Dilema
Imigran Gelap
Hikmahanto Juwana, GURU BESAR HUKUM INTERNASIONAL UI
Sumber
: KOMPAS, 23 Desember
2011
Peristiwa mengenaskan terjadi terhadap para
imigran gelap di lepas Pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur.
Mereka hendak menuju Australia dengan kapal
yang tak layak untuk mengarungi bentangan laut yang sangat luas. Bagi
Indonesia, keberadaan imigran gelap jadi persoalan tersendiri. Sebagian lain
berada di Indonesia karena terdampar saat menuju Australia, seperti warga
Rohingya asal Myanmar. Sebagian lagi sengaja masuk dan menjadikan Indonesia
sebagai tempat transit. Imigran kategori ini umumnya dari kelas menengah di
negaranya yang kebanyakan Timur Tengah.
Imigran Timteng yang hendak mencari kehidupan
lebih baik di negara maju, seperti Australia, melihat posisi Indonesia yang
strategis. Indonesia jadi surga transit untuk masuk Australia secara ilegal.
Paling tidak ada empat daya tarik bagi imigran gelap untuk berada di Indonesia
sebelum sampai tujuan akhir, Australia. Pertama, Indonesia negara ”terdekat”
untuk dapat masuk secara ilegal ke Australia. Laut yang membentang di antara
kedua negara menjadi ”jalur tikus” bagi kapal asal Indonesia yang disewa
imigran gelap.
Kedua, Indonesia jadi tempat transit karena
masih banyak wilayah laut yang tak terjaga dan tak memiliki tempat pemeriksaan
imigrasi. Di jalur resmi masuk ke Indonesia, lemahnya pemantauan aparat
keimigrasian ikut menyumbang masuknya imigran gelap secara tak sah. Ketiga, keberadaan
badan PBB yang mengurusi soal pengungsi (UNHCR) menjadi daya tarik bagi imigran
gelap berduit. Setiba di Indonesia dengan memanfaatkan visa turis, mereka akan
segera ke kantor UNHCR dan meminta status sebagai pengungsi. Jika diberi status
pengungsi, imigran gelap dapat berada di Indonesia sementara sebelum UNHCR
mendapatkan negara ketiga yang bersedia menerima mereka.
Terakhir, harus diakui di Indonesia ada
orang-orang tertentu, baik WNI maupun warga asing, bahkan oknum aparat, yang
menjadikan imigran gelap ladang bisnis. Cara kerja terorganisasi menjadikan
mereka yang terlibat patut diberi label mafia.
Dilematis
Bagi pemerintah, keberadaan imigran gelap
memunculkan dilema. Di satu sisi, pemerintah harus memfasilitasi keberadaan
mereka, bahkan tak dapat membiarkan imigran gelap telantar atau tak terurus
ketika mereka mengalami musibah. Ini karena, dari sisi kemanusiaan, pemerintah
akan disalahkan secara internasional jika mereka abai.
Di sisi lain, jika bantuan diberikan untuk
mengurus imigran gelap, akan berdampak pada anggaran negara. Bahkan, perlakuan
pemerintah jadi sumber kecemburuan bagi warga. Pemerintah seolah memberikan
perhatian lebih kepada imigran gelap karena khawatir mendapat kritik internasional
daripada warganya sendiri. Padahal, masih banyak warga miskin di Indonesia atau
TKI yang bermasalah di luar negeri yang harus diurus.
Ini masih ditambah lagi beban yang
diakibatkan oleh kebijakan Australia, yang menjadikan Indonesia ”benteng”
pencegahan bagi banjirnya imigran gelap. Dari berbagai bantuan Australia ke
Indonesia, salah satunya ditujukan agar Indonesia dapat memastikan imigran
gelap tertahan di Indonesia. Salah satunya dijerat dengan ketentuan
keimigrasian. Dengan demikian, imigran gelap akan tetap berada di Indonesia dan
pada gilirannya dideportasi ke negara asalnya.
Australia punya kepentingan saat UU
Keimigrasian Indonesia dipersiapkan. Mereka perlu pasal yang mengkriminalkan
perbuatan penyelundupan manusia. Pasal ini penting agar Indonesia dapat
memberikan sanksi pidana bagi mereka yang terlibat dalam mafia penyelundupan
manusia. Pasal ini juga dapat dimanfaatkan untuk membuat jera nelayan Indonesia
yang kapalnya digunakan imigran gelap.
Tambahan beban juga dikontribusikan Malaysia
yang memiliki perjanjian untuk membebaskan permohonan visa bagi warga sejumlah
negara Timteng. Atas dasar ini, imigran gelap masuk lebih dahulu lewat Malaysia
sebelum masuk Indonesia lewat jalur tikus, darat maupun laut, dan akhirnya ke
Australia.
Menghadapi fenomena ini, pemerintah harus
memiliki kebijakan komprehensif. Selain memperketat masuknya warga negara asing
secara ilegal, patroli di wilayah laut juga harus diintensifkan dengan menambah
kapal patroli. Pemerintah, melalui perwakilannya, juga harus menyosialisasikan
ke masyarakat dari negara asal imigran gelap bahwa Indonesia akan memberikan
sanksi berat bagi imigran gelap. Pemerintah juga bisa meminta perwakilan negara
asal imigran untuk turut bertanggung jawab ketika terjadi musibah.
Pemerintah perlu pula meninjau ulang
kehadiran UNHCR di Indonesia. Jika dirasa hanya jadi beban, kehadiran UNHCR
perlu diakhiri. Hal lain, meminta perhatian Pemerintah Australia dan Malaysia
agar turut membantu Indonesia menghadapi masalah imigran gelap. Australia yang
mendapat manfaat dari Indonesia perlu ikut berkontribusi secara finansial
terhadap biaya pengurusan imigran gelap. Kita juga dapat meminta Malaysia
meninjau kebijakannya memberikan bebas visa bagi warga dari negara asal imigran
gelap.
Selain agar Indonesia tak dijadikan surga
transit imigran gelap, kebijakan komprehensif juga dimaksudkan untuk memastikan
Indonesia tidak dijadikan tujuan akhir imigran gelap. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia mendatang bukan tak mungkin menjadi daya tarik imigran gelap. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar