Satu
Tahun Terakhir
Indra J. Piliang, KETUA BADAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEWAN PIMPINAN PUSAT PARTAI GOLKAR
Sumber
: KORAN TEMPO, 30 Desember 2011
Bangsa
yang besar ini sekarang menjadi bangsa yang malang. Bukan karena kesalahan
rakyatnya, melainkan akibat ketiadaan keseriusan aparatur hukum dan
pemerintahan dalam menyelesaikan persoalan. Pada Desember 2011 ini saja
mengemuka persoalan lahan dan konflik di belahan barat, tepatnya di Mesuji,
yang terletak di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan. Dari belahan timur
menyeruak persoalan di Bima, Nusa Tenggara Barat, ketika aparat keamanan
membubarkan aksi mahasiswa dan petani dengan tembakan. Korban nyawa tak
terelakkan.
Sementara
itu, kalender pemilihan umum mulai berjalan. Proses seleksi 14 calon anggota
Komisi Pemilihan Umum sudah dimulai pada tahap awal, yang dilakukan oleh
pemerintah. Dari ke-14 nama itu, akan dipilih 7 orang untuk menjadi komisioner
yang menjalankan pemilu legislatif 2014 serta pemilihan presiden dan wakil
presiden 2014. Belum lagi kesibukan di Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk
menyelesaikan paket undang-undang bidang politik. Proses itu berjalan
bersamaan.
Yang
juga sudah dimulai adalah konsolidasi di kalangan peserta pemilu, yakni
partai-partai politik. Daftar nama calon presiden dan wakil presiden sudah
mulai dimunculkan. Masyarakat yang semakin kritis malah seperti tak membutuhkan
partai-partai politik, terutama akibat banyaknya kasus korupsi yang melibatkan
politikus dan penyelenggara negara lainnya. Hanya, kita patut bersyukur,
mengingat mayoritas rakyat mendukung demokrasi dengan segala risiko negatifnya.
Catatan
lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya lebih banyak terlibat dalam
agenda-agenda internasional, baik yang diadakan di Indonesia ataupun di luar
negeri. Bahkan peluncuran bukunya pun dilakukan di Paris, Prancis. Kalaupun
"terdengar" bersuara dalam masalah-masalah dalam negeri, lebih banyak
masuk ke persoalan manajemen pemerintahan. Agenda-agenda besar sepertinya
kurang dikumandangkan, terutama di bidang perlindungan warga negara dari
perilaku aparatur pemerintahan yang jauh dari prinsip-prinsip hak asasi
manusia.
Padahal
Presiden memiliki segalanya untuk melakukan kampanye apa pun. Presiden adalah
panglima tertinggi Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara, serta
atasan langsung Kepala Kepolisian RI dan Jaksa Agung. Masalah sepertinya
dibiarkan berlarut, misalnya menyangkut Gereja Kristen Indonesia Yasmin di
Bogor. Dalam penyelesaian masalah Papua, Unit Percepatan Pembangunan Papua dan
Papua Barat kurang mendapatkan dukungan logistik, sumber daya manusia, dan
payung regulasi. Masalah pertanahan yang semestinya menjadi pekerjaan utama
Badan Pertanahan Nasional kurang menampakkan hasil. Kaum tani makin terjepit
dalam pusaran arus liberalisasi di bidang pertanahan.
Mau
tidak mau, pemerintahan di masa mendatang layak menyusun skala prioritas dari
karut-marut persoalan negeri ini. Dan semuanya itu berujung pada kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Kinerja ekonomi
sudah relatif baik, terutama karena kemampuan Wakil Presiden Boediono bersama
timnya yang menjalankan prinsip "banyak bekerja, sedikit bicara". Maka
saya termasuk yang tidak sependapat dengan argumen bahwa bangsa ini dipimpin
oleh autopilot. Kita punya sejumlah pemimpin, baik di dalam maupun di
luar pemerintahan, tapi tidak semuanya mendapatkan porsi pemberitaan yang
maksimal akibat banyaknya masalah.
Prioritas
masalah yang patut dikerjakan dalam setahun ke depan adalah keadilan sosial
menyangkut pertanahan. Tanah di Indonesia tidak semuanya milik negara, tapi
juga milik perseorangan, ulayat ataupun kaum adat. Pesatnya usaha eksploitasi
kekayaan alam Indonesia berupa tambang, dan proses pembangunan infrastruktur
yang membutuhkan lahan, pastilah bersentuhan dengan tanah. Belum lagi usaha
perkebunan besar yang mayoritas adalah penanaman modal asing. Silang-sengkarut
masalah pertanahan muncul akibat ketidakjelasan soal kepemilikan atas tanah.
Masalah
lain terkait dengan posisi aparatur penegak hukum dan penjaga keamanan. Polisi,
dalam hal ini, menjadi instansi yang paling disorot. Sepanjang 2011, begitu
banyak konflik yang terjadi antara warga dan polisi, mulai persoalan sederhana
seperti salah tembak dan salah tangkap, sampai salah prosedur sengketa
perusahaan dengan warga. Posisi polisi sebagai pelindung masyarakat menjadi
kehilangan makna ketika yang terjadi justru sebaliknya. Karena itu, perlu usaha
yang serius dari lingkup internal dan eksternal kepolisian untuk mengembalikan
posisi polisi sebagai instansi yang dipercaya publik.
Yang
lain adalah semakin banyaknya persoalan yang terkait dengan menurunnya kekuatan
infrastruktur fisik, seperti jembatan dan jalan. Publik teraniaya di jalan,
selama berjam-jam dan berhari-hari, hanya karena kemacetan lalu lintas,
termasuk di pelabuhan penyeberangan. Anggaran bidang infrastruktur malah
digunakan untuk kepentingan di luar itu atau bahkan terindikasi dikorupsi oleh
pejabat publik. Bencana alam menambah tingkat kerusakan. Prioritas penggunaan
anggaran di bidang infrastruktur ini diperlukan sehingga lalu lintas barang dan
manusia semakin lancar. Keselamatan manusia juga hendaknya makin terjamin.
Tentu
prioritas lain juga susul-menyusul. Ada agenda-agenda di bidang legislasi yang
melibatkan pemerintah dan DPR. Ada agenda-agenda di bidang hukum yang terkait
dengan lembaga yudikatif, termasuk prosedur penyidikan, penyelidikan, sampai
penuntutan di kepolisian dan kejaksaan. Ada juga agenda di bidang pertahanan
yang menyangkut posisi Indonesia sebagai negara yang berbatasan dengan sepuluh
negara lain. Semakin banyak inventarisasi agenda-agenda persoalan itu, lalu
dilakukan kajian yang bersifat empiris, serta diusung sebagai agenda bersama
oleh elemen-elemen penting warga negara--termasuk masyarakat sipil dan
pers--maka semakin jelas arah perjalanan bangsa ini ke depan.
Yang
patut digarisbawahi adalah semakin terbatasnya waktu yang dimiliki, terutama
oleh pemerintah dan anggota legislatif hasil Pemilu 2009. Tahun 2012 bisa
dikatakan sebagai tahun terakhir untuk menyelesaikan agenda-agenda besar itu.
Soalnya, terus-terang saja, 2013 adalah tahun kalender politik nasional. Sistem
multipartai tanpa pemenang mayoritas menyebabkan setiap elemen partai politik
di pemerintahan dan di luar pemerintahan akan bekerja keras menang dalam
pemilu.
Belum
lagi pemilihan kepala daerah yang berlangsung di provinsi dengan jumlah
penduduk besar yang berlangsung pada 2012-2013, seperti DKI Jakarta, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Seluruh elemen partai politik
dipastikan akan terlibat penuh dalam agenda pemilihan kepala daerah yang
berjalan, selain mempersiapkan diri di seluruh area untuk Pemilu 2014.
Akibatnya, bisa jadi nantinya akan sedikit sekali pihak yang mengurus
pemerintahan, apabila semakin banyak pemimpin partai politik yang berada di
lembaga eksekutif dan legislatif yang bekerja untuk pemilihan kepala daerah.
Tidak
adanya "jeda pemilihan kepala daerah" di Indonesia, akibat
pelaksanaannya yang tidak serentak, menimbulkan implikasi berupa campur aduknya
kerja di pemerintahan (publik) dengan kerja di ranah politik praktis. Model
pemilihan kepala daerah di Indonesia juga memunculkan persoalan dengan
ketiadaan partai oposisi, karena semua partai politik bekerja sama di daerah.
Singkatnya,
perlu penegasan komitmen dari elemen partai-partai politik untuk bekerja lebih
keras demi publik. Komitmen itu ditambah dengan pemberian konduite kepada
partai-partai politik yang memang menempatkan posisi dengan baik, di satu sisi
bekerja di level pemerintahan pusat dan daerah, di sisi lain melakukan
diferensiasi dengan program-program internal kepartaian. Pendidikan politik
juga ditujukan ke arah itu sehingga tidak mudah muncul generalisasi. Karena
sistem politik di Indonesia sepenuhnya bersifat "pengeroyokan",
penjelasan yang bersifat mendetail sangat dianjurkan dilakukan. Dan semoga 2012
berjalan dengan lebih baik lagi?. Selamat tahun baru. l
Catatan
lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya lebih banyak terlibat dalam
agenda-agenda internasional, baik yang diadakan di Indonesia maupun di luar
negeri. Bahkan peluncuran bukunya pun dilakukan di Paris, Prancis. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar