Sabtu, 02 Februari 2013

Islam dan Alam Lingkungan


Islam dan Alam Lingkungan
Asyhari Abta ;  Rois Syuriah PWNU DI Yogyakarta
SUARA KARYA, 01 Februari 2013

  
Bumi merupakan tempat berpijak bagi manusia untuk melangsungkan fase kehidupan dunia. Di bumi ini, manusia hidup dengan berbagai fasilitas yang sangat mencukupi disediakan oleh bumi untuk kebutuhan seluruh umat manusia. Sebagaimana diutarakan Gus Dur bahwa alam telah cukup menyediakan kebutuhan bagi umat manusia, kecuali mereka yang serakah.
Karena bumi ini telah diciptakan untuk fase kehidupan manusia dan kepentingan manusia pula, maka sekaligus menjadi tanggung jawab besar umat manusia dalam pengelolaannya. Dengan demikian, umat manusia berkewajiban untuk menjaga bumi ini dari kerusakan sehingga eksistensi umat manusia pun langgeng di atas bumi ini.
Agama (Islam) merupakan salah satu ujung tombak yang mengajarkan berbagai dalil dan ajaran tentang alam. Islam bukan hanya sekadar agama dengan spiritualitas belaka. Lebih dari itu, Islam telah mengonsepkan gerakan hijau untuk keseimbangan dan eksistensi alam yang pada gilirannya juga memiliki pengaruh untuk eksistensi umat manusia.
Selain sebagai agama secara spiritual dan sosial, Islam juga universal terhadap kondisi alam atau bumi ini. Sehingga jelas bahwa Islam adalah agama yang peduli dengan lingkungan ketika berbagai dalil diuraikan dan disarikan dari teks ajarannya. Banyak dari ayat Al Quran dan Hadis yang menerangkan tentang alam (kauniyah), kerusakan bumi karena keserakahan manusia, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang aktivis dan konsultan lingkungan, Ibrahim Abdul Matin bahwa Islam tidak hanya menaruh perhatian kepada persoalan spiritual dan interaksi dengan sesama, tetapi juga menginspirasi umat untuk peduli kepada alam. Al Quran menyebut manusia sebagai khalifah, artinya 'wakil Tuhan' untuk melaksanakan titah-Nya di bumi, termasuk menjaga dan merawat bumi.
Dengan demikian, Islam sebagai agama telah menginteraksikan dan mengintegrasikan hubungannya dengan ranah berketuhanan, berkemanusiaan, dan berkealaman. Trilogi ini merupakan bentuk satu kesatuan yang mewujud dalam ajaran Islam yang rahmatan lil alamain (kasih sayang bagi seluruh alam). Fondasi keberagamaan (Islam) tersebut merupakan konsep dasar dari ajaran moral-spiritual umat manusia yang hendaknya dijadikan falsafah kehidupan.
Selain hubungannya dengan Tuhan dan berbuat baik terhadap sesama, Islam juga mengajarkan agar manusia senantiasa menjaga dan turut aktif melestarikan alam. Di sinilah konsep 'agama hijau' yang diusung dalam pemikiran Ibrahim Abdul Matin, aktivis kulit hitam asal Amerika tersebut. Suatu konsep yang pada dasarnya tidak terlepas dari pemaknaan-pemaknaan berbagai dalil yang menegaskan bahwa Islam adalah agama hijau, yakni agama yang peduli terhadap alam. Agama hijau merupakan jalan rohani sekaligus jalan ilmiah. Salah satu fakta yang kurang dipahami mengenai Islam adalah bahwa Islam bersesuaian dengan ilmu pengetahuan. Tidak ada pertentangan antara ajaran Islam dan ilmu pengetahuan.
Tuhan, melalui para nabi dan kitab suci, telah memberikan perintah yang jelas kepada manusia untuk menjaga bumi. Perintah ini bersifat rohani sekaligus ilmiah. Berkat ilmu pengetahuan, manusia menjadi lebih tahu tentang penciptaan dan cara terbaik untuk menjaganya.
Dengan demikian, Islam mengisyaratan setidaknya enam prinsip etis dalam kaitannya dengan bumi atau alam semesta, yakni tauhid (kesatuan Tuhan dan ciptaan), ayat (tanda-tanda Tuhan), khalifah (penjaga di bumi), amanah (kepercayaan Tuhan), adl (menegakkan keadilan), dan mizan (kehidupan yang seimbang dengan alam). Keenam prinsip etis tersebut ditekankan oleh Islam dalam upaya untuk menjaga dan melestarikan bumi atau alam ini.
Dalam realitasnya, manusia memang dianugerahi pikiran dan nafsu. Keduanya merupakan satu kesatuan yang digunakan manusia untuk bertindak. Akan tetapi, terkadang nafsu manusia itu lebih dominan dalam mengendalikan tindakan, sehingga pikiran pun digunakan untuk mengikuti alur nafsu yang negatif. Hal itu bisa dibuktikan dalam tindakan manusia mengeksploitasi alam sehingga tidak jarang mengakibatkan bencana alam.
Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, erosi, dan lain sebagainya tentunya adalah akibat dari perbuatan manusia. Itu pun telah jelas diprediksikan oleh kitab suci (Al Quran) dalam satu ayatnya tentang kerusakan bumi yang diakibatkan oleh ulah tangah manusia yang serakah dan hanya mengedepankan nafsu hewani semata.
Maka, konsep agama hijau harus dilandaskan pada sendi-sendi kehidupan umat manusia di dunia. Kenapa, tidak lain adalah demi eksistensi hubungan ekologis antara manusia dengan alam. Harmonisme antara manusia dan alam memang harus terus diupayakan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia dan juga alam semesta.
Mengamalkan prinsip agama hijau berarti mengambil jalan yang jarang dilalui. Itu berarti membuat pilihan yang berat dan percaya kepada Sang Pencipta saat membuat berbagai pilihan. Semangat untuk mengambil jalan yang jarang dilalui inilah yang dimiliki generasi muslim awal ketika mereka dikejar-kejar kaum Quraisy, suku di Mekkah yang merupakan asal Nabi Muhammad. Energi itu pulalah yang tersimpan dalam hati para sahabat Isa as yang mendorong mereka membuat keputusan untuk menempuh jalan lain dari semua orang di sekitar mereka.
Di sisi lain, penguatan ajaran agama untuk melindungi alam merupakan tanggapan dari gerakan lingkungan yang terlampau disekulerkan (dilepaskan dari agama). Padahal, hendaknya semangat tersebut muncul dari kalangan beragama karena agama telah mengajarkan gerakan lingkungan yang demikian itu. Oleh karenanya, umat manusia (muslim) hendaknya bekerja untuk melindungi planet ini atas dasar keimanan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar