Minggu, 17 Februari 2013

KUR dan Kesejahteraan Rakyat


KUR dan Kesejahteraan Rakyat
Fathur Anas  Peneliti di Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia
SUARA KARYA, 16 Februari 2013


Masih ingat, ketika beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara mendadak mengunjungi tempat pelelangan ikan di Kelurahan Tanjung Pasir, Tangerang, Banten? Dalam kesempatan "blusukan" itu, Presiden SBY mengungkapkan rasa kecewanya karena banyak nelayan tidak tahu mengenai kredit usaha rakyat (KUR). Mereka mengaku buta terhadap mekanisme untuk mendapatkan kredit mikro dari pemerintah tersebut.

Memang, program KUR tidak dikenal luas oleh para nelayan daerah tersebut. Dhus, Presiden SBY pun menegur Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo untuk lebih massif memperkenalkan KUR kepada para nelayan.

Padahal, KUR merupakan salah satu program andalan pemerintah dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja. Bahkan, atas usaha mengembangkan program KUR tersebut, Presiden SBY diakui oleh Global Microcredit Summit Campaign sebagai pemimpin yang berhasil dalam mengembangkan kredit mikro.

KUR sendiri diperkenalkan pertama kali tahun 2007 sebagai salah satu kebijakan andalan pemerintah untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja. Dukungan pemerintah terhadap eksistensi UMKM ini memiliki nilai penting mengingat peran mereka sebagai salah satu penunjang utama kehidupan perekonomian nasional.
Peran penting itu paling tidak dapat dilihat dari dua hal. Pertama, jumlah UMKM di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, jumlah UMKM di Indonesia saat ini mencapai sekitar 55 juta dengan menyerap 97 persen tenaga kerja. Kedua, peran penting UMKM dalam kehidupan perekonomian di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusi mereka di masa krisis ekonomi.

Ketika krisis ekonomi hebat menghantam perekonomian Indonesia, 15 tahun lalu, UMKM justru berperan sebagai jangkar penyelamat ekonomi Indonesia dari keterpurukan lebih dalam. Begitu pula saat krisis ekonomi global melanda sejumlah negara Eropa dan AS, UMKM mampu melindungi perekonomian Indonesia dari hantaman badai resesi.
Dua peran penting itu telah mendorong pemerintah untuk mengembangkan kredit mikro bagi UMKM melalui program KUR. Presiden SBY sadar betul salah satu masalah utama bagi keberlangsungan UMKM selama ini adalah ketiadaan dukungan konkret pemerintah berupa dukungan pendanaan.

Untuk itu, kemudian pemerintah mengucurkan kredit mikro melalui program KUR bagi UMKM. Bahkan, kredit mikro ini dapat diperoleh tanpa harus memberikan agunan karena dijamin secara langsung oleh pemerintah.

Apa yang dilakukan pemerintah dengan memberikan kredit mikro melalui KUR tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Muhammad Yunus di Bangladesh. Muhammad Yunus berhasil mengembangkan kredit mikro melalui Grameen Bank untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Bangladesh. Muhammad Yunus mampu mengembangkan Grameen Bank menjadi 2.200 cabang dengan melayani 6,6 juta peminjam di 71.000 desa.

Lebih dari itu, sekitar 97 persen peminjam merupakan kaum perempuan dengan pengembalian tepat waktu. Atas prestasi itu, Muhammad Yunus kemudian dianugerahkan penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006.

Sejak pertama kali diluncurkan pada 5 November 2007 hingga 5 Oktober 2012, realisasi KUR melalui tujuh bank nasional mencapai Rp 87,97 triliun dan diberikan kepada 7.161.021 debitur. Kemudian, jika dilihat dari sisi sektor ekonomi, sebagaimana data resmi Kementeriaan Koordinator Perekonomian, sektor perdagangan menjadi penyerap terbesar KUR. Penyaluran di sektor perdagangan mencapai Rp.49 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 4,8 juta. Sektor pertanian menjadi sektor kedua terbesar penyerap KUR. Penyaluran di sektor pertanian mencapai Rp 13,6 triliun dengan 951.504 debitur.
Dominasi sektor perdagangan sebagai penerima KUR tentu belum ideal mengingat mayoritas masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Terkait hal itu, perbankan harus memiliki keberanian untuk memberikan kredit mikro kepada para pelaku usaha di sektor pertanian.

Selain itu, dari sebaran wilayah penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jatim dan Jateng dengan jumlah masing-masing Rp 13,1 triliun dan Rp 12,6 triliun masih menjadi provinsi terbesar penyerap. Di masa mendatang diharapkan keberadaan bank pembangunan daerah dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa.

Dalam konteks itu, kekecewaan Presiden SBY terhadap ketidaktahuan nelayan mengenai program KUR harus segera mendapatkan respons dari kementerian-kementerian terkait agar penyaluran KUR di masa mendatang dapat berjalan lebih baik. Perbaikan itu mutlak dilakukan agar Indonesia dapat menjadi role model dan laboratorium dunia bagi pengembangan kredit mikro. Perbaikan itu antara lain berupa penurunan bunga kredit. Saat ini bunga KUR mikro rata-rata sebesar 23 persen, sedangkan KUR ritel rata-rata sebesar 14 persen.

Lebih dari itu, perbaikan kualitas pengembangan kredit mikro juga diperlukan agar UMKM di Indonesia mampu tumbuh dan berkembang sebagaimana diharapkan. Singkat kata, kepedulian terhadap UMKM harus senantiasa ditunjukkan pemerintah. Data statistik menunjukkan sebesar 56,5 persen total produk domestik bruto Indonesia tahun lalu berasal dari UMKM.

Kepedulian pemerintah terhadap UMKM melalui penyaluran KUR merupakan langkah tepat yang harus selalu dijaga keberlangsungannya. Pemerintah tidak boleh lupa bahwa UMKM memiliki nilai strategis bagi kehidupan perekonomian bangsa. Hal itu lantaran lahan "bermain" UMKM merupakan sektor riil yang notabene sangat bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat sehingga tidak hanya bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, tapi juga pemerataan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar