Sabtu, 09 Februari 2013

Luka Pariwisata Indonesia


Luka Pariwisata Indonesia
Agus Dermawan T  ;   Penulis Buku Seni-Budaya,
Penggemar Wisata Indonesia dan Mancanegara
KORAN TEMPO, 09 Februari 2013


“Namun, belum 10 tahun beroperasi, Museum Adam Malik mulai sesak napas. Pasalnya, politik Orde Baru tak ingin ada legenda baru yang bakal mengalahkan sosok Presiden Soeharto. Lalu, pemerintah menghentikan dukungan, sehingga museum pun bangkrut.” 
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari E. Pangestu pernah berkata bahwa pengelolaan pariwisata sangat membutuhkan sinergi kuat antar-institusi. Sebab, baik di Indonesia maupun di negeri mana saja, pariwisata adalah wilayah yang sangat rentan sehingga mudah sekali dilukai. Keamanan yang lengah akan menyayat hasrat pelancong yang akan bertamasya. Infrastruktur yang lemah akan memotong niat pelancong untuk datang. Sikap politik yang ekstrem akan merobek harapan para wisatawan. 
Atas luka pariwisata Indonesia itu, begitu banyak contoh yang bisa diajukan. Namun beberapa amsal di bawah ini mungkin paling bisa menegaskan.
Koran Tempo edisi 9 Januari 2013 menulis informasi dari Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri itu mengatakan sekarang teroris semakin mengincar tempat wisata. Dan terakhir yang diincar adalah Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Tana Toraja (Sulawesi Selatan), setelah Pantai Kuta dan Ubud di Bali disasar pada beberapa tahun lalu. Sasaran di Bima adalah sebuah hotel. Sedangkan yang di Tana Toraja adalah lokasi wisatanya. Ihwal sasaran teroris ini terkuak setelah Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap empat terduga teroris dan menembak mati dua lainnya.
Pantai 
Sebagai negeri lautan, Indonesia mempunyai sangat banyak pantai indah tiada terbilang. Sehingga Tempo Media Group menerbitkan buku 17 Destinasi Favorit -Wisata Bahari Indonesia. Namun, sejauh ini, lantaran keterbatasan anggaran dan rumitnya birokrasi, hanya pantai di sekitar Bali, Lombok, Jakarta, Derawan, dan Bunaken yang digarap. Puluhan pantai lain, dari Kupang sampai Meulaboh, cenderung dibiarkan. Cerita di bawah ini adalah contoh sepotong luka pariwisata yang sesungguhnya gampang disembuhkan. 
Babel (Bangka dan Belitung) diakui sebagai provinsi yang memiliki pantai sangat estetik. Dari Pantai Parai Tenggiri dan Pantai Pasir Padi di Bangka sampai Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Pendam, Pantai Tanjung Kelayang, dan Pantai Tanjung Bungo di Belitung. Pasirnya putih bersemu merah muda. Batu-batu raksasa berbagai ukuran bertebaran secara ajaib di tengah laut dan daratannya, sehingga pantai memiliki dinamika, dengan tekstur tak ada duanya di bumi. Tapi sejauh ini kecantikan pantai-pantai itu hanya jadi longokan penduduk lokal. 
Banyak kelemahan infrastruktur yang bisa ditengarai. Di antaranya moda transportasi yang kurang memadai. Angkutan darat minim. Pesawat terbang terbatas jadwalnya dan kurang serius pelayanannya. Percaya atau tidak, pada 26 April 2012 sebuah pesawat swasta yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Bangka, ternyata membawa tiga keranjang lipan (kaki seribu). Keranjang itu jebol, dan ratusan lipan itu menyeruak keluar dan sebagian memasuki kokpit! Tak ayal, para penumpang bersama di antaranya sejumlah wisatawan ngeri dibuatnya (Radar Bangka, 27 April 2012). 
Kekurangan lain, di tepian pantai itu sangat sedikit restoran dan kafe yang memenuhi syarat. Tidak ada penginapan semacam motel atau hotel. Tahun 1996 memang ada hotel besar yang dibangun di tepian Pantai Tanjung Tinggi. Namun baru berupa struktur, krisis moneter tiba, proyek pun ambruk. Kini bangunan berupa rangka itu bagai rongsokan sisa perang yang mengganggu pemandangan. 
Lebih jauh, karena kurang sepenuh hati disentuh sebagai obyek wisata, sebagian pantai di Bangka tercemar buih pasir akibat ulah KIP (kapal induk pengisap) Timah. Akibatnya, kegemilangan biru laut jadi sedikit butek bagai tercampur susu. 
Museum yang hilang
Indonesia pernah melahirkan seorang Adam Malik. Selain dikenal sebagai mantan Menteri Luar Negeri, Ketua DPR/MPR, dan wakil presiden, Adam Malik adalah seorang kolektor benda seni dan benda ilmu pengetahuan yang luar biasa. Ketika ia wafat, seluruh benda koleksinya dipresentasikan dalam sebuah museum yang jadi obyek pariwisata. Namun virus politik membunuh museum ini. Lalu muncullah segores luka pariwisata yang sungguh sulit dipahami.
Pada 1985, Museum Adam Malik berdiri dengan menempati rumah tinggal Adam Malik di Jalan Diponegoro 29, Jakarta. Ribuan benda memorabilia dipajang. Dari lukisan Cina klasik, lukisan seniman ternama Indonesia, ikon Rusia, keramik, aneka senjata tradisional, patung batu dan logam, peralatan fotografi, sampai puluhan arloji. Wisatawan Indonesia dan dunia sudah berdatangan ke obyek wisata budaya dan pengetahuan ini.
Namun, belum 10 tahun beroperasi, Museum Adam Malik mulai sesak napas. Pasalnya, politik Orde Baru tak ingin ada legenda baru yang bakal mengalahkan sosok Presiden Soeharto. Lalu, pemerintah menghentikan dukungan, sehingga museum pun bangkrut. Menjelang tahun 2000, jajaran koleksi itu ditawar-tawarkan kepada siapa saja (termasuk kepada saya!). Bangunannya yang besar dijual kepada pengusaha Hary Tanoesoedibjo. Prasasti batu Sankhara, sebuah koleksi spektakuler yang memuat gagasan pendirian Candi Borobudur, dijual kepada tukang loak yang sengaja terus mendatangi museum penuh nestapa itu. Untuk selanjutnya, si tukang loak menjualnya kepada seorang kolektor asal Italia. Padahal Museum Adam Malik diprediksi akan menjadi obyek wisata unggulan Jakarta Raya pada masa-masa depan.
Sedangkan di Magelang, dua obyek wisata seni dan edukasi andalan juga ambruk citranya oleh sejumlah hal yang sulit dipercaya. Museum OHD di Jalan Jenggolo kehilangan muka setelah memajang puluhan lukisan palsu pada 2012. Museum Widajat pada Januari 2013 kehilangan napas ketika 141 lukisan dicopoti "maling" dan disembunyikan entah di mana.
Dari beberapa amsal luka di atas, kita jadi sedikit mafhum mengapa dunia pariwisata Indonesia yang sungguh potensial ini seperti pasien yang berurusan dengan rumah sakit melulu. Kerja berat untuk Kementerian Mari E. Pangestu. ●

1 komentar:

  1. pariwisata indonesia adalah pariwisata yang dapat kita banggakan...
    selalu jaga tempat - tempat pariwisata di indonesia demi indonesia di masa depan...

    BalasHapus