Lorong
Gelap Berantas Korupsi
Saldi Isra, GURU BESAR HUKUM TATA NEGARA DAN DIREKTUR PUSAT STUDI KONSTITUSI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS
Sumber
: KOMPAS, 23 Desember
2011
Ibarat lukisan besar, pemberantasan korupsi
sepanjang 2011 dapat dikatakan gagal keluar dari potret buram berlatar suram.
Limpahan megaskandal korupsi 2010 yang diharapkan tuntas tahun ini tak
menunjukkan kemajuan signifikan.
Bahkan, sejumlah peristiwa yang tersingkap
sepanjang 2011 menegaskan satu hal: agenda pemberantasan sulit keluar dari
lorong gelap. Langkah memberantas korupsi bak menuju titik nadir. Padahal,
sejumlah peristiwa pada 2011 seharusnya mampu menghadirkan langkah besar dalam
pemberantasan korupsi. Sebut saja, misalnya, skandal mafia pajak yang
melibatkan Gayus Tambunan yang sepertinya bergerak memasuki jalur lambat.
Padahal, banyak kalangan berpikir positif
bahwa heboh yang terjadi awal 2011 akan jadi energi ekstra guna mendorong
langkah besar pemberantasan korupsi. Faktanya jauh panggang dari api:
penyelesaian skandal Gayus bukti agenda pemberantasan korupsi menuju titik
nadir.
Dalam konteks penegakan hukum, skandal mafia
pajak yang menempatkan Gayus harus diselisik lebih dalam. Selain melibatkan
sejumlah nama di kepolisian dan kejaksaan, skandal ini juga menunjukkan betapa
bopeng wajah penegakan hukum. Yang membuat kita miris, penyelesaian skandal ini
jadi pembenaran empiris perilaku tebang-pilih dalam penegakan hukum.
Tebang-pilih tak hanya karena gagal menguak tuntas identitas polisi dan jaksa
yang terlibat, tetapi juga gagal membongkar perusahaan-perusahaan besar yang
menerima jasa Gayus.
Tumpul
Suatu ketika Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD mengemukakan pernyataan ”sederhana” untuk menggambarkan penegakan hukum,
termasuk pemberantasan korupsi. Menurut dia, ”penegakan hukum tumpul ke atas
dan tajam ke bawah”. Ilustrasi ini tak hanya dapat dilacak dari langkah
penyelesaian yang telah diambil dalam skandal mafia pajak yang melibatkan
Gayus, tetapi juga dari penyelesaian skandal Bank Century.
Sampai sejauh ini, skandal Century masih
menyimpan misteri dalam jagat penegakan hukum. Sepanjang 2011, harapan agar ada
kemajuan dalam penyelesaian skandal Century sama sekali tidak terjadi. Padahal,
publik masih berpegang pada hasil voting panitia khusus DPR yang menerima opsi
C bahwa ”patut diduga telah terjadi penyimpangan proses pengambilan kebijakan
penalangan Bank Century oleh otoritas moneter”. Oleh karena itu, sangat mungkin
tidak bergeraknya skandal Century membuktikan tumpulnya proses hukum bekerja
bagi mereka yang memiliki posisi politik kuat.
Tidak saja untuk peristiwa yang terjadi
sebelum 2011, sejumlah skandal yang terjadi sepanjang tahun ini hanya mampu
menyentuh mereka yang tak berada dalam posisi politik yang kuat. Sebut saja,
misalnya, skandal suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Proses penegakan
hukum skandal suap yang terjadi, sepertinya, akan segera berhenti begitu
(mantan) Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam dinyatakan
bersalah. Penumpulan itu dapat pula dijelaskan dengan skandal yang terjadi di
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Selain itu, tindak lanjut bekerjanya proses
hukum terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin membuktikan
pendapat Mahfud. Meski megaskandal ini mendapat perhatian amat luas dari publik,
proses hukum sepertinya akan berhenti sampai di Nazaruddin. Padahal, jika
mengikuti perjalanan skandal ini sejak awal, sulit diterima akal sehat
Nazaruddin bermain sendiri. Sampai sejauh ini proses hukum dapat dikatakan
kehilangan nyali menyentuh semua nama yang pernah disebut Nazaruddin. Bahkan,
janji mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas untuk menetapkan tersangka baru hilang
ditelan bumi.
Banyak kalangan kian kehilangan harapan
disebabkan oleh penegak hukum tak menunjukkan perubahan berarti dalam memberantas
korupsi. Sepanjang 2011, sejumlah penegak hukum tertangkap tangan
memperdagangkan otoritas penegakan hukum. Kejadian itu membuktikan, langkah
reformasi internal penegak hukum masih sangat jauh untuk dituai demi memenuhi
harapan pencapaian agenda pemberantasan korupsi.
Harus dicatat, rangkaian kejadian sepanjang
2011 tak hanya meluluhlantakkan harapan memberantas korupsi, tetapi juga
mencabik-cabik proses meraih keadilan. Semua itu terasa kian mengiris-iris nadi
agenda pemberantasan korupsi ketika sejumlah pengadilan tindak pidana korupsi
di daerah membebaskan mereka yang tersangkut kasus korupsi. Boleh jadi, putusan
bebas itu seperti hendak mempertautkan wilayah Indonesia dalam peta buram
cengkeraman korupsi.
Bagaimana 2012?
Sekalipun potret buram lebih dominan, tak
berarti semua yang dilakukan tanpa capaian sama sekali. Setidaknya di pengujung
2011 kita mendapat dua kabar baik. Selain naiknya indeks persepsi korupsi dari
2,8 (2010) menjadi 3,0 (2011), keberhasilan penegak hukum memulangkan Nunun
Nurbaeti jadi prestasi tersendiri.
Banyak pihak percaya, kedua capaian tersebut
ditambah hadirnya pimpinan KPK yang baru akan menjadi modal besar memberantas
korupsi tahun depan. Untuk itu, paling tidak, wajah pemberantasan korupsi 2012
dapat dilacak dari penyelesaian skandal bail out Bank Century, upaya mengurai
jejaring di sekitar Nazaruddin, dan manfaat yang dapat diraih dari keberhasilan
memulangkan Nunun. Bagaimanapun, upaya penyelesaian skandal tersebut akan mampu
memulihkan citra penegakan hukum.
Selain itu, tak kalah penting, publik juga
tengah menunggu keberanian KPK mengurai jejaring mafia anggaran di DPR.
Keberanian KPK mengurai secara tuntas mafia anggaran akan menunjukkan kepada
publik bagaimana lembaga ini menghadapi tekanan politik dalam pemberantasan
korupsi. Hal ini bermakna, penetapan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka bukan
menjadi ujung cerita penyelesaian skandal ini. Sekiranya penuntasan semua
skandal ini tetap sulit menjamah mereka yang memiliki posisi politik kuat,
agenda pemberantasan korupsi tak akan pernah keluar dari lorong gelap. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar