KPK
Baru dan Agenda Pemberantasan Korupsi
Anu, PESERTA DISKUSI GOVERNANCE AND REFORM IN INDONESIA
DI CHATHAM HOUSE, LONDON, PADA
AWAL DESEMBER 2011
Sumber
: SINDO, 23 Desember
2011
Dengan dilantiknya Abraham Samad dan
rekan-rekan sebagai pimpinan KPK periode 2011–2015 oleh Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) pekan lalu, maka mereka resmi memimpin institusi
terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut.
Ekspektasi masyarakat terhadap KPK tentu akan semakin tinggi, terlebih lagi terdapat kritikan yang cukup tajam terutama dari media serta aktivis antikorupsi mengenai kemungkinan kompromi politik dalam pemilihan pimpinan KPK. Disisilain, dengan pemilihan figur Abraham Samad sebagai ketua KPK yang masih relatif berusia muda—untuk standar umur pejabat tinggi di Indonesia— serta steril dari lingkungan elite Jakarta, setidaknya memberi harapan bahwa nantinya beliau akan lebihtegas, dinamis, dan independen.
Dari aspek legalitas hukum, KPK mempunyai kedudukan hukum yang paling kuat, yakni dibentuk melalui Undangundang Nomor 30 Tahun 2002. Hal penting yang membedakan KPK dengan tim atau lembaga sejenis dalam sejarah Indonesia adalah mereka dapat merekrut sendiri sebagian besar stafnya tanpa terikat oleh keharusan menggunakan aparatur negara. Namun, untuk penyidik serta penyelidik, KPK tetap terikat aturan undang-undang untuk menggunakan tenaga polisi dan jaksa untuk menjalankan fungsi tersebut yang menjadi titik terlemah dari segi organisasinya.
Kemudian, KPK juga diberi wewenang melakukan penyadapan: otoritas yang penting karena pekerjaan KPK mengandalkan bukti langsung bahwa tertuduh koruptor menerima suap. Contoh keberhasilan wewenang penyadapan adalah kasus jaksa Urip pada 2008 dan Jaksa Sistoyo pada 2011 yang tertangkap saat menerima dana suap sebesar hampir Rp6 miliar dan Rp100 juta. Kerja sama yang baik dengan Presiden SBY merupakan kunci keberhasilan KPK dalam menjalankan fungsinya selama ini.
Menurut ketentuan hukum, untuk memeriksa pejabat tinggi aktif KPK harus memperoleh izin dari Presiden. Setidaknya hingga kini Presiden SBY memberikan kemudahan dalam pemberian izin tersebut seperti kepada para beberapa anggota DPR maupun kepala daerah yang masih aktif menjabat. Diperkirakan hampir 100 izin bagi pemeriksaan pejabat negara/ pemerintahan yang telah dikeluarkan oleh KPK. Kemudian dari segi sumber daya, baik dana maupun fasilitas, KPK memperoleh dana melalui APBN yang relatif cukup untuk menunjang operasinya.
Selama 2010 KPK telah merealisasikan Rp264 miliar lebih anggarannya (KPK, 2010). Tentu kita masih ingat bagaimana ketidakoptimalan komisi atau lembaga bergerak pada isu antikorupsi di masa lalu yang sumber dananya tidak memadai. Misalnya Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional dan beberapa institusi lain. Karenanya hubungan kerja antara Presiden dan KPK merupakan suatu kemitraan yang sangat penting dalam konteks reformasi institusi di Indonesia.
Mungkin tingkat kepentingannya bisa disamakan dengan hubungan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam usaha menjaga stabilitas politik nasional baik dalam lembaga legislatif maupun eksekutif. Tentu saja sebagai lembaga negara yang kiprahnya selalu disorot oleh media,maka KPK juga menuai berbagai macam kritikan. Yang paling sering digugat adalah masalah diskriminasi yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan kegiatan penindakan hukum.
KPK dianggap tidak dapat menyelesaikan kasus yang melibatkan figur-figur dalam ling-karan kekuasaan. Kemudian juga dalam melakukan tindakan prosekusi terhadap para pejabat pemerintah membuat para pejabat pemerintah menjadi enggan membuat keputusan. Hal ini disebabkan mereka tidak ingin nantinya keputusannya berimplikasi pada tuntutan dirinya oleh KPK karena diduga terlibat korupsi di masa mendatang.
Mendorong Reformasi Institusi
Dengan jumlah staf kurang lebih 400 pegawai dan berdiri hanya lebih dari 7 tahun,KPK dianggap sebagai institusi antikorupsi yang cukup berhasil dalam sejarah Indonesia. Bahkan keberhasilannya diakui pada tingkat internasional dengan diberikannya integrity award oleh Bank Dunia pada 2010 kepada Chandra Hamzah. Setidaknya KPK bersama Presiden SBY,melalui kegiatan penuntutan hukum, sudah dapat menurunkan efek imunitas bagi para pejabat dan mantan pejabat yang diduga melakukan korupsi.
Saat ini para pejabat dan mantan pejabat akan berpikir lebih panjang apabila ingin melakukan korupsi. Pekerjaan yang paling mendesak di masa mendatang adalah bagaimana KPK dan Presiden SBY membantu mendorong reformasi institusi di lembaga penegak hukum lain seperti Kepolisian RI, Jaksa Agung,serta Mahkamah Agung. Saat ini terlihat ketiga lembaga tersebut merasa dipermalukan dengan tindakan KPK menangkap aparatur mereka yang terlibat korupsi.
Karenanya merupakan tantangan besar bagi Abraham Samad serta Presiden SBY, selain terus meningkatkan prosekusi terhadap koruptor tapi juga dilakukan pendekatan institusi serta komunikasi yang terpadu terhadap ketiga lembaga tersebut akan pentingnya reformasiinstitusidiinstansimasingmasing. Apabila dilihat pada kasus di negara Korea Selatan,Singapura dan Hong Kong: inisiatif antikorupsi yang berhasil adalah bila institusi penegak hukumnya berhasil direformasi sehingga aparatnya dapat melaksanakan tugas dengan baik, dihormati, serta mempunyai integritas tinggi.
Akibatnya, lembaga antikorupsi seperti KPK peranannya akan menjadi jauh lebih berkurang dengan kondisi institusi penegak hukum yang relatif bersih dan independen. Tentu ini pekerjaan rumah besar bagi pimpinan KPK saat ini dan Presiden SBY untuk mewujudkan tugas yang mahaberat ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar