Rabu, 13 Februari 2013

Kapan Indonesia di Udara Dunia?


Kapan Indonesia di Udara Dunia?
A Zen Umar Purba ;   Mantan Wartawan
KOMPAS, 13 Februari 2013


Kita patut berterima kasih kepada televisi asing: Channel NewsAsia. Stasiun televisi Singapura itu dalam rubrik ”Culture Shock”, Sabtu, 9 Februari, menyiarkan pertunjukan kuda lumping di Taman Fatahillah, Jakarta.

Dalam siaran yang meliput halaman luas sekitar taman itu, terlihat pula Tugu Monas yang, bersama Taman Fatahillah, merupakan ciri khas Jakarta. Pada era elektronik sekarang, melalui stasiun televisi yang disiarkan global itu, orang dimudahkan menikmati keadaan di mancanegara.

Tarian di Xinjiang, biarpun bagian dari China, unik karena berbau Turki. Kita juga bisa menyaksikan bagaimana memetik buah zaitun di Tunisia, kuatnya pengaruh Islam pada tarian flamenco di Spanyol, atau Masjid Palermo di Sisilia yang dulu kampung halaman mafia.

Siaran televisi internasional dewasa ini tak hanya lewat CNN, BBC, atau Australia NetW. Sudah muncul sejumlah televisi internasional, baik yang berbahasa Inggris maupun bukan. Beberapa televisi yang pertama terlihat adalah Arirang (Korea), CCTV News (China), dan Al Jazeera (Qatar).

TV5 Le Monde (Perancis) tidak berbahasa Inggris, tetapi menyediakan program berbahasa itu, juga teks bahasa Inggris untuk acara tertentu dan film. Demikian pula DWTV (Jerman) yang menyediakan seksi berbahasa Inggris. TVE (Spanyol), RAI (Italia), NHK (Jepang), dan beberapa lagi tidak berbahasa Inggris, tetapi omongan dalam bahasa-bahasa itu mudah diikuti. Ada pula televisi yang khusus bagi penutur bahasa Mandarin, seperti TVB 8.

Sejauh penelusuran di siaran mancanegara, saya tidak pernah melihat acara televisi dari Indonesia, baik yang berbahasa Inggris maupun bukan. Beberapa televisi kita dewasa ini punya seksi bahasa Inggris, tetapi itu hanya untuk konsumsi lokal. Selebihnya bahasa Inggris lebih banyak digunakan untuk nama rubrik saja, isinya tetap bahasa sendiri.

Serampang 12

Kabarnya ada rencana membuat siaran internasional. Sudah saatnyalah! Bukankah RI negara luas—selebar jarak London ke Teheran. Kita negara kepulauan terbesar di dunia yang daerah air lebih luas daripada daerah daratnya, lepas dari kenyataan kita masih mengimpor ikan dan garam. Republik yang memiliki sumber daya alam melimpah meski dengan berbagai catatan. Indonesia adalah negara sangat demokratis dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi—hus, jangan sebut—masih banyak korupsi.

Yang jelas, keindahan alam Indonesia tak terperikan. Sudah waktunya menyebarkan informasi tentang Laut Ambon yang jernih, perairan Sulawesi Utara dengan Bunaken, Papua yang kaya sumber daya alam, Flores dengan komodo yang langka, Bromo dan Dieng yang indah, Malioboro yang masih tetap asri, Parahyangan nan gemulai, Minangkabau yang punya kelok 44 menuju Danau Maninjau, dan Danau Toba yang tetap cantik kendati sudah ditempel industri.

Paralel dengan warisan alam, Indonesia bangga sekali dengan warisan seni, budaya. Kendati tari Bali sudah mendunia, orang tak bosan menontonnya, seperti juga menyaksikan Borobudur.

Namun, orang mungkin lupa bahwa Sumatera Timur dan Riau pernah jadi pusat tari Serampang 12 dan di Kalimantan ada kesenian Dayak. Sekadar menunjukkan kesenian Melayu yang berada dekat dengan Malaysia. Tari Saman (Aceh) atau Asmat (Papua) yang kerap digelar adalah sekadar contoh lain. Bukan hanya batik (Solo) yang membuat Indonesia terkenal, melainkan juga kain tenun ikat (NTT) atau kain songket (Palembang).
Segudang lagi kekayaan seni budaya Indonesia di 33 provinsi itu yang, kalau digabung dengan aset alam di atas, mungkin tidak akan habis disiarkan dalam setahun! 
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentulah akan sibuk dengan PR besar untuk melibatkan para pemangku kepentingan bagi kemungkinan pengisian acara televisi global.

Katak di Bawah Tempurung

Menjual Indonesia lewat udara menyebabkan kita otomatis melakukan inventarisasi terhadap aset pariwisata dan seni budaya. Khusus tentang yang terakhir, kegiatan ini akan dapat memperbaiki sikap kita untuk tidak semata-mata defensif melihat aset seni kita diklaim orang luar. Siapa pun di dunia diharapkan tidak akan seperti katak di bawah tempurung melihat Indonesia. Gambaran tentang Indonesia menjadi jelas dan berkelanjutan, berbeda kalau hanya ditayangkan lewat misi kesenian atau acara oleh kantor perwakilan RI.

Target lanjut tentu adalah dunia usaha: investor dan pebisnis yang telah melihat jelas wajah dan tubuh Indonesia. Saya bukan ahli pertelevisian, tetapi mengadakan siaran televisi publik yang ditangkap di mancanegara tentu memerlukan biaya yang tak terkira. Karena itu, diperlukan dorongan kuat ke otoritas terkait yang bersama-sama dengan pihak legislatif akan menghasilkan satu kemauan politik. Saya yakin manfaat siaran televisi publik itu akan berbuah segera, paling kurang di bidang pariwisata. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar