Kalau bicara tentang pendidikan, berarti kita bicara tentang masa
depan bangsa. Dan, ketika bicara masa depan bangsa, apa pun harus kita
pertaruhkan. Apalagi kurikulum baru ini, Kurikulum 2013, akan melahirkan
generasi emas tahun 2045, saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun
kemerdekaannya.
Kurikulum merupakan salah satu instrumen amat sentral dan strategis
untuk mencapai tujuan sekaligus pedoman pelaksanaan pendidikan. Oleh karena
itu, pergantian kurikulum pendidikan harus ditelaah secara mendalam agar
benar-benar selaras dengan tujuan yang diharapkan.
Bagaimanapun, kurikulum pendidikan bukan sekadar pedoman teknis
penyelenggaraan pendidikan, melainkan juga mencerminkan falsafah hidup
bangsa, petunjuk arah ke mana bangsa ini akan dibawa, dan bagaimana bentuk
kehidupan bangsa di masa depan. Artinya, pendidikan yang tecermin dalam suatu
kurikulum adalah strategi untuk mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta paling penting memperkuat jati diri bangsa.
Jati diri suatu bangsa akan selalu dihadapkan pada dinamika
perkembangan global. Perkembangan global abad ke-21 telah demikian
kompleks. Suatu bangsa akan eksis dan maju manakala mampu menjawab
tantangan global dengan baik. Di sini, kata kuncinya adalah pendidikan yang
baik. Dengan pendidikan yang baik, kita mempersiapkan sumber daya manusia
terdidik, dengan kompetensi yang dapat diandalkan mengangkat derajat daya
saing bangsa: menjadi bangsa yang maju dan kompetitif.
Aspek Lokalitas
Pendidikan yang baik mutlak butuh kurikulum yang baik pula. Sebuah
kurikulum yang didesain mampu menjawab tantangan perubahan zaman,
mempersiapkan peserta didik untuk tidak saja jadi manusia-manusia unggul
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga memperkokoh jati
diri bangsanya. Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan memberikan manfaat
manakala tak benar-benar diarahkan untuk memperkuat jati diri bangsa. Oleh
karena itu, jangan sampai perubahan kurikulum yang kita lakukan justru
mengabaikan aspek-aspek lokalitas dan berbagai hal yang terkait dengan jati
diri bangsa.
Sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami sembilan kali
perubahan, yaitu pada 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan
2006. Perubahan itu konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Jika pada 2013 ini
kurikulum juga akan berubah, berarti secara mendasar perubahan kurikulum
pendidikan di negara kita sudah mencapai 10 kali.
Terkait dengan hal itu, jangan hanya pergantian kurikulum dan uji
coba kurikulum saja yang menjadi perhatian. Juga bagaimana menjadikan
sektor pendidikan pilar utama pembangunan nasional dan pendorong kemajuan
bangsa sehingga kita tak tertinggal dengan negara lain dalam kompetisi
global.
Sejarah membuktikan, kurikulum pendidikan yang seharusnya mengantarkan
rakyat Indonesia eksis dan mampu berkompetisi di dunia internasional
ternyata belum seperti yang kita harapkan. Menurut sejumlah survei
internasional, kualitas pendidikan nasional secara umum masih tertinggal
dari negara lain. Oleh karena itu, saya mendukung langkah pemerintah
menciptakan kurikulum yang lebih antisipatif, menyesuaikan dengan tuntutan
zaman, yang diyakini mampu melahirkan anak-anak negeri yang sanggup
bangkit, mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia internasional,
tanpa kehilangan jati diri sebagai manusia Indonesia.
Perubahan kurikulum, antara lain, dimaksudkan untuk menyongsong
generasi emas Indonesia. Jika perubahan kurikulum ini dilakukan sekarang,
peserta didik atau siswa sekolah saat ini akan berusia 40-50 tahun pada tahun
2045, pada saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya.
Rentang usia tersebut adalah usia produktif pada level kepemimpinan di
segala sektor dan bidang pekerjaan. Alhasil, masa itu adalah abad emas bagi
Indonesia.
Lembaga internasional, seperti Goldman Sachs dan McKinsey Institute,
telah meramalkan Indonesia akan masuk sebagai the next BRIC (Brasil, Rusia,
India, dan China). Lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan IMF juga
mengatakan, Indonesia termasuk the emerging market countries seperti Turki
dan Korea Selatan.
Prediksi demikian bukan suatu hal yang mustahil, mengingat Indonesia
punya segala hal untuk maju. Sumber daya alam yang melimpah dan variatif
serta penduduk yang besar (sekitar 230 juta jiwa), 70 juta jiwa adalah
kelas menengah yang mempunyai daya kreatif dan daya beli yang tinggi. Belum
lagi kekayaan budaya yang sangat dinamis dan variatif.
Semua itu adalah
potensi geopolitik dan geoekonomi yang sangat kuat bila dikelola secara
baik dan terencana oleh manusia-manusia terdidik. Namun, kata kunci
utamanya adalah pendidikan. Bagian terpenting dari pendidikan itu adalah
adanya kurikulum yang komprehensif.
Jadi, yang perlu diingat, kita sedang menyusun kurikulum untuk
generasi emas Indonesia. Sebuah generasi yang akan memimpin kebangkitan
Indonesia menghadapi tantangan yang jauh berbeda dibandingkan saat ini.
Saran
Untuk itu, saya berharap penyusunan dan penerapan Kurikulum 2013
dilakukan secara cermat dan teliti sehingga dapat diimplementasikan sebaik
mungkin, dengan melibatkan segenap komponen masyarakat terkait. Saya
menyarankan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya
untuk melakukan sosialisasi secara optimal ke sejumlah kalangan terkait
dengan penerapan kurikulum. Transisi implementasi kurikulum lama ke kurikulum
baru hendaknya tidak menimbulkan beban pembiayaan yang tinggi bagi
masyarakat.
Terkait dengan ini, saya ingin menekankan bahwa pendidikan adalah
martabat bangsa. Karena itu, jangan sampai ada yang putus sekolah atau
tidak melanjutkan pendidikannya akibat tidak mampu membayar biaya sekolah,
tak mampu membeli buku dan lain-lain. Bila hal itu terjadi, itu berarti
kita mengabaikan martabat bangsa.
Setiap perubahan tentu melahirkan tantangan sekaligus peluang untuk
maju. Pengalaman bangsa kita dan juga bangsa lain tentu mengajarkan bahwa
mengakomodasi nilai-nilai baru dan meninggalkan nilai-nilai lama yang usang
dimakan zaman tentulah tidak mudah. Namun, selalu ada harapan dan optimisme
untuk selalu maju ke depan menuju kondisi bangsa yang lebih baik dan maju.
Filsuf Bertrand Russel mengatakan, kurikulum penting, tetapi yang tak
kalah penting juga metode pengajaran dan spiritnya. Dengan metode
pengajaran yang tepat dan mengena dalam mengimplementasikan kurikulum
pendidikan, ditambah spirit pendidikan yang selalu menyala di setiap
pengajar dan peserta didik, proses pendidikan itu sendiri tidak terlepas
dari rohnya.
Selamat bekerja Bapak Mohammad Nuh beserta jajarannya. Selamat
mengantarkan generasi emas Indonesia menuju abad kejayaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar