang tidak perlu.
Sementara itu, anggaran untuk
program prioritas tentu bisa dialokasikan jauh lebih besar lagi. Apabila
setiap rencana juga berhasil dieksekusi dengan baik, sehingga anggaran
terserap optimal, maka hasil nyata dari program prioritas tentu akan
terlihat.
Program yang harus
diprioritaskan jelas untuk sektor transprotasi, seperti penyelesaian
kemacetan Ibu Kota dalam program kerja 2013, yang tecermin dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah DKI 2013 untuk anggaran pembelian angkutan kota.
Kemudian, prioritas untuk
prasarana penanggulangan banjir. Sebab, ternyata sebanyak 22,68 persen
warga meminta Pemprov DKI baru meningkatkan kinerja penanggulangan banjir.
Kemudian, soal penanganan sampah dan revitalisasi sungai. Sebagaimana
diluncurkan Pemprov DKI Jakarta, program-program prioritas itu memang harus
dijalankan sehingga perubahan nyata terjadi di Ibu Kota ini. Banjir dan
kemacetan serta permasalahan sampah dan kesehatan serta pendidikan
dirasakan oleh masyarakat luas.
Coba simak, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta 2013 sebagaimana
sudah disetujui oleh DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 49,9 triliun. Penetapan
dan penyusunannya berdasarkan perkembangan ekonomi makro sampai akhir tahun
lalu dan proyeksi ekonomi 2013, yang mengalami peningkatan dengan
pertumbuhan mencapai 7 persen.
Dalam pengadaan prasarana
transportasi, warga Jakarta sendiri berhak mendapatkan penambahan jalan.
Selama ini pemerintah cenderung mengabaikan penambahan ruas jalan bagi
masyarakat sehingga berakibat kemacetan parah saat ini.
Penambahan ruas jalan umum
bukan jalan tol di Ibu Kota itu sejalan dengan pembayaran pajak kendaraan
oleh masyarakat. Apalagi, pemerintah mendapatkan pembayaran pajak yang
sangat besar dari pertumbuhan kendaraan 11 persen per tahun, tetapi
sebaliknya penambahan ruas jalan hanya 0,01 persen.
Sedangkan pembangunan jalan
tol hanya layak dilakukan setelah hak warga untuk mendapatkan akses jalan
maksimal. Misalnya, jalur khusus logistik dari kawasan industri ke
pelabuhan atau pergudangan.
Sayangnya, warga DKI Jakarta
umumnya tidak mengetahui jumlah APBD DKI Jakarta saat ini. Itu
mengindikasikan bahwa perencanaan ABPD DKI Jakarta hanya berdasarkan
pertimbangan elite eksekutif dan legislatif.
Seperti anggaran pendidikan,
banyak tidak diketahui warga sehingga mendapat sambutan antusias ketika
mengetahui bahwa pendidikan 12 tahun akan digratiskan. Padahal, itu sesuatu
yang wajar mengingat pendidikan dalam APBD DKI Jakarta, alokasinya mencapai
Rp 10 triliun.
Berkaitan dengan persoalan
permukiman, pemerintah pada dasarnya juga kurang memperhatikan pentingnya
hunian vertikal seperti rumah susun (rusun). Padahal, rusun diperlukan
sebagai solusi kemacetan lalu lintas. Orang kota, suka atau tidak suka,
harus didorong tinggal di hunian vertikal di tengah kota.
Penyebab lain kemacetan
sifatnya struktural, yakni tata ruang dan tata bangunan. Banyak berdiri
bangunan pencakar langit dan makin besar orang yang bermukim di pinggiran.
Masyarakat saat ini makin tersingkirkan, sehingga cenderung bermukim ke
daerah pinggiran kota lantaran makin tingginya pembangunan gedung di kota.
Dampaknya, kemacetan pun kian tinggi terjadi di daerah pinggiran kota.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar