Rabu, 05 April 2017

Reformasi Kejaksaan (2-Habis)

Reformasi Kejaksaan (2-Habis)
Widyopramono  ;  Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung
                                               SUARA MERDEKA, 25 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

PERSYARATAN kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena menjadi landasan dalam melaksanakan aktivitas seorang pemimpin. Apabila persyaratan terpenuhi, dapat dipastikan lahir pemimpin berkualitas.

Ciri-ciri pemimpin yang baik, menurut Maxwell, yaitu mampu menciptakan lingkungan yang tepat, mengetahui kebutuhan dasar bawahannya, mampu menghindari tujuh dosa yang mematikan, yaitu berusaha untuk disukai bukan dihormati, tidak meminta bantuan dan nasihat kepada orang lain, mengesampingkan bakat pribadi dengan menekan peraturan bukan keahlian, tidak menjaga untuk dikritik tetap konstruktif, tidak mengembangkan rasa tanggung jawab dalam diri orang lain, memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama, dan tidak membuat setiap orang selalu mendapat informasi.

Dalam kepemimpinan birokrasi menurut Sinambela dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Pemimpin Tingkat Atas (top management), yaitu pejabat Eselon I di Kementerian/Lembaga. Kedua, Pemimpin Tingkat Menengah (middle management), yaitu pejabat Eselon II dan III di Kementerian/Lembaga. Ketiga, Pemimpin Tingkat Bawah (lower management), yaitu pejabat Eselon IV dan V di Kementerian/Lembaga.

Menurut Abdullah Hehamahua integritas sebagai pola pikir, sikap jiwa, dan gerakan hati nurani seseorang yang dimanifestasikan dalam ucapan, tindakan dan perilaku jujur, konsisten, berkomitmen, objektif, berani bersikap dan siap menerima risiko, serta disiplin dan bertanggung jawab.
Integritas memiliki lima prinsip dasar. Salah satu indikator signifikan, seseorang atau organisasi yang berintegritas adalah tidak mempunyai potensi konflik kepentingan, seperti hubungan kekeluargaan.

Revolusi Mental

Menurut Arif Budimanta, Ketua Tim Pokja Revolusi Mental, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, revolusi mental perlu dilaksanakan Bangsa Indonesia karena kita sudah terlalu lama membiarkan praktik-praktik berbangsa dan bernegara dengan cara-cara tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung- jawab, tidak dapat diandalkan, dan tidak bisa dipercaya, sehingga Bangsa Indonesia menjadi kehilangan nilai-nilai integritas.

Revolusi mental yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bertumpu pada tiga nilai, yaitu integritas, etos kerja, gotong royong. Dalam lintasan sejarah, gagasan revolusi mental telah disampaikan antara lain oleh Mahatma Gandhi yang menyatakan kemerdekaan politik (self rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat jajahan. Soekarno pada 1957 mencetuskan revolusi mental pada saat revolusi Indonesia sedang menemui kebuntuan, yang dimaksudkan sebagai kelanjutan dari revolusi sebelumnya (revolusi fisik) sebagai bagian dari Revolusi Multicomplex, yaitu Revolusi Fisik, Revolusi Mental, Revolusi Sosial- Ekonomis, dan Revolusi Kebudayaan.

Kepemimpinan birokrasi yang melandaskan pada nilai-nilai integritas menjadi dambaan masyarakat, mengingat saat ini terjadi krisis kepemimpinan dimana masyarakat sulit menemukan sosok pemimpin dapat memberikan keteladanan. Masyarakat mendambakan sosok penegak hukum berintegritas tinggi seperti Hoegeng Imam Santoso dan Baharuddin Lopa.

Kejaksaan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2004 merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain. Ketentuan tersebut tegas mengatur Kejaksaan merupakan lembaga eksekutif di bawah Presiden yang melaksanakan fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

Hal utama yang menjadi ciri khas birokrasi Kejaksaan adalah asas een en ondelbaar (kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan). Oleh karena itu penuntutan di pengadilan oleh Kejaksaan tak akan berhenti hanya karena Jaksa yang semula bertugas berhalangan. Penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun dilakukan oleh jaksa lain sebagai pengganti.

Hal itu menunjukkan Kejaksaan merupakan unsur dari birokrasi pemerintahan dimana para pejabat struktural eselon I – IV merupakan pemimpin di lingkup Kejaksaan. Para pejabat struktural tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh kuat di lingkungan unit kerjanya masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan yang ditetapkan Rencana Strategis dan Rencana Kerja.

Kepemimpinan Kejaksaan yang berintegritas dapat diwujudkan jika para pejabat strukturalnya merupakan orang pertama dari yang sederajat (Primus Inter Pares) yang memiliki kewibawaan, dan kualitas. Pejabat struktural Kejaksaan haruslah memiliki prestasi, dedikasi, loyalitas, integritas sehingga mampu memberikan teladan bagi seluruh pegawai Kejaksaan RI.

Pejabat pengawasan melekat dan fungsional harus menjunjung tinggi dan mengamalkan Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa. Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa ibarat api yang senantiasa berkobar di dada setiap Insan Adhyaksa yang memberikan inspirasi dan semangat dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, negara, dan pemerintah.

Upaya-upaya untuk mewujudkan kepemimpinan Kejaksaan yang berintegritas telah diatur dalam SE- 004/A/JA/06/2016 tentang Pejabat Pengawasan Melekat dan Pejabat Pengawasan Fungsional Sebagai Penggerak Utama (Prime Mover) Dalam Rangka Optimalisasi Kinerja Kejaksaan Republik Indonesia. Para pejabat struktural Kejaksaan diharapkan menjadi Penggerak Utama yang memiliki kemampuan mempengaruhi untuk membawa organisasi atau kelompok masyarakat tertentu mencapai kompleksitas lebih tinggi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar