Rabu, 13 Februari 2013

Ketidakmerataan Ekonomi


Ketidakmerataan Ekonomi
Agus Suman ;   Ekonom Universitas Brawijaya 
SUARA KARYA, 12 Februari 2013


Isu ketidakmerataan ekonomi tampaknya makin menjadi momok bersama. Isu ini juga diangkat oleh lembaga nirlaba Oxfam dalam World Economic Forum baru-baru ini. Bahwa terdapat kesenjangan yang sangat timpang antara orang terkaya dan miskin. Saat ini, meski jumlah orang terkaya hanya satu persen dari keseluruhan penduduk dunia, tetapi dalam dua dekade terakhir ini, pendapatan mereka telah meningkat sekitar 60 persen.

Tahun 2012, 100 orang terkaya dunia menikmati pendapatan bersih hingga mencapai 240 triliun dolar AS. Sementara, orang-orang miskin dan kekurangan hanya berpendapatan kurang dari 1,25 dolar AS (sekitar Rp 12 ribu) per hari.
Kondisi ketidakmerataan di kelompok negara maju sendiri juga tidaklah lebih baik. Termasuk di dalamnya, kelompok negara yang tingkat kesenjangannya sudah tinggi, seperti Amerika dan Israel, maupun kelompok yang selama ini dikenal relatif rendah, seperti Jerman, Swedia, dan Denmark. Ketidakmerataan di negara-negara itu pun cenderung makin memburuk (Blog Bappenas, 22/2/2012).

Dua puluh lima tahun lalu, perbandingan antara pendapatan dari 10 persen penduduk terkaya terhadap 10 persen penduduk termiskin "baru" mencapai tujuh kali. Sekarang, perbandingan itu meningkat menjadi sembilan kali. Bahkan, di negara-negara dengan tingkat kesenjangan tinggi, kondisinya makin merisaukan. Demikian pula di negara-negara dengan tingkat kesenjangan relatif rendah, ternyata juga mengalami peningkatan. Jika pada era 1980-an, perbandingannya masih berkisar lima kali, sekarang telah meningkat menjadi enam kali. Bagaimana di Indonesia?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas enam persen per tahun cukup menggembirakan. Padahal, banyak negara lain tumbuh di bawah itu dan bahkan ada pula yang tingkat pertumbuhannya minus.

Sebuah lembaga yang khusus meneliti orang-orang superkaya, Wealth-X, dalam laporannya, World Ultra Wealth Report 2012-2013, menginformasikan adanya pertambahan jumlah orang kaya dan harta kekayaannya yang sangat signifikan.
Selama 2011-2012, jumlah orang kaya di Indonesia dengan nilai harta lebih dari 30 juta dolar AS menjadi 785 orang. Ini meningkat 4,7 persen dari tahun sebelumnya.
Maka jumlah miliarder dengan rata-rata kekayaan minimal 2 miliar dolar AS tercatat 25 orang. Sedangkan kalangan superkaya Indonesia dengan kekayaan minimal 30-49 juta dolar AS berjumlah 380 orang. Di antaranya ada yang mencapai 120 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.152 triliun). Angka itu mendekati angka belanja negara dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 1.683 triliun.

Peningkatan jumlah orang superkaya itu juga diikuti dengan peningkatan harta kekayaan mereka, yakni dari 85 miliar dolar AS (31/8/2011) menjadi 120 miliar dolar AS (31/7/2012), atau meningkat 41,2 persen dibanding posisi setahun sebelumnya.
Tak mengherankan kalau 50 jutawan Indonesia dengan mudah memborong 50 unit Mercy SLS AMG, mobil mewah senilai hampir Rp 5 miliar per unit. Padahal, penjualan mobil yang sama di Malaysia dan negara-negara Asia Tenggara lain masing-masing tidak sampai 10 unit.

Sementara itu, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menjelaskan, kelompok masyarakat miskin di Indonesia masih cukup banyak. Jumlahnya sekitar 29 juta orang dan yang tergolong miskin mencapai 70 juta orang.

Itulah yang tecermin dalam Indeks Gini kita, yang dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Peningkatan Indeks Gini itu mengindikasikan adanya ketimpangan distribusi pendapatan yang makin memprihatinkan. Lihatlah perkembangan indeks tersebut. Tahun 2009 masih 0,37, lalu meningkat menjadi 0,38 (2010), naik menjadi 0,41 (2011), dan tetap bertengger di angka 0,41 (2012). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar