Masih ingat, ketika beberapa waktu lalu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) secara mendadak mengunjungi tempat pelelangan ikan
di Kelurahan Tanjung Pasir, Tangerang, Banten? Dalam kesempatan
"blusukan" itu, Presiden SBY mengungkapkan rasa kecewanya karena
banyak nelayan tidak tahu mengenai kredit usaha rakyat (KUR). Mereka
mengaku buta terhadap mekanisme untuk mendapatkan kredit mikro dari
pemerintah tersebut.
Memang, program KUR tidak dikenal luas oleh para nelayan
daerah tersebut. Dhus, Presiden SBY pun menegur Menteri Kelautan dan
Perikanan Sharif Cicip Sutardjo untuk lebih massif memperkenalkan KUR
kepada para nelayan.
Padahal, KUR merupakan salah satu program andalan
pemerintah dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan
penciptaan lapangan kerja. Bahkan, atas usaha mengembangkan program KUR
tersebut, Presiden SBY diakui oleh Global Microcredit Summit Campaign
sebagai pemimpin yang berhasil dalam mengembangkan kredit mikro.
KUR sendiri diperkenalkan pertama kali tahun 2007
sebagai salah satu kebijakan andalan pemerintah untuk membantu usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) dalam rangka pengurangan kemiskinan,
pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja. Dukungan pemerintah terhadap
eksistensi UMKM ini memiliki nilai penting mengingat peran mereka sebagai
salah satu penunjang utama kehidupan perekonomian nasional.
Peran penting itu paling tidak dapat dilihat dari dua
hal. Pertama, jumlah UMKM di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah, jumlah UMKM di Indonesia saat ini mencapai
sekitar 55 juta dengan menyerap 97 persen tenaga kerja. Kedua, peran
penting UMKM dalam kehidupan perekonomian di Indonesia juga dapat dilihat
dari kontribusi mereka di masa krisis ekonomi.
Ketika krisis ekonomi hebat menghantam perekonomian
Indonesia, 15 tahun lalu, UMKM justru berperan sebagai jangkar penyelamat
ekonomi Indonesia dari keterpurukan lebih dalam. Begitu pula saat krisis
ekonomi global melanda sejumlah negara Eropa dan AS, UMKM mampu melindungi
perekonomian Indonesia dari hantaman badai resesi.
Dua peran penting itu telah mendorong pemerintah untuk
mengembangkan kredit mikro bagi UMKM melalui program KUR. Presiden SBY
sadar betul salah satu masalah utama bagi keberlangsungan UMKM selama ini
adalah ketiadaan dukungan konkret pemerintah berupa dukungan pendanaan.
Untuk itu, kemudian pemerintah mengucurkan kredit mikro
melalui program KUR bagi UMKM. Bahkan, kredit mikro ini dapat diperoleh
tanpa harus memberikan agunan karena dijamin secara langsung oleh
pemerintah.
Apa yang dilakukan pemerintah dengan memberikan kredit
mikro melalui KUR tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Muhammad
Yunus di Bangladesh. Muhammad Yunus berhasil mengembangkan kredit mikro
melalui Grameen Bank untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran di
Bangladesh. Muhammad Yunus mampu mengembangkan Grameen Bank menjadi 2.200
cabang dengan melayani 6,6 juta peminjam di 71.000 desa.
Lebih dari itu, sekitar 97 persen peminjam merupakan kaum
perempuan dengan pengembalian tepat waktu. Atas prestasi itu, Muhammad
Yunus kemudian dianugerahkan penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 5 November 2007
hingga 5 Oktober 2012, realisasi KUR melalui tujuh bank nasional mencapai
Rp 87,97 triliun dan diberikan kepada 7.161.021 debitur. Kemudian, jika
dilihat dari sisi sektor ekonomi, sebagaimana data resmi Kementeriaan
Koordinator Perekonomian, sektor perdagangan menjadi penyerap terbesar KUR.
Penyaluran di sektor perdagangan mencapai Rp.49 triliun dengan jumlah
debitur sebanyak 4,8 juta. Sektor pertanian menjadi sektor kedua terbesar
penyerap KUR. Penyaluran di sektor pertanian mencapai Rp 13,6 triliun
dengan 951.504 debitur.
Dominasi sektor perdagangan sebagai penerima KUR tentu
belum ideal mengingat mayoritas masyarakat Indonesia bekerja di sektor
pertanian. Terkait hal itu, perbankan harus memiliki keberanian untuk
memberikan kredit mikro kepada para pelaku usaha di sektor pertanian.
Selain itu, dari sebaran wilayah penyerapan KUR masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jatim dan Jateng dengan jumlah
masing-masing Rp 13,1 triliun dan Rp 12,6 triliun masih menjadi provinsi
terbesar penyerap. Di masa mendatang diharapkan keberadaan bank pembangunan
daerah dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa.
Dalam konteks itu, kekecewaan Presiden SBY terhadap
ketidaktahuan nelayan mengenai program KUR harus segera mendapatkan respons
dari kementerian-kementerian terkait agar penyaluran KUR di masa mendatang
dapat berjalan lebih baik. Perbaikan itu mutlak dilakukan agar Indonesia
dapat menjadi role model dan laboratorium dunia bagi pengembangan kredit
mikro. Perbaikan itu antara lain berupa penurunan bunga kredit. Saat ini
bunga KUR mikro rata-rata sebesar 23 persen, sedangkan KUR ritel rata-rata
sebesar 14 persen.
Lebih dari itu, perbaikan kualitas pengembangan kredit
mikro juga diperlukan agar UMKM di Indonesia mampu tumbuh dan berkembang
sebagaimana diharapkan. Singkat kata, kepedulian terhadap UMKM harus
senantiasa ditunjukkan pemerintah. Data statistik menunjukkan sebesar 56,5
persen total produk domestik bruto Indonesia tahun lalu berasal dari UMKM.
Kepedulian pemerintah terhadap UMKM melalui penyaluran
KUR merupakan langkah tepat yang harus selalu dijaga keberlangsungannya.
Pemerintah tidak boleh lupa bahwa UMKM memiliki nilai strategis bagi
kehidupan perekonomian bangsa. Hal itu lantaran lahan "bermain"
UMKM merupakan sektor riil yang notabene sangat bersentuhan dengan hajat
hidup masyarakat sehingga tidak hanya bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi,
tapi juga pemerataan kesejahteraan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar