Reformasi
Kejaksaan (2-Habis)
Widyopramono ; Jaksa Agung Muda Pengawasan
Kejaksaan Agung
|
SUARA
MERDEKA, 25 Maret 2017
PERSYARATAN kepemimpinan
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena menjadi landasan
dalam melaksanakan aktivitas seorang pemimpin. Apabila persyaratan terpenuhi,
dapat dipastikan lahir pemimpin berkualitas.
Ciri-ciri pemimpin yang
baik, menurut Maxwell, yaitu mampu menciptakan lingkungan yang tepat,
mengetahui kebutuhan dasar bawahannya, mampu menghindari tujuh dosa yang
mematikan, yaitu berusaha untuk disukai bukan dihormati, tidak meminta
bantuan dan nasihat kepada orang lain, mengesampingkan bakat pribadi dengan
menekan peraturan bukan keahlian, tidak menjaga untuk dikritik tetap
konstruktif, tidak mengembangkan rasa tanggung jawab dalam diri orang lain,
memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama, dan tidak membuat setiap
orang selalu mendapat informasi.
Dalam kepemimpinan
birokrasi menurut Sinambela dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Pemimpin Tingkat
Atas (top management), yaitu pejabat Eselon I di Kementerian/Lembaga. Kedua,
Pemimpin Tingkat Menengah (middle management), yaitu pejabat Eselon II dan
III di Kementerian/Lembaga. Ketiga, Pemimpin Tingkat Bawah (lower
management), yaitu pejabat Eselon IV dan V di Kementerian/Lembaga.
Menurut Abdullah Hehamahua
integritas sebagai pola pikir, sikap jiwa, dan gerakan hati nurani seseorang
yang dimanifestasikan dalam ucapan, tindakan dan perilaku jujur, konsisten,
berkomitmen, objektif, berani bersikap dan siap menerima risiko, serta
disiplin dan bertanggung jawab.
Integritas memiliki lima
prinsip dasar. Salah satu indikator signifikan, seseorang atau organisasi
yang berintegritas adalah tidak mempunyai potensi konflik kepentingan,
seperti hubungan kekeluargaan.
Revolusi
Mental
Menurut Arif Budimanta,
Ketua Tim Pokja Revolusi Mental, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan, revolusi mental perlu dilaksanakan Bangsa Indonesia
karena kita sudah terlalu lama membiarkan praktik-praktik berbangsa dan
bernegara dengan cara-cara tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak
bertanggung- jawab, tidak dapat diandalkan, dan tidak bisa dipercaya,
sehingga Bangsa Indonesia menjadi kehilangan nilai-nilai integritas.
Revolusi mental yang
dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bertumpu pada tiga nilai,
yaitu integritas, etos kerja, gotong royong. Dalam lintasan sejarah, gagasan
revolusi mental telah disampaikan antara lain oleh Mahatma Gandhi yang
menyatakan kemerdekaan politik (self rule) harus berdasarkan pada revolusi
mental, yaitu perubahan total mental rakyat jajahan. Soekarno pada 1957
mencetuskan revolusi mental pada saat revolusi Indonesia sedang menemui
kebuntuan, yang dimaksudkan sebagai kelanjutan dari revolusi sebelumnya
(revolusi fisik) sebagai bagian dari Revolusi Multicomplex, yaitu Revolusi
Fisik, Revolusi Mental, Revolusi Sosial- Ekonomis, dan Revolusi Kebudayaan.
Kepemimpinan birokrasi
yang melandaskan pada nilai-nilai integritas menjadi dambaan masyarakat, mengingat
saat ini terjadi krisis kepemimpinan dimana masyarakat sulit menemukan sosok
pemimpin dapat memberikan keteladanan. Masyarakat mendambakan sosok penegak
hukum berintegritas tinggi seperti Hoegeng Imam Santoso dan Baharuddin Lopa.
Kejaksaan berdasarkan
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2004 merupakan lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain.
Ketentuan tersebut tegas mengatur Kejaksaan merupakan lembaga eksekutif di
bawah Presiden yang melaksanakan fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Hal utama yang menjadi
ciri khas birokrasi Kejaksaan adalah asas een en ondelbaar (kejaksaan adalah
satu dan tidak terpisah-pisahkan). Oleh karena itu penuntutan di pengadilan
oleh Kejaksaan tak akan berhenti hanya karena Jaksa yang semula bertugas
berhalangan. Penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun
dilakukan oleh jaksa lain sebagai pengganti.
Hal itu menunjukkan
Kejaksaan merupakan unsur dari birokrasi pemerintahan dimana para pejabat struktural
eselon I – IV merupakan pemimpin di lingkup Kejaksaan. Para pejabat
struktural tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh kuat di lingkungan
unit kerjanya masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan yang ditetapkan
Rencana Strategis dan Rencana Kerja.
Kepemimpinan Kejaksaan
yang berintegritas dapat diwujudkan jika para pejabat strukturalnya merupakan
orang pertama dari yang sederajat (Primus Inter Pares) yang memiliki
kewibawaan, dan kualitas. Pejabat struktural Kejaksaan haruslah memiliki prestasi,
dedikasi, loyalitas, integritas sehingga mampu memberikan teladan bagi
seluruh pegawai Kejaksaan RI.
Pejabat pengawasan melekat
dan fungsional harus menjunjung tinggi dan mengamalkan Doktrin Kejaksaan Tri
Krama Adhyaksa. Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa ibarat api yang
senantiasa berkobar di dada setiap Insan Adhyaksa yang memberikan inspirasi
dan semangat dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, negara, dan
pemerintah.
Upaya-upaya untuk
mewujudkan kepemimpinan Kejaksaan yang berintegritas telah diatur dalam SE-
004/A/JA/06/2016 tentang Pejabat Pengawasan Melekat dan Pejabat Pengawasan
Fungsional Sebagai Penggerak Utama (Prime Mover) Dalam Rangka Optimalisasi
Kinerja Kejaksaan Republik Indonesia. Para pejabat struktural Kejaksaan diharapkan
menjadi Penggerak Utama yang memiliki kemampuan mempengaruhi untuk membawa
organisasi atau kelompok masyarakat tertentu mencapai kompleksitas lebih
tinggi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar