Jumat, 30 Desember 2011

Akrobatik Hukum Akan Berjanjut pada 2012


Akrobatik Hukum Akan Berjanjut pada 2012
Bambang Soesatyo, ANGGOTA KOMISI III DPR FRAKSI PARTAI GOLKAR
Sumber : SINDO, 30 Desember 2011



Pengingkaran terhadap kebenaran menyebabkan mekanisme penegakan hukum terus menggugat hakikat kebenaran itu sendiri.Kebenaran ditafsirkan sebagai kepentingan kekuasaan dan pengadil.

Potret penegakan hukum 2011 pun identik dengan tontonan sirkus yang mengecewakan, memalukan sekaligus menakutkan, dan memprihatinkan. Untuk meyakinkan publik atau sekadar memuaskan dahaga pers, badut-badut sirkus penegakan hukum tampil di ruang publik menyosialisasikan konstruksi sejumlah kasus itu.

Menggunakan kewenangan, didukung dalih hukum yang ditafsirkan sesukanya, badut-badut itu merekayasa dan menyulap salah menjadi benar dan benar menjadi salah. Sirkus dan ulah para badut tadi, plus kepentingan sempit kekuasaan dan uang suap, menyebabkan hukum di negara ini tidak memiliki kepastian lagi. Sudah barang tentu publik merasa geli dan bingung menyikapi kebuntuan proses hukum Skandal Bank Century.

Ketua KSSK mengaku hanya bersedia bertanggung jawab atas sekitar Rp680 miliar lebih dana talangan. Kalau jumlah yang dicairkan sampai Rp6,7 triliun,bukankah angka itu sudah menunjukkan ada penyimpangan dalam bailout dan valid sebagai bukti? Kalau dikatakan belum ada bukti, itu jelasjelas kebohongan.

Apalagi surat SMI kepada Presiden mengonfirmasi ada penyelewengan itu, yakni data BI tidak akurat. Publik pun dibuat tercengang ketika menyimak isi dakwaan terhadap aktor utama kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin. Dakwaan itu memperlihatkan ada penjungkirbalikan fakta pengakuan Nazaruddin.

Nama-nama penting sebuah partai politik dan seorang menteri yang keterlibatannya telah berulangkali diteriakkan Nazaruddin sama sekali tidak disebut- sebut dalam dakwaan itu. Dalam kasus mafia pajak, upaya membohongi publik praktis gagal total.Karena disebut mafia,publik langsung mendeskripsikan kasus ini sebagai sebuah organisasi kejahatan dengan spesialisasi penggelapan atau pencurian pajak negara.

Organisasi mafia punya anggota banyak dengan jaringan luas. Ketika Gayus Tambunan akhirnya berhasil dibawa pulang ke Jakarta oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH),publik membayangkan Gayus yang eselon bawah di Direktorat Jenderal Pajak akan menyebut sejumlah nama.Lagilagi, penegak hukum menghindar dari kewajibannya memeriksa sosok-sosok penting yang diduga terlibat kejahatan.

 Kebijakan Amatiran

Penanganan kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) pun sama menggelikannya. Faktanya dijungkirbalikkan agar pihak yang melaporkan memenuhi syarat menjadi tersangka. Mantan panitera pengganti MK,Zaenal Arifin Hoesein, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Padahal, Zaenal yang melapor pemalsuan itu kepada Ketua MK Mahfud MD.

Sementara mantan pejabat KPU Andi Nurpati yang kini menjadi petinggi partai berkuasa yang diduga terlibat praktis belum ditetapkan statusnya sebagai tersangka. Padahal,kesaksian para terperiksa nyata-nyata memojokkan mantan pejabat KPU itu. Kasus aneh yang tetap menjadi perhatian publik hingga kini adalah suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Tanpa pernah mendengar keterangan atau kesaksian dari pihak yang melakukan suap, sejumlahorangdivonisbersalah dan dipenjarakan. Setiap kali ditanyakan siapa penyuap sesungguhnya dan kapan akan ditangkap, penegak hukum hanya bisa berdalih. Setelah sekian lama, baru sekarang terbuka kemungkinan untuk mengungkap sosok pemberi suap dalam kasus ini.

Kepentingan kekuasaan dalam proses penegakan hukum tampak jelas dalam kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana koruptor dan terorisme. Sudah diperkirakan sebelumnya bahwa kebijakan ini bakal menimbulkan guncangan politik. Kebijakan itu abnormal sejak proses perumusannya.Banyak kalangan sudah mengingatkan bahwa kebijakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28/2006 tentang Remisi.

Begitu diumumkan ke publik, kebijakan ini dihujani kritik dan kecaman.Sadar bahwa penggunaan kata moratorium itu salah,Wamenkumham Denny Indrayana buru-buru mengubahnya menjadi pengetatan. Dia melakukan perubahan itu dalam hitungan jam. Dari situ, tergambar jelas betapa rapuhnya kebijakan pengetatan remisi itu.

Fenomena Berbahaya

Fenomena penegakan hukum sedang mempertontonkan preseden sangat buruk. Rakyat kecewa karena terusmenerus dibohongi. Sebagai bangsa,rakyat merasa malu karena penegakan hukum dikelola dengan manajemen kebohongan publik. Para ahli hukum mengimbau Presiden agar peduli pada keanehan proses penegakan hukum sekarang ini.Toh, pada akhirnya Presiden tampak ambivalen.

Dalam kasus perburuan Nazaruddin, Presiden bisa mengeluarkan instruksi terbuka kepada Polri untuk menangkap Nazaruddin.Itu bukan intervensi hukum, melainkan kepedulian terhadap penyelesaian sebuah masalah. Pertanyaannya, kalau Presiden begitu peduli pada kasus Nazaruddin,mengapa kadar kepedulian yang sama tidak diberikan terhadap kasus lain? Semua kejanggalan dalam proses penegakan hukum itu mengindikasikan masih kuatnya peran mafia hukum.

Artinya, pemberantasan mafia hukum sudah bisa dikatakan gagal total.Karena itu,masa tugas Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) tak perlu diperpanjang. Satgas ini makin nyata tidak berperan manakala vonis bebas puluhan terdakwa koruptor terjadi di sejumlah Pengadilan Tipikor.

Singkat kata, tahun 2011 merupakan tahun kelam kemanusiaan dengan terjadinya peristiwa Mesuji dan NTB dan tahun penjungkirbalikan hukum untuk kepentingan kelompok tertentu. Memasuki 2012 pun menurut saya tidak akan membawa perubahan yang berarti. Hampir tidak ada celah untuk terjadinya situasi hukum yang kondusif. Imbas politik sandera yang terjadi selama pemerintahan SBY-Boediono sejak 2009 akan terus mewarnai hingga tahun depan.

Tarik-menarik kepentingan elite akan terus meningkat yang berakibat mandeknya penegakan hukum. Kasus korupsi besar yang terjadi tidak akan terselesaikan dengan baik. Tak aneh bila kemudian kasus- kasus korupsi besar yang terjadi pada 2011 akan terus menjadi batu sandungan pemerintahan SBY-Boediono pada 2012. Menurut saya, kasus Century pada 2012 akan ‘meledak’ menjadi lebih besar.

Kekecewaan penanganan kasus Century dan hasil audit forensik BPK yang jauh panggang dari api akan berujung pada hak menyatakan pendapat. Bila itu terjadi, kegaduhan politik akan mengiringi pergantian pemerintahan SBY dengan pemerintahan baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar