Mempersiapkan
Jaminan Pensiun
Sulastomo, ANGGOTA/KETUA TIM SJSN, 2001-2004
Sumber : KOMPAS, 27 Desember 2011
Presiden SBY akhirnya menandatangani UU Nomor
24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Dengan demikian, RUU BPJS resmi disahkan
sebagai UU. Kini tinggal meningkatkan dukungan terhadap penyelenggaraan program
jaminan sosial ini. Dalam UU BPJS antara lain dikatakan BPJS II sebagai BPJS
Ketenagakerjaan, sebagai transformasi dari PT Jamsostek, bertugas
menyelenggarakan program jaminan pensiun dan mulai beroperasi pertengahan 2015.
BPJS I (Kesehatan), transformasi PT Askes Indonesia, beroperasi 2014.
Semua butuh waktu karena harus mempersiapkan
program jaminan pensiun yang lebih kompleks. Soalnya program pensiun telah
dilaksanakan sejumlah lembaga penyelenggara jaminan pensiun dalam berbagai
bentuk.
Kalau nanti dapat melaksanakan tugas dengan
baik, BPJS II akan menjadi lembaga dana pensiun sangat besar yang menyimpan
dana pensiun ribuan triliun rupiah. Dampaknya positif bagi pembangunan ekonomi
dan upaya mewujudkan kesejahteraan serta kemandirian bangsa.
Penahapan
Dalam UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, jaminan pensiun akan diselenggarakan dengan masa transisi 15
tahun. Jaminan pensiun ini bersifat wajib, manfaat pasti, dan menerapkan funded
system atau sistem pembayaran yang ditetapkan di muka sebelum mendapat
pelayanan.
Dengan ketentuan seperti itu, perlu pembaruan
atau bahkan koreksi atas penyelenggaraan jaminan pensiun, khususnya
penyelenggaraan pensiun bagi pegawai negeri sipil dan anggota TNI/Polri.
Koreksi ini diperlukan agar jaminan pensiun mereka tidak membebani APBN.
Perbaikan atau koreksi itu harus mengacu
kepada UU No 40/2004. Intinya, jaminan pensiun harus menjadi beban bersama
antara pekerja dan pemberi kerja, dalam hal ini antara PNS/anggota TNI/Polri
dan pemerintah. Membebankan pensiun mereka pada APBN, sebagaimana selama ini
berjalan, tidak saja membebani APBN, tetapi juga diskriminatif. Sebagian
pembayar pajak belum menikmati pensiun, tetapi mereka harus membayari pensiun
PNS dan anggota TNI/Polri.
Koreksi itu tentu saja bukan tugas ringan.
Dengan mengonversi sistem pensiun menjadi funded system, dana terutang
dikabarkan mencapai Rp 350 triliun. Harus dicari jalan keluar agar dana
terutang itu tidak mengganggu keuangan negara.
Caranya mungkin bisa dengan cicilan yang
dibayar setiap tahun dari APBN. Dalam UU No 24/2011 tentang BPJS antara lain
dikatakan, PT Taspen dan Asabri wajib bertranformasi ke BPJS II
selambat-lambatnya tahun 2029. Kalau tenggang waktu itu dimanfaatkan sebagai
masa pembayaran cicilan, berarti setiap tahun sekitar Rp 2,5 triliun. Mestinya
bisa diperpendek.
Hal ini dimungkinkan karena pada saat
perubahan sistem pensiun menjadi funded system, APBN hanya berkewajiban
membayar dana pensiun 4 persen anggaran gaji, apabila iuran jaminan pensiun
nanti sebesar 8 persen dari gaji, sehingga sisanya bisa digunakan untuk cicilan
dana pensiun yang terutang.
Uang Negara Aman
Kekhawatiran akan mengganggu keuangan negara
dengan demikian dapat diabaikan. Kalau konversi itu segera dilakukan, momentum
BPJS II menjadi lembaga pensiun terbesar akan terbuka lebar. Bagi peserta, juga
terbuka manfaat tambahan dari hasil investasi dana pensiun seperti halnya di
banyak negara.
Selanjutnya, bagi pekerja formal dan
nonformal, kita juga menghadapi masalah yang tidak ringan. Bagaimana menghadapi
perusahaan yang telah memiliki program pensiun melalui berbagai penyelenggara
Dana Pensiun Pemberi Kerja/Dana Pensiun Lembaga Keuangan, sesuai UU No 11/1992
tentang pensiun atau asuransi swasta?
Dalam mengimplementasikan jaminan pensiun,
target awal, sebaiknya diperuntukkan bagi dunia usaha yang belum memiliki
jaminan pensiun. Program pensiun sukarela yang telah berjalan bisa menjadi
program pensiun tambahan atau dikonversikan menjadi program pensiun wajib
sesuai SJSN. Ini apabila program pensiun SJSN dinilai lebih memberikan manfaat,
baik bagi pekerja maupun pemberi kerja.
Pendekatan seperti ini diperlukan agar
kehadiran program jaminan pensiun sesuai SJSN dirasakan sebagai kebutuhan.
Demikian juga penahapannya harus mempertimbangkan kemampuan perusahaan swasta.
Dengan cara ini, program jaminan pensiun ini bisa tetap menjamin kelangsungan
usaha.
Secara bertahap, cakupan jaminan pensiun akan
mampu mencakup semua penduduk, ketika BPJS II berkembang jumlah pesertanya,
sehingga nilai investasi menghasilkan nilai tambah memperbesar manfaat dan
memperluas kepesertaan. Dengan bantuan iuran dari pemerintah, terbuka peluang
program jaminan pensiun sosial bagi yang tidak mampu sehingga seluruh rakyat
Indonesia tercakup dalam program jaminan pensiun. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar