Takkan
Menyerah!
M Subhan SD ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 13 April 2017
Reaksi publik hampir seragam terhadap aksi penyiraman air
keras ke wajah Novel Baswedan: keji dan biadab. Ini adalah rentetan teror
yang dialami Novel. Sebagai penyidik KPK, Novel sudah melakoni kisah panjang
berliku penuh ancaman dan teror. Sebab, bersama para penyidik lain- nya,
Novel membongkar kasus-kasus besar yang menyeret "orang-orang
besar". KPK pun menjadi lembaga paling dipuja publik. Namun, di sisi
lain, KPK juga paling ditakuti sekaligus dibenci oleh para politikus busuk.
Maka, tindakan penyiraman air keras itu sebetulnya bukan cuma meneror Novel,
melainkan juga mengirim "pesan" kepada KPK dan upaya pemberantasan
korupsi. Bahwa saat ada kasus besar yang menyeret para pembesar, hampir bisa
dipastikan diikuti serangan balik ke KPK.
Sejak berdiri tahun 2002, reputasi KPK memang patut
diacungi jempol. Dan, Novel yang bertugas di KPK sejak 2007 hampir selalu
mewarnai pergerakan dan reputasi KPK tersebut. Menyeret Bupati Buol Amran
Batalipu yang melakukan perlawanan, membongkar kasus cek perjalanan yang menyeret
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, proyek Hambalang yang
menyeret para petinggi Partai Demokrat yang tengah berkuasa, hingga
membongkar korupsi alat simulasi berkendara di Korlantas yang menyeret
Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Teraktual adalah kasus megakorupsi KTP elektronik yang
menyebut nama-nama besar. Kasus KTP-el ini menghebohkan. Bukan hanya nominal
uang yang dikorupsi hingga Rp 2,3 triliun, terlebih lagi uang korupsi itu
dibagi-bagi di antara nama-nama besar yang saat ini sedang kuat-kuatnya
berkuasa, baik di pentas nasional maupun daerah yang dulu rata-rata anggota
Komisi II DPR periode 2009-2014.
KPK sudah memeriksa 23 anggota atau mantan anggota DPR
itu. Ada Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang kini
dipenjara), Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang kini
juga mendekam di penjara), Ganjar Pranowo (politikus PDI-P yang kini Gubernur
Jawa Tengah), Olly Dondokambey (politikus PDI-P yang kini Gubernur Sulawesi
Utara), Gamawan Fauzi (mantan Menteri Dalam Negeri), Agus Martowardojo
(mantan Menteri Keuangan yang kini Gubernur Bank Indonesia), dan Setya
Novanto (Ketua DPR yang juga Ketua Partai Golkar).
Cerita terbaru adalah pencegahan Novanto bepergian ke luar
negeri. Pimpinan KPK menandatangani surat pencegahan pada Senin (10/4) sore
yang langsung diterima Direktorat Jenderal Imigrasi. Novanto dicegah karena
diduga punya kaitan dekat dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi
Narogong. KPK juga mencegah dua orang lagi, yaitu Inayah (istri Andi
Agustinus) dan Raden Gede (adik Inayah). Tentu, keterangan para saksi itu
sewaktu-waktu sangat diperlukan. Namun, DPR keberatan dengan pencegahan itu.
Kalau DPR sekarang protes dan kirim surat kepada Presiden Joko Widodo, aneh
saja. Para pembesar negeri ini seharusnya memberi contoh agar menghormati
penegakan hukum di negeri ini.
Di sisi lain, publik yakin, Novel-yang tergolek-dan KPK
takkan menyerah. Teror takkan membuat nyali KPK (tentu saja Novel) ciut.
Negara pun tak boleh menyerah. Harapan publik agar pelaku (dan dalang)
penyiraman air keras segera terungkap. Kita percaya polisi sangat ahli dan
profesional dalam memburu para penjahat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar