Senin, 11 Februari 2013

NPWP dan Parpol Taat Pajak


NPWP dan Parpol Taat Pajak
Chandra Budi ;   Bekerja di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan,
Alumnus Pascasarjana IPB
JAWA POS, 11 Februari 2013


WALAU pemilu baru akan berlangsung 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyiapkan draf peraturan tentang pengelolaan dana kampanye pemilu. Salah satu poin penting dalam draf peraturan tersebut adalah kewajiban bagi penyumbang dana kampanye parpol di atas Rp 30 juta untuk mencantumkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Menurut KPU, pencantuman NPWP itu akan memperjelas transparansi perolehan dana kampanye parpol. Sayang, kalangan DPR justru menolak aturan tersebut karena berpotensi menghambat aliran sumbangan dana kampanye. 

Terlepas dari polemik tersebut, setidaknya ada potensi penerimaan pajak yang cukup besar dari rangkaian pemilu mendatang. Namun, penggalian potensi pajak itu menjadi sulit apabila para penyumbang tidak mencantumkan identitas jelas, terutama NPWP. 

Akuntabilitas Parpol 

Ditinjau dari aturan perpajakan, kewajiban mencantumkan NPWP bagi penyumbang dana parpol di atas Rp 30 juta sudah tepat. Selain memenuhi syarat subjektif, yaitu warga negara Indonesia atau perusahaan dalam negeri, mereka dipastikan telah memenuhi syarat objektif atau memiliki penghasilan. Penyumbang di atas Rp 30 juta tentu memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), yaitu Rp 24,3 juta setahun. Sehingga, ada atau tidaknya peraturan KPU tersebut, sebenarnya mereka telah diwajibkan memiliki NPWP menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Kewajiban mencantumkan NPWP bagi penyumbang dana untuk parpol peserta Pemilu 2014 akan memberikan dua keuntungan bagi Ditjen Pajak. Keuntungan pertama adalah tambahan wajib pajak baru potensial yang cukup signifikan. Ini disebabkan penyumbang yang belum ber-NPWP akan segera menjadi wajib pajak. 

Keuntungan kedua adalah data penyumbang yang telah ber-NPWP dapat dijadikan data pembanding atas kewajiban perpajakannya selama ini. Kalau melihat nilai sumbangan yang berasal dari penyumbang dengan identitas tidak jelas cukup besar selama ini, berarti kemungkinan menyimpan potensi pajak juga cukup besar.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana parpol memang sulit diwujudkan. Hasil audit terhadap rekening resmi yang menampung dana parpol masih menemukan data penyumbang dengan identitas tidak jelas. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyebutkan, ada identitas "Hamba Allah". Di sinilah peran pencantuman NPWP dapat membantu. Dengan mencantumkan NPWP secara benar -perlu verifikasi online ke sistem Ditjen Pajak agar meyakini kebenaran NPWP yang dicantumkan- secara otomatis identitas lain dari penyumbang tersebut dapat diketahui (nama, alamat, pekerjaan, dan pembayaran pajaknya). 

Parpol Berstatus Pengusaha 

Akibat penurunan perekonomian global, penerimaan pajak 2012 meleset dari target yang ditetapkan dalam APBNP 2012. Pada 2013, penerimaan pajak meningkat 24,79 persen dari realisasi penerimaan pajak 2012. Sementara itu, perekonomian global justru masih lesu. Tidak ada cara lain, Ditjen Pajak harus melihat peluang potensi penerimaan pajak sebanyak-banyaknya. 

Pesta demokrasi selalu berbiaya besar. Pada Pilpres 2004, dana kampanye keseluruhan calon presiden berkisar Rp 291 miliar. Pada 2009, total dana kampanye peserta pilpres mencapai Rp 500 miliar. Tentunya, pada 2014 mendatang, dana kampanye akan lebih besar lagi. Sebagai pembanding, Barack Obama dalam kampanye presiden 2012 setidaknya mengeluarkan dana hingga Rp 890 miliar. Secara keseluruhan, pada pesta demokrasi 2009, diperkirakan dana yang beredar mencapai Rp 30 triliun (detikcom, 11/3/2009). 

Dari sisi pengeluaran parpol, sebagian besar dana akan terserap untuk belanja iklan, pembuatan kaus dan bendera, serta keperluan konsumtif lainnya. Kalau diperkirakan dana yang mengalir sepanjang Pemilu 2014 dua kali lipat daripada dana Pemilu 2009, ada sekitar Rp 60 triliun uang yang akan dibelanjakan. Diperkirakan 60 persen dana itu dikeluarkan untuk belanja iklan di televisi sehingga penerimaan PPN (pajak pertambahan nilai) dalam negeri saja sudah mencapai Rp 3,6 triliun. 

Sisa dana tersebut akan habis untuk pembelian kaus, spanduk, bendera, dan barang konsumtif lainnya yang diperkirakan potensi penerimaan PPN-nya Rp 2,4 triliun. Total jenderal potensi pajak mencapai Rp 6 triliun. Belum lagi potensi pajak yang berasal dari PPh (pajak penghasilan) atas jasa konsultan politik, konsultan desain, atau konsultan manajemen lainnya.

Agar potensi pajak tersebut menjadi nyata, Ditjen Pajak harus memastikan setiap parpol peserta Pemilu 2014 memiliki NPWP dan berstatus pengusaha kena pajak (PKP). Selain itu, perlu juga segera menyusun mekanisme penyampaian data atau informasi berkaitan dengan keuangan parpol peserta Pemilu 2014 oleh KPU atau Bawaslu kepada Ditjen Pajak. Bila perlu, Ditjen Pajak dan KPU atau Bawaslu segera menandatangani memorandum of understanding (MoU) untuk memperlancar tata cara pencantuman NPWP penyumbang dana pemilu, verifikasi, dan pemanfaatan datanya. 

Seruan taat pajak kepada rakyat tentu wajib diikuti parpol. ●

1 komentar:

  1. "Kewajiban mencantumkan NPWP bagi penyumbang dana untuk parpol peserta Pemilu 2014 akan memberikan dua keuntungan bagi Ditjen Pajak." Kok nggak malu, bilang KEUNTUNGAN. Negara RENTE!!!
    (twitter @epistemik)

    BalasHapus