Mahasiswa
Baru Pertaruhan PTN
Budi Santosa ; Guru Besar
dan Ketua Jurusan Teknik Industri ITS
|
|
JAWA
POS, 13 Februari 2013
BERBEDA dengan sistem tahun lalu, tahun ini para dosen PTN harus
siap menerima, mengajar, serta mendidik mahasiswa yang minimal 50 persen
masuk lewat jalur bebas tes, yaitu seleksi nasional masuk perguruan tinggi
negeri (SNM PTN). Syaratnya adalah nilai ujian nasional (unas) dan rapor
SMA serta prestasi khusus di bidang akademik atau olahraga dan seni. Mereka
ini bahkan bebas biaya pendaftaran karena ditanggung pemerintah.
Tahun lalu PTN harus menerima minimal 60 persen mahasiswa
melalui jalur tes. Sebaliknya, tahun ini maksimal sisanya 50 persen harus
masuk lewat seleksi bersama masuk PTN (SBM PTN) dan seleksi mandiri di PTN.
Tentu saja itu membawa konsekuensi baru bagi PTN. Yang
paling dikhawatirkan tentu saja kualitas mahasiswa yang diterima tanpa tes
itu. Dengan minimal 50 persen mahasiswa baru harus diterima lewat jalur
tanpa tes, kita harus siap menerima akibat dari penjaminan mutu di SMA dan
penyelenggaraan unas. Kami para dosen PTN mengharapkan adanya jaminan mutu
yang memadai untuk evaluasi siswa SMA dan pelaksanaan unas. Jika syarat
kualitas tersebut tidak terpenuhi, PTN yang akan menanggung akibatnya.
Karena itu, sistem penerimaan mahasiswa baru tersebut benar-benar menjadi
pertaruhan bagi PTN.
Selama ini penyelanggaraan uanas selalu menyisakan cerita
kurang sedap. Baik berupa adanya soal bocor, guru memberi siswa akses
menyontek, maupun diknas memberikan target kepada sekolah. Cerita tersebut
tentu saja membuat kita para dosen di PTN merasa ciut nyali, bisakah mutu
mahasiswa yang masuk lewat jalur tanpa tes itu dijamin?
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam hal
ini berani bertaruh bahwa langkah mengintegrasikan unas dan SNM PTN harus
dimulai. Bahwa di sana sini masih terjadi kekurangan dalam pelaksanaan UN
harus diakui. Yang terpenting, dengan aturan ini, pelaksanaan unas harus
diperbaiki sehingga nilai unas bisa dipertanggungjawabkan secara akademik
dan memang mewakili kemampuan siswa. Jika pelaksanaan unas sudah bagus,
berikutnya adalah kualitas nilai evaluasi yang diberikan sekolah di rapor.
Nilai rapor selama ini menjadi wewenang guru kelas. Guru
harus cukup objektif memberikan nilai dan ada standar yang jelas untuk
pemberian nilai ini. Sering kita dengar sekolah merekayasa nilai rapor
karena akan menjadi pertimbangan masuk PTN. Nilai-nilai cenderung akan
ditinggikan. Hal ini tentu memprihatinkan kami yang akan mendidik mereka di
tahap berikutnya.
Kepercayaan diknas dengan aturan baru hendaknya disikapi
secara tepat oleh guru dan kepala sekolah di SMA. Biarkan murid mendapat
nilai yang wajar sehingga nilai tersebut memang mewakili kemampuannya.
Untuk menjaga objektivitas, PTN juga akan
mempertimbangkan kualitas sekolah. Artinya, nilai 8 dari satu SMA tidak
bernilai sama dengan 8 dari sekolah lain. Pemerintah punya ukuran
tersendiri mengenai kualitas SMA. Ada bobot tersendiri mengenai asal
sekolah. Bobot tersebut akan didasarkan kepada sejarah atau rekam jejak
sekolah itu dalam unas maupun SNM PTN sebelumnya.
Bagaimana siswa dari sekolah yang belum punya reputasi?
Jika siswa-siswa pintar berasal dari sekolah yang belum punya sejarah bagus
di uans maupun SNM PTN, bagaimana nasibnya? Siswa tersebut mungkin akan
sulit masuk PTN lewat jalur SNM PTN. Mereka harus membuktikan kemampuannya
lewat SBM PTN. Mereka harus mengikuti tes. Saya kira itu jalan tengah yang
bagus dari pemerintah. Yang penting tetap dijaga agar jalur tes tetap ada.
Jadi, bibit unggul dari sekolah yang ''tidak unggul'' tetap punya peluang
masuk PTN.
Dari sistem baru penerimaan mahasiswa itu yang penting
harus disadari adalah peran sekolah dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama menjaga kejujuran dan objektivitas dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah maupun unas. Jangan berpikir sempit dan jangka pendek
untuk hanya mementingkan anak didik di sekolahnya tanpa menghiraukan
kualitas hasil pendidikan secara keseluruhan.
Bagaimanapun, anak-anak itu yang nanti memegang masa
depan bangsa. Kejujuran tersebut yang akan menghasilkan kondisi ''memang
yang berkualitaslah yang pantas masuk PN lewat jalur tanpa tes''. Ketidakjujuran,
selain akan menyusahkan PTN penerima, bakal menyusahkan para siswa sendiri.
Jangan sampai para siswa harus menanggung beban berat karena sejatinya
mereka tidak pantas masuk di suatu jurusan di PTN. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar