Menghadirkan
Harapan Bung Karno
Fariz Rifqi Ihsan ; Mahasiswa Pascasarjana UI;
Komite Politik dan
Keamanan, Presidium GMNI
|
KORAN
SINDO, 06
Juni 2017
BUNG Karno merupakan presiden sekaligus proklamator bangsa
Indonesia yang disegani dunia internasional. Bung Karno telah mengguncang
dunia dengan ide-idenya yang progresif revolusioner untuk menciptakan
perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh bangsa di dunia. Hal tersebut
pernah disampaikannya dalam pidato berjudul To Build The World A New, 56
tahun silam di Gedung PBB, New York, Amerika Serikat.
Namun adanya de-Soekarnoisasi mulai rezim Orde Baru hingga
hari ini semakin memperkecil peranan dan kehadiran Soekarno dalam sejarah dan
ingatan bangsa Indonesia. De-Soekarnoisasi yang sedang terjadi hari ini
adalah dengan cara mereduksi dan membiaskan pemikiran Bung Karno untuk
kepentingan politik sesaat bahkan untuk memecah belah persatuan bangsa ini.
Tujuannya orang-orang Indonesia semakin tidak mengenal,
melupakan, serta menyalahartikan peran Bung Karno dalam membangun persatuan
bangsa Indonesia dan dunia. Penulis sebagai kaum muda menilai sudah
sepantasnya untuk menggaungkan dan mengenalkan kembali pemikiran-pemikiran Bung
Karno sebagai bapak bangsa Indonesia sekaligus tokoh pemersatu bangsa-bangsa
di dunia.
Salah satu ide otentik dari Bung Karno adalah tentang
Trisakti yang berisi berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang
ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang budaya. Ide orisinal Bung Karno
tersebut telah diadopsi Kuba melalui Fidel Castro.
Fidel Castro mengadopsi dan menerapkan ide orisinal Bung
Karno itu secara konsisten dalam seluruh sistem pemerintahannya. Konsistensi
yang paling terlihat adalah menolak segala bentuk pendiktean tentang ekonomi,
politik dan budaya oleh bangsa lain.
Selain itu, harapan Bung Karno tentang pembebasan
bangsa-bangsa Arab terhadap penjajahan telah diwujudkan melalui Konferensi
Asia-Afrika yang berhasil memerdekakan negara-negara tersebut. Demikian pula
dukungan Bung Karno kepada perjuangan rakyat Palestina melawan Israel.
Banyaknya kenangan dan peran Bung Karno pada dunia sehingga sering sekali
diabadikan menjadi nama jalan di luar negeri.
Berbicara mengenai harapan Bung Karno, tentunya kita dapat
melihat pidato 1 Juni tentang Pancasila, yang baru-baru saja kita peringati
sebagai hari lahirnya Pancasila. Dalam pidato tersebut Bung Karno berharap
bisa menggapai cita-cita mulia bangsa Indonesia, masyarakat adil dan makmur yang
selanjutnya menawarkan Pancasila sebagai landasan ideologi.
Untuk mencapai cita-cita mulia tersebut, persatuan
nasional adalah keniscayaan. Kata persatuan pun menyihir semua elemen bangsa
untuk memerdekakan Indonesia.
Hanya melalui persatuanlah kekuatan politik bisa tercapai
–begitu rakyat bersatu, tidak ada yang tidak mereka atasi. Yang dimaksud
dengan “rakyat“ adalah seluruh masyarakat Indonesia, suatu perwujudan
spiritual dari seluruh bangsa.
Menghadirkan Harapan Soekarno pada Ruang Publik
Adanya de-Soekarnoisasi yang terjadi pada era Orde Baru
dengan memecat guru-guru dan dosen yang pro Bung Karno semakin mengerdilkan
harapan-harapan Bung Karno tentang bangsa Indonesia. Terlebih adanya
mahasiswa-mahasiswa ikatan dinas yang disekolahkan ke luar negeri di era Bung
Karno tidak dapat kembali ke negaranya, yang dapat ditonton pada film “Surat
dari Praha”.
Dengan meminjam istilah DR Abdul Wahab tentang “genosida
intelektual” semakin mereduksi harapan Bung Karno dari ruang publik. Hal ini
yang oleh Foucault dalam Arkeologi Pengetahuan disebut ‘diskontinuitas’.
Diskontinuitas oleh Foucault dinilai sebagai sebuah keterputusan, yang mana
sebelumnya lebih dahulu terjadi sebuah proses distribusi tipologi pengetahuan
baru.
Bung Karno memang sangat layak diperbincangkan dalam ruang
publik di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Bung Karno mendapatkan 26 gelar
honoris kausa dari berbagai universitas, baik dari dalam maupun luar negeri.
Gelar tersebut disematkan dari berbagai bidang, mulai dari
keagamaan, politik, hukum, teknik, kemanusiaan, dan lain sebagainya. Dengan
demikian rakyat Indonesia perlu mengembangkan dan mengaktualisasikan harapan
Bung Karno dalam setiap bidang.
Hadirnya harapan Bung Karno pada diskursus ruang publik
diharapkan untuk menjadi sebuah bagian dari kemajuan peradaban bangsa
Indonesia. Harapan Bung Karno tersebut dapat dijadikan penyuluh di tengah
opini dan wacana yang berkembang saat ini.
Dengan menghadirkan pemikiran Bung Karno dalam ruang
publik tentunya besar harapan bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang
maju. Dari sinilah, pengetahuan rakyat Indonesia mendapatkan kontinyuitas
terhadap harapan Bung Karno akan bangsa Indonesia.
Terlebih tentunya jika harapan-harapan Bung Karno tersebut
diaktualisasikan secara konkret. Seperti misalnya konsepsi Nawacita sebagai
aktualisasi harapan Bung karno tentang Trisakti pada kampanye Jokowi-JK.
Sayangnya konsepsi tersebut belum dijalankan secara penuh dan hanya sebatas
jargon oleh pemerintah Jokowi –JK.
Harapan Bung Karno tentang persatuan dan keadilan sosial
mendesak untuk segera diperbicangkan pada ruang publik. Hal ini karena
persatuan nasional hari ini telah menghadapi permasalahan sesungguhnya di
tengah-tengah segmentasi dan fragmentasi sosial akibat krisis multidimensi,
terlebih adanya pertarungan politik praktis di berbagai tingkatan.
Harapan Soekarno tentang keadilan sosial juga tidak kalah
pentingnya untuk dihadirkan. Hal tersebut dikarenakan masih tingginya tingkat
kesenjangan ekonomi di Indonesia.
Selain itu pembangunan infrastruktur yang dilakukan
pemerintah sekarang menimbulkan implikasi yang besar bagi keadilan sosial.
Kehadiran pembangunan insfrastuktur tersebut bagaikan dua sisi mata uang, di
satu sisi dapat mewujudkan keadilan sosial, di satu sisi juga dapat
memperlebar kesenjangan sosial.
Menghadirkan harapan Bung Karno pada ruang publik
merupakan hal penting karena dia tidak dimiliki oleh satu golongan dan kaum
tertentu saja. Harapan Bung Karno adalah representasi dari keinginan rakyat
Indonesia yang tidak ingin terjadi sebuah penindasan.
Saat penganugerahan gelar doktor honoris causa di
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 19 September 1951, Bung Karno mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika dipergunakan untuk
mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau bangsa, atau praktik hidupnya
dunia kemanusiaan.
Jika Bung Karno pada pidato PBB dan KAA disegani karena
ide-ide segar dan tindakannya yang mengguncang dunia, sudah saatnya kita
sebagai rakyat Indonesia mengguncang dunia dengan mewujudkan cita-cita besar
Bung Karno tentang keadilan sosial dan perdamaian abadi untuk dunia,
khususnya bangsa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar