Lidah
KPK Soal Century
Margarito Kamis, DOKTOR
HUKUM TATA NEGARA, STAF PENGAJAR PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Sumber
: SINDO, 31 Desember 2011
Pimpinan baru KPK mulai bersuara
soal Century. Kali ini suara mereka meluncur beberapa jam setelah Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menyerahkan hasil audit tertentu
lanjutan, Jumat siang tanggal 23 Desember yang lalu kepada DPR.
Tak tanggungtanggung, Abraham Samad,ketua baru KPK, seorang dirilah yang bersuara. Tegas, itulah kesan yang tersematkan pada lidah Abraham dibanding lidahlidah KPK sebelumnya. Mungkin karena masih sangat baru di lingkungan KPK, Abraham tidak bicara hal-hal teknis.
Mungkin itu pula sebabnya Abraham tidak bicara, misalnya, KPK belum menemukan niat jahat, bagian dari mensrea dalam kasus ini. Apakah lidah Abraham punya marwah, begitu juga komisioner lainnya, sehingga kepada mereka harapan penuntasan kasus Century dapat digantungkan?
Lidah Bermarwah
Seperti lidah semua orang, lidah Abraham, juga lidah tiga komisioner lainnya yang baru terpilih, pasti tak bertulang. Namun, sekalipun sama-sama tak bertulang, marwah lidah setiap orang berbeda. Lidah orang yang tahu beningnya marwah kebesaran, berbeda jauh dengan lidah koruptor. Kebohongan setidak-tidaknya mencla-mencle tidak pernah menjadi teman, apalagi sahabat sejati lidah orang-orang yang punya marwah kebesaran. Kebohongan dan mencla-mencle adalah lidah korup.
Abraham dan sejawatnya di KPK pastilah tahu bahwa mereka adalah orang-orang besar, punya marwah. Sebagai orang-orang yang punya marwah, tidak mungkin misalnya, pada suatu waktu bilang kami sedang bekerja, dan akan terus bekerja menuntaskan kasus Century, tetapi di lain waktu mencla-mencle. Bilang terusmenerus bekerja menuntaskan kasus Century, tetapi publik menemukan kenyataan yang jauh panggang dari api.
Mungkin ada kelemahan Timwas Century, tetapi lidah Abraham dan kawan-kawan komisioner yang lain bukan lidah yang pantas dipakai untuk menertawakannya. Sungguh terlalu bila Abraham dan kawan-kawan komisioner yang lain membiarkan hal-hal yang belum diungkapkan oleh Timwas tetap tak terungkapkan.
Sebaliknya, dunia terasa indah bila Abraham dan kawan-kawan komisioner yang lain memprakarsai langkah-langkah tertentu untuk menutupi kelemahan itu. Mulai sekarang sebaiknya lidah tuan-tuan komisioner semuanya tidak lagi mengatakan, “Kami terus mencari dua alat bukti.” Publik negeri ini telah cukup tahu bahwa sudah sekian ratus orang diperiksa penyidik-penyidik KPK sebagai saksi.
Sudah ribuan lembar kertas bernilai bukti secara hukum di tangan KPK. Hasil audit tertentu BPK, bahkan hasil audit lanjutan BPK yang sebentar lagi akan diserahkan ke KPK, semuanya lebih dari cukup untuk jadi alat bukti. Satu-satunya soal yang belum terang adalah ada atau tidaknya kerugian keuangan negara.
Memang BPK dalam audit pertama telah mengualifikasikan serangkaian perbuatan dalam peristiwa bailout Century sebagai tindakan melawan hukum, tetapi belum menyatakan besaran kerugian keuangan negara. Inilah yang harus jadi fokus penyelidikan Century, bukan mengatakan belum ditemukan niat jahat.
Perhitungan Kerugian Negara
Menariknya, seiring dengan ketidakpuasan sebagian besar publik terhadap hasil audit lanjutan BPK, muncul berbagai gagasan di sebagian anggota DPR, yang tergabung dalam Timwas Century. Dua di antaranya: Pertama, minta auditor independen, bahkan berkualifikasi internasional untuk melanjutkannya. Kedua, meminta BPK melakukan audit tambahan. Gagasan di atas baik, tetapi bukan tanpa risiko.
Risiko paling ringan adalah KPK bisa tersenyum sinis, bahkan tertidur pulas di tengah drama audit lanjutan. Bukan karena KPK tahu bahwa hukum tata negara di negeri ini hanya meletakkan kewenangan menghitung kerugian keuangan negara pada BPK, tetapi lebih dari itu, KPK tahu yang seharusnya dilakukan saat ini adalah audit investigasi yang dimintakan oleh penyidik, bukan oleh DPR.
Sifat investigasi dua audit itu tidak sama persis dengan sifat investigasi audit investigatif BPK berdasarkan permintaan penyidik dalam kerangka penyidikan satu tindak pidana. Dalam audit investigasi yang diminta penyidik, umumnya penyidik telah memiliki keyakinan bahwa peristiwa yang diselidiki adalah peristiwa pidana.
Namun, kualifikasinya belum cukup terang atau sempurna. Supaya terang dan sempurna, unsur kerugian keuangan negara harus ditemukan dan dibuat pasti. Supaya tercapai, KPK musti fokus mengenali semua sisi hukum, baik sebelum, saat, maupun setelah bailout. Dalam konteks ini, KPK mesti membuat anatomi peristiwa dalam kerangka hukum.
Anatomi ini menjadi patokan, sekaligus memudahkan konstruksi predicate crime, dan penentuan siapa yang pantas ditersangkakan, dan siapa yang pantas dijadikan saksi. Rasanya ini soal sepele bagi KPK. Bukankah sifat melawan hukum perbuatan bailout telah dinyatakan BPK dalam audit sebelumnya? Umumnya dalam audit investigasi yang dilakukan atas dasar permintaan penyidik dalam kerangka penyidikan, BPK menentukan tiga hal: Pertama, hukumnya.
Dalam arti mengurai hukum dari rangkaian peristiwa yang diaudit. Uraian ini berakhir dengan kesimpulan ada atau tidak adanya unsur melawan hukum. Kedua, subjeknya. Karena semua perbuatan para pejabat dipandu dengan kaidah hukum, BPK tahu siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana konsekuensinya. Ketiga, besaran kerugian keuangan negara.
Seperti dua unsur sebelumnya, BPK akan mengakhiri audit terhadap unsur ini dengan kesimpulan adanya jumlah pasti kerugian keuangan negara. Pada titik ini tidak mungkin BPK tidak menandai gelontoran uang negara sejak November 2008, tepatnya sejak digelontorkan FPJP. FPJP akan dijadikan titik bidik permulaan dalam menentukan besaran keuangan negara.
Akhirnya, bangsa ini akan menyerukan kepada Abraham Samad dan komisioner lainnya untuk mencegah kemungkinan lidah tuan-tuan komisioner tertandai sebagai lidah khianat. Tuan Abraham dan komisioner lainnya sudilah membuat bangsa ini memiliki sedikit kesempatan untuk bisa tersenyum. Sungguh, bangsa ini sudah sangat letih dengan rindunya yang tak bertepi melihat kasus Century berakhir dengan hukum jelas. Semoga Abraham dan komisioner lainnya menjadi bintangnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar