Sang
Kala dan Kesekejapan Kita
Ninok Leksono, PIMPINAN REDAKSI KOMPAS
Sumber : KOMPAS, 28 Desember 2011
”Time was, when we had fun on the schoolyard
swings; When we exchanged graduation rings. One lovely yesterday” (”Duerme/Time
Was”, lagu ciptaan Miguel Prado, lirik [Inggris] SK Russell, [Spanyol] Gabriel
Luna)
”It is not what the man of science believes
that distinguishes him, but how and why he believes it. His beliefs are
tentative, not dogmatic; they are based on evidence, not on authority or
intuition (Yang membuat pekerja sains dihormati bukan ’apa’ yang ia yakini,
tetapi ’bagaimana’ dan ’mengapa’ ia meyakini hal itu. Keyakinannya bersifat
sementara, tidak dogmatik; dan keyakinan tersebut didasarkan pada bukti, bukan
pada kekuasaan atau intuisi)”, Bertrand Russell (1872-1970), seperti dikutip
John Gribbin, The Universe-A Biography, 2006).
Manakala sebuah tahun nyaris berakhir, banyak
orang mengambil waktu untuk mengenang kembali apa yang telah berlalu setahun
kemarin. Itu sebabnya dalam bahasa Latin ada peribahasa ”olim
meminisse iuvabit”,
yang artinya ”menyenangkan untuk menoleh pada hal-hal yang telah lewat”.
Itu sebabnya pula penulis lagu seperti Miguel
Prado tergerak untuk menulis kenangan saat di sekolah. Semua kenangan tersusun
dalam kerangka waktu, mulai dari yang ”serasa baru kemarin” (recent
past) atau yang ”sudah lama sekali”, mungkin hingga saat kita masih anak kecil,
saat terjauh kita bisa mengingat, dan lebih dari itu kita tak mampu lagi
mengingatnya.
Dalam film fiksi ilmiah, pernah muncul judul Back
to the Future atau—sebaliknya—kembali ke masa silam, misalnya ke era dinosaurus
sebelum punah 65 juta tahun silam. Kuncinya tentu saja ada ”mesin waktu”. Menurut
fisikawan teoretik Paul Davis, membuat mesin semacam itu tidak akan mudah,
tetapi bisa jadi mungkin (Scientific
American, Special
Collector’s Edition, Vol 21, No 1, Spring 2012).
Kita tahu, riwayat seorang manusia, riwayat
satu bangsa, riwayat peradaban, juga riwayat Bumi, bahkan riwayat alam semesta,
bertumpu pada rentang waktu. Namun, di sisi lain, waktu sendiri bukan ”hal
biasa” yang simpel. Pemahaman manusia akan waktu berkembang dari waktu ke
waktu. Dalam kaitan inilah pernyataan filsuf Bertrand Russell di atas kita
angkat.
Edisi khusus Scientific
American di atas juga kita angkat karena ada banyak wawasan baru yang
dijelaskan di sana, sebagian sudah pernah kita dengar dan sebagian lainnya
benar-benar hal baru yang mencengangkan.
Satu hal yang dibahas dalam edisi ini adalah
waktu dari sisi biologi. Wujudnya adalah jam biologi yang bekerja menurut
menit, bulan, atau tahun yang membantu otak dan tubuh bekerja dalam jadwal.
Seperti ditulis Karen Wright, ada kronometer (penala waktu) di sel yang seperti
membunyikan alarm hingga—misalnya—ada kenaikan hormon untuk menstruasi setiap
bulan.
Belum seluruh fisiologi tentang bekerjanya
jam biologi diketahui oleh para ahli, tetapi neurolog dan pakar jam tubuh sudah
mulai menjawab sejumlah pertanyaan mendesak yang dipicu oleh pengalaman manusia
terkait dengan dimensi keempat ini (tiga dimensi lain adalah panjang, lebar,
tinggi, atau ruang). Antara lain, mengapa waktu serasa terbang saat kita
bersenang-senang?
Kesekejapan dan Kesemestaan
Dari satuan-satuan waktu yang lazim dalam
ranah ilmu pengetahuan ataupun kehidupan, ada yang paling sekejap (kalau ini
boleh untuk melukiskan pendeknya waktu terpendek) hingga yang paling lama. Yang
jelas, rentang yang terpendek dan terpanjang dalam satuan waktu sungguh lebar.
Yang terpendek adalah attosekon. Ini adalah
sepermiliar-miliar detik. Dengan laser berkecepatan tinggi, peneliti bisa
menghasilkan cahaya yang berpendar hanya selama 250 attosekon. Luar biasa
singkat bukan? Bahkan, mungkin sulit untuk dibayangkan.
Namun—menurut David
Labrador yang menyusun daftar satuan waktu terpendek dan terpanjang di Scientific
American—cahaya laser di atas masih jauh lebih panjang dibandingkan dengan apa
yang disebut ”waktu Planck”, yang kalanya adalah sekitar 10 pangkat minus 43
detik, yang merupakan durasi paling pendek yang mungkin.
Setelah attosekon, ada femtosekon
(sepersejuta-miliar detik), pikosekon (seperseribu-miliar detik), nanosekon
(sepermiliar detik), mikrosekon (sepersejuta detik), milisekon (seperseribu
detik), sepersepuluh detik, detik, menit, jam, hari, tahun, abad, juta tahun,
miliar tahun.
Aktivitas kehidupan manusia umumnya adalah
dalam satuan detik (misal untuk rekor olahraga), menit, jam, hingga tahun.
Angka 100 tahun untuk harapan hidup manusia masih antara ”ya” dan ”tidak”.
Namun, 100 tahun dibandingkan dengan cahaya
laser tersingkat dalam attosekon di atas jelas sudah berlipat miliar kali.
Sebaliknya, dibandingkan dengan kala geologis, atau kala kosmik, 100 tahun
masih masuk dalam per miliarnya.
Dalam umurnya yang sekitar 13,7 miliar tahun,
alam semesta telah mengembang demikian mahaluas, berisi triliunan obyek, mulai
dari planet, bintang, galaksi, hingga berbagai obyek eksotik, mulai dari komet
hingga pulsar dan kuasar. Salah satu galaksi terdekat dari Bumi adalah Andromeda,
tetapi jaraknya adalah 2,3 juta tahun cahaya (satu tahun cahaya sekitar 9,5
triliun km). Artinya, kalau manusia bisa punya pengalaman hidup dalam juta
tahun dan ia bisa punya wahana antariksa berkecepatan cahaya, yang 300.000 km
per detik, dalam satu juta tahun ia belum sampai separuh jalan menuju
Andromeda.
Namun, meski terkungkung oleh berbagai
keterbatasan, dalam usia peradaban—dan kala hidup pendek—manusia berhasil
menjangkau kejauhan, dan dengan itu mendapatkan pemahaman baru, pertama tentang
waktu dan berikutnya tentang kesemestaan, serta seiring dengan itu hakikat
eksistensi.
Ketika mengamati galaksi-galaksi tua,
astronom menyadari, citra yang mereka lihat melalui perangkat Ultra Deep Field
Hubble sudah menempuh perjalanan tidak kurang dari 13,6 miliar tahun. Karena
pentingnya instrumen ini, sebelum Hubble purnatugas, AS-Kanada dan negara Eropa
telah menyiapkan teleskop angkasa generasi maju, yakni James Webb Space
Telescope (Astronomy,
September, 2010)
Menurut Herman Minkowski (ahli matematika guru
Albert Einstein), saat kita melihat Matahari, kita tidak saja melihat sebuah
benda di ruang, tetapi sekaligus juga benda pada satu waktu. Jadi, ”di mana”
yang sebelumnya sering dibedakan dengan ”kapan”, sejak pencerahan Minkowski
tahun 1908 di atas, lalu menjadi satu kesatuan (Tim Folger, Extreme
Universe, Discover, 2010).
Dari rangkaian pertanyaan tentang ”kapan” dan
”bagaimana” alam semesta tercipta, sepotong demi sepotong terkuak misteri
tentang waktu, tentang keperiadaan manusia, juga tentang grand-design
seperti yang diajukan oleh fisikawan Stephen Hawking (dan Leonard Mlodinov,
2010). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar