Lima
Tantangan Ekonomi Dunia 2012
Bambang Prijambodo, DIREKTUR PERENCANAAN MAKRO BAPPENAS
Sumber
: KOMPAS, 30 Desember 2011
Pada tahun 2012 ekonomi dunia dihadapkan pada
lima tantangan pokok, yaitu krisis utang Eropa, perlambatan ekonomi dunia,
perubahan iklim dan bencana alam, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika
Utara, serta harga pangan dan energi.
Upaya penyeragaman fiskal serta pemberian
pinjaman Bank Sentral Eropa (ECB) 489 miliar euro kepada perbankan Eropa
pascapaket menyeluruh akhir November 2011 belum meredakan kekhawatiran terhadap
krisis utang Eropa. Sinyal kuat bahwa Eropa mampu keluar dari krisis utang
belum muncul. Utang yang besar, risiko menjalar yang cepat, komitmen reformasi
dan langkah konkret yang lamban, kemampuan membayar yang lemah, serta kegagalan
koordinasi dan sentimen yang tinggi belum mampu diredakan (lihat ”Krisis Utang
Eropa Tetap Berat”, Kompas, 5 Desember 2011).
Kekhawatiran bahkan tak saja terpusat pada
Yunani, tetapi melebar pada negara yang berpotensi menimbulkan krisis keuangan
global lebih besar, seperti Italia dan Spanyol. Perkembangan terakhir PDB
triwulan III- 2011, ekonomi Yunani dan Irlandia turun 5,2 persen dan 0,1 persen
(y-o-y). Ekonomi Italia juga turun 0,2 persen (q-t-q) dan diperkirakan
mengalami resesi triwulan IV-2011. Pada 2012, ekonomi zona euro diperkirakan
resesi. Polling The Economist Desember 2011 memperkirakan ekonomi zona euro
2012 turun 0,3 persen dari prediksi bulan sebelumnya yang diperkirakan tumbuh
positif 0,4 persen. Imbal hasil surat utang Yunani per 23 Desember 2011 masih
sangat tinggi (29,0 persen). Untuk Italia dan Spanyol 6,9 dan 5,3 persen.
Solusi mendasar bagi penyelesaian krisis
utang Eropa juga belum tampak nyata. Penyesuaian struktural yang diperlukan
agar pemulihan tetap berlangsung ketika defisit anggaran dan utang pemerintah
harus ditekan, tak terlalu kuat. Tahun 2012 merupakan periode menentukan bagi
keberlangsungan zona euro.
Jika kecepatan penyesuaian struktural lebih
lambat dari kontraksi ekonomi akibat pengetatan fiskal serta langkah konkret
lain tak mampu mengatasi penurunan tingkat kepercayaan yang terjadi, krisis
keuangan global yang mendorong resesi global diperkirakan terulang lagi.
Seberapa besar bahaya krisis keuangan global
yang disebabkan oleh krisis utang Eropa? Sulit dipastikan. Apabila krisis
keuangan global hanya dipicu utang Yunani, dampaknya di atas kertas lebih kecil
dari krisis keuangan Lehman Brothers 2008. Bolong neraca Lehman sebelum krisis
613 miliar dollar AS, sedangkan utang Pemerintah Yunani 2010 sebesar 435 miliar
dollar AS. Namun, jika krisis ini meluas dan mendorong Italia gagal bayar
dengan utangnya yang 2,44 triliun dollar AS, krisis utang Eropa berpotensi
lebih berbahaya baik terhadap stabilitas keuangan global maupun pemulihan
ekonomi dunia. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pasar uang AS
mempunyai keterpaparan langsung yang cukup besar terhadap perbankan Eropa.
Logika yang disampaikan mantan PM Inggris,
Gordon Brown, pada 2011 di China cukup beralasan. Apabila krisis keuangan
Lehman hanya mencakup utang swasta, krisis Eropa melibatkan utang pemerintah
dan perbankan. Pemulihan ekonomi dunia juga diperkirakan perlu waktu lebih
lama. Negara-negara maju tak punya ruang yang luas lagi untuk ekspansi fiskal
apabila resesi global terjadi kembali.
Koordinasi langkah penanganan dalam
menghadapi kemungkinan krisis keuangan global antara lain melalui G-20 juga tak
terlihat sekuat sebelumnya. Satu-satunya faktor yang memperkecil risiko krisis
keuangan global adalah unsur predictability. Tak seperti krisis Lehman yang
keterkaitan utangnya sebelumnya tak terlihat, krisis utang Eropa yang merupakan
utang pemerintah lebih transparan sehingga sudah diantisipasi jauh sebelumnya.
Pertumbuhan Melambat
Kalaupun krisis keuangan global dapat
dicegah, pertumbuhan ekonomi dunia 2012 dipastikan melambat lebih besar dari
perkiraan. Eropa diperkirakan mengalami resesi di 2012. Terdapat perbaikan
tingkat kepercayaan di AS dengan pengangguran menurun menjadi 8,6 persen pada
November 2011 dan tingkat kepercayaan konsumen secara musiman membaik menjelang
akhir tahun. Tetapi sumber pertumbuhan masih rentan.
Pada triwulan III-2011, konsumsi masyarakat,
investasi swasta, dan ekspor melambat masing-masing menjadi 2,0 persen, 1,0
persen, dan 6,0 persen (y-o-y). Pengeluaran pemerintah turun semakin besar (2,4
persen, y-o-y).
Harapan terletak pada Asia meski dipastikan
tidak sekuat sebelumnya. Jepang diperkirakan tumbuh di atas 2 persen. Dorongan
ekonomi China dan India (total menyumbang 13,2 persen terhadap PDB dunia) juga
diperkirakan tak sekuat sebelumnya. Ekonomi China dan India melambat secara
bertahap sejak triwulan III-2010 dan hanya tumbuh 9,1 persen dan 6,9 persen
pada triwulan III-2011 (y-o-y).
Belum melambat seperti triwulan terakhir
2008, tetapi kecenderungan ini menunjukkan Asia tak kebal dari penurunan yang
terjadi di Eropa dan kerentanan pemulihan ekonomi di AS. Ekspor dan impor China
sejak Agustus 2011 menurun meski belum pada tingkat terendah seperti 2008.
Investasi langsung di China juga mulai menurun.
Terdapat kekhawatiran bahwa ekonomi China
akan mengalami krisis besar akibat gelembung ekonomi dan kesehatan perbankan
yang diragukan selama ini. Namun, risiko ini kemungkinan tak besar. Cadangan
devisa China yang besar (3,2 triliun dollar AS) serta ketahanan fiskal yang
kuat akan mampu mencegah kemungkinan krisis mata uang dan perbankan serta
memungkinkan China melakukan ekspansi fiskal untuk menjaga momentum
pertumbuhannya.
Proyeksi IMF September 2011, ekonomi dunia
2012 akan tumbuh pada tren jangka panjang 4 persen. Suatu tingkat pertumbuhan
ekonomi dunia yang normal, tidak baik, juga tidak terlalu buruk. Dengan perkembangan
triwulan terakhir 2011, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan lebih rendah.
Meski tidak diturunkan jadi 2,5 persen (batas pertumbuhan di mana ekonomi dunia
dikatakan mengalami resesi), perekonomian dunia 2012 tak secerah 2010 dan 2011.
Krisis
Politik
Risiko krisis politik di Timteng dan Afrika
Utara pada 2012 tak boleh diremehkan meski pada 2011 tak membahayakan
perekonomian dunia. Benturan antara tuntutan demokrasi dan budaya kesukuan
serta rigiditas pemerintahan tetap menjadikan kawasan Timteng dan Afrika Utara
rawan konflik internal.
Krisis selanjutnya dapat berasal dari
kekhawatiran terhadap pembangunan instalasi nuklir Iran. Apabila serangan
militer Israel, sebagaimana pernyataan Tel Aviv awal November 2012, dilakukan
terhadap Iran, dampaknya diperkirakan cukup besar terhadap ekonomi dunia.
Gambaran ini diungkapkan Menteri Pertahanan AS. Meski tak dirinci, serangan
militer ke Iran dapat mengakibatkan gejolak harga minyak mentah dunia dengan
jalur pelayaran di kawasan Teluk yang tidak lagi aman. Risiko juga dapat meluas
apabila serangan militer mengundang dukungan negara-negara Arab lain serta
melibatkan Rusia dan China baik secara langsung maupun tidak.
Krisis politik lain dapat berasal dari
kegagalan proses transisi di Korea Utara sepeninggal Kim Jong Il. Secara
keseluruhan krisis politik 2012 belum pada tahap mengkhawatirkan meski berisiko
lebih besar dari 2011. Ini menuntut penyelesaian mendasar dengan mendorong
peran aktif PBB, AS, China, Rusia, serta forum di berbagai kawasan dalam
menjaga stabilitas politik dunia.
Iklim dan Bencana Alam
Perubahan iklim dan bencana alam diperkirakan
memengaruhi kondisi ekonomi dunia 2012 dan seterusnya. Rentetan bencana alam
yang cukup besar sejak awal 2011 antara lain terjadi di Selandia Baru, Jepang,
Turki, Thailand, dan terakhir di Filipina, mengindikasikan risiko bencana yang
makin banyak, makin luas, makin besar, dan makin sulit diperkirakan (lihat
”Teguran Keras Pemanasan Global”, Kompas, 19 Desember 2011).
Perubahan iklim dan bencana alam berpengaruh
terhadap rantai produksi ekonomi dunia. Transmisinya segera terasa kepada
kegiatan ekonomi dunia. Meski tak berpotensi mengakibatkan resesi ekonomi
dunia, perubahan iklim dan bencana alam dapat berpengaruh besar pada
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat negara bersangkutan. Juga
dibutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkannya.
Harga Pangan dan Energi
Perubahan iklim dan krisis politik Timteng
dan Afrika Utara diperkirakan akan mengakibatkan harga pangan dan energi tetap
tinggi meski harga komoditas non-energi, terutama bahan baku industri, menurun
bertahap sejak awal 2011 oleh sinyal perlambatan ekonomi dunia. Banjir di
Thailand ikut mendorong harga beras yang Juli 2010 masih 440 dollar AS menjadi
sekitar 600 dollar AS per ton November 2011. Pasar beras internasional 2011
diselamatkan dari bencana banjir Thailand antara lain oleh tak adanya lonjakan
permintaan seperti dari Filipina 2008. Harga beras Thailand Mei dan Juni 2008
sempat melonjak hingga sekitar 900 dollar AS per ton.
Harga pangan dunia 2012 dihadapkan pada
risiko gangguan produksi di negara-negara penghasil pangan terbesar serta
lonjakan permintaan di negara-negara berpenduduk besar. Harga rata-rata minyak
mentah dunia tetap berfluktuasi rata-rata di atas 100 dollar AS per barrel
sejak Maret 2011 meski sinyal perlambatan ekonomi dunia cukup kuat. Data
terakhir yang dipublikasikan Energy Information Administration mengindikasikan
penurunan produksi minyak mentah Iran dapat ditutup oleh peningkatan produksi
di Libya.
Tetapi tidak terlihat peningkatan produksi
OPEC yang cukup besar 2012. Ini kemungkinan terkait upaya OPEC menjaga harga
minyak mentah pada tingkat 100 dollar AS per barrel. Gambaran peningkatan
produksi non OPEC 2012 juga tak setinggi 2011 kecuali untuk kawasan Amerika
Lain dan sedikit peningkatan di Laut Utara.
Secara keseluruhan, risiko ke bawah (downside
risk) ekonomi dunia 2012 tetap besar. Perlu langkah cepat, tepat, dan konkret
di tingkat global untuk mengatasi krisis utang Eropa, meredakan ketegangan
politik di beberapa kawasan penting dunia, serta menyiapkan diri terhadap
perubahan iklim dan bencana alam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar