2011,
Tahun yang Tidak Tuntas
Khaerudin, WARTAWAN
KOMPAS
Sumber
: KOMPAS, 31 Desember 2011
Catatan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum pada awal 2011 menyebutkan, tahun ini seharusnya digunakan untuk
menuntaskan kasus hukum yang menonjol pada 2010 yang juga sempat mengganggu
proses politik. Karena itu, Satgas mendorong penegakan hukum pada 2011
dituntaskan secara nondiskriminatif. Namun, kenyataan sebaliknya justru terjadi
pada saat tugas Satgas akan berakhir, yaitu semakin banyak penanganan kasus yang
tak tuntas.
Hal itu terutama terjadi bila menyangkut
penguasa. Pada 2010 tercatat ada tiga kasus besar yang menonjol ketika itu,
yakni pemberian dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Bank Century, mafia pajak
yang melibatkan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan, dan
pembagian cek perjalanan saat pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank
Indonesia tahun 2004.
Pada 2011, Gayus memang diadili, tetapi
penanganannya hanya terlokalisasi pada perbuatan Gayus. Bayangan publik dari
pengakuan Gayus akan terseret petinggi Ditjen Pajak dan perusahaan-perusahaan
besar yang kongkalikong dengannya tak pernah terealisasi. Pada 2011, penerima
suap dalam pemilihan DGS BI telah dihukum. Mereka yang merupakan anggota DPR
2004-2009 dihukum dengan rentang waktu 1-2 tahun penjara. Namun, penegak hukum
masih gagal mengungkap siapa sosok yang bertanggung jawab memberi suap
tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi jilid kedua di
akhir periode jabatan mereka memang berhasil menangkap Nunun Nurbaeti. Istri
mantan Wakil Kapolri Adang Daradjatun ini didakwa memberi suap. Namun, peran
Nunun diyakini sebatas perantara suap ke anggota DPR. Miranda Swaray Goeltom
yang terpilih sebagai DGS BI dan merupakan orang yang paling berkepentingan
dalam pemilihan itu belum tersentuh.
Kasus Century
Kasus besar yang jadi tunggakan pada 2010 dan
tak terselesaikan tahun ini tentu saja skandal pemberian dana talangan ke Bank
Century. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak mampu dijadikan pintu masuk
penegak hukum untuk menyeret pihak yang paling bertanggung jawab
menggelontorkan dana Rp 6,7 triliun ke Bank Century dengan alasan jika tak
ditalangi, perekonomian Indonesia bisa kolaps. Padahal, faktanya, dari hasil
audit BPK, penyelamatan Bank Century ternyata digunakan untuk menyelamatkan deposan
besar yang diduga kuat memiliki hubungan kekronian dengan penguasa.
DPR yang tak puas dengan hasil audit
investigasi BPK meminta lembaga yang sama melakukan audit forensik terhadap
pemberian dana talangan itu. Harapannya audit forensik akan membuka siapa saja
penerima dana talangan itu. BPK pekan lalu memberikan hasil audit forensik,
tetapi hasilnya kurang memuaskan DPR. Anggota Komisi III DPR dari Partai
Golkar, Bambang Soesatyo, menyebut, pemberian dana talangan (bailout) Bank
Century dilakukan untuk menyelamatkan deposan besar yang diduga kuat punya
hubungan kekronian dengan penguasa.
Di luar kisruh politik soal Century ini,
pimpinan baru KPK berkomitmen menyelesaikan kasus ini. Bahkan, ada semacam
”pakta integritas” di antara pimpinan KPK baru dengan anggota Komisi III DPR
untuk menyelesaikan kasus Century. Setahun ini janji Abraham Samad dan
kawan-kawan adalah menuntaskan kasus Century.
Kasus hukum pada 2010 tak kunjung selesai.
Pada 2011 muncul kasus yang tak kalah fenomenal, yaitu megakorupsi yang
melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Setelah
melalui episode buron ke luar negeri, Nazaruddin yang akhirnya ditangkap KPK
mulai mengungkap siapa saja petinggi partainya yang ikut menikmati hasil
korupsi. Dia menuding Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan sejumlah
nama politikus partai itu.
Tak cukup untuk soal korupsi, ”rekayasa”
hukum juga terjadi di ranah politik. Lihatlah dalam kasus pemalsuan surat
Mahkamah Konstitusi. Pihak yang melaporkan pemalsuan surat, yakni panitera
pengganti MK Zaenal Arifin Hoesein, malah jadi tersangka, sementara pihak yang
sempat menggunakan surat itu, yakni komisioner KPU Andi Nurpati yang kini
petinggi Partai Demokrat, selamat.
Dengan tunggakan kasus pada tahun sebelumnya
ditambah kasus-kasus yang terjadi pada tahun ini, gambaran penegakan hukum pada
2012 memang masih suram. Khusus untuk kasus korupsi, harapan tetap ditaruh di
pundak KPK. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar