Nasihat
Enteng untuk Jokowi
M Amien Rais ; Mantan
Ketua MPR
|
REPUBLIKA, 25 November
2016
Sedikit banyak, masyarakat yang pada 411 melakukan demo agar
penegakan hukum dan keadilan atas skandal Ahok di Kepulauan Seribu, merasa
lumayan lega begitu Ahok dijadikan tersangka.
Namun, dalam pengamatan saya, yang sejak semula ikut demo dan
aksi damai sejak 14 Oktober, ada pertanyaan besar. Mengapa Ahok tetap bebas
dan masih bisa mengumbar pernyataan yang kian memanaskan suasana?
Sebagai contoh pernyataannya bahwa Indonesia belum utuh dan
Pancasila belum benar-benar berfungsi bila minoritas belum jadi presiden.
Juga celotehannya kalau sampai masuk penjara, justru dia akan jadi presiden
seperti halnya Nelson Mandela di Afrika Selatan. Bahkan, Ahok menuduh setiap
pendemo 411 dibayar Rp 500 ribu. Dia makin ngawur.
Bung Jokowi, mohon jangan menyalahkan para pendemo bila ada
kesan kurang percaya pada pemerintahan Anda dalam menegakkan hukum dan
keadilan pada Ahok. Anda sendiri sangat terlambat mengambil sikap tegas pada
Ahok dan baru bersuara pada dini hari, 5 November di Istana. Setelah Anda
menyaksikan gelombang unjuk rasa yang terbesar dan paling merata sepanjang
sejarah negara kita.
Bung Jokowi, kita mundur sebentar. Ketika lebih dari dua juta
hektare hutan kita dibakar oleh puluhan perusahaan tahun lalu, Anda bereaksi
keras karena menyadari hutan adalah tabungan kehidupan masa depan bagi
seluruh umat manusia. Negara pun diperkirakan rugi Rp 200 triliun, Anda
mengatakan agar perusahaan pembakar hutan dicabut izinnya dan diproses secara
hukum.
"Sekali lagi saya ingin tegaskan bahwa tindakan hukum akan
diambil dengan sangat tegas." Kemudian, "Jangan hanya menyasar
rakyat biasa, tetapi harus juga tegas dan keras pada perusahaan yang menyuruh
membakar."
Kenyataannya, sepanjang 2016, hanya ada satu perusahaan pembakar
hutan jadi tersangka. Padahal, bukan kerugian materiil saja yang harus
diingat, ribuan anak bangsa yang sesak saluran pernapasannya, apalagi
anak-anak, sesungguhnya merupakan kejahatan kemanusiaan.
Kini, puluhan perusahaan yang diduga keras terlibat pembakaran
hutan itu sudah mengantongi SP3 atau surat perintah penghentian penyelidikan
dari kepolisian. Mereka tersenyum dan sudah berjalan lenggang kangkung,
sementara kebanyakan rakyat hidup makin kembang-kempis. Kita jadi ingat
omongan Ahok bahwa Anda tidak mungkin jadi presiden tanpa bantuan para
pengusaha.
Bung Jokowi, tulisan ini tidak ada unsur SARA-nya. Bila ada
orang menghina suku, agama, ras, atau golongan tertentu, itu menyangkut SARA.
Namun, menyebut nama orang karena dia melakukan kejahatan, apa pun suku,
agama, ras, dan golongannya justru kita perlukan.
Bila SARA menjadi penghalang orang menyebut pelaku kejahatan
karena takut menyinggung SARA tertentu, SARA semakin jadi momok penegak hukum
dan keadilan. Masyarakat kita menjadi munafik karena pelaku kejahatan selalu
melenggang bebas, tidak bisa dibuka karena takut menyinggung SARA.
Para cukong dewasa ini sudah sangat percaya diri dan sudah
tinggi waktunya menggenggam ekonomi dan politik sekaligus. Mereka bahkan
menuduh Letjen TNI Johanes Suryo Prabowo sebagai rasis gara-gara menasihati,
"Bila Cina sedang berkuasa, jangan sok jago".
Walaupun mereka sudah menggenggam kekuatan ekonomi nyaris
sempurna, tetapi masih sesak napas, masih terkungkung dalam ghetto ekonomi.
Mereka bertanya apa salahnya bila mereka juga jadi bupati, wali kota,
gubernur, menteri, dan lainnya.
Sekelebatan aspirasi mereka itu demokratis. Namun jangan lupa,
Bung Jokowi, seorang Milton Friedman, dedengkot ekonomi neolib saja
memperingatkan lewat pendapatnya, "The
combination of economic and political power in the same hands is a sure
recipe for tyrany."
Bung Jokowi, mengapa saya sampaikan hal ini karena saya yakin
kasus Ahok ini tidak berdiri sendiri. Ahok ini sebuah mata rantai kekuatan
ekonomi yang sudah bercokol di Indonesia dan ingin menelan lebih jauh seluruh
kedaulatan kita.
Tentu Anda lebih paham dari saya karena Anda di pusaran kekuatan
itu sehingga kami paham bila Anda menghadapi pilihan sulit dalam penuntasan
skandal Ahok. Untuk menyebut langsung nama Basuki Tjahaja Purnama saja, Anda
perlu jeda 15 detik karena beban psikis yang Anda alami. Itu terekam di media
sosial ketika Anda berkunjung ke PP Muhammadiyah.
Akhirnya, saya ingin sampaikan nasihat entheng-enthengan untuk
Anda. Jangan Anda pernah berilusi satu detik pun, Anda mampu meletakkan TNI
dan Polri berhadap-hadapan dengan rakyat Indonesia sendiri. Sepekan yang
lalu, Anda bersafari sangat intensif ke markas-markas Kopassus, Kostrad,
Brimob, Marinir, juga ke PBNU, PP Muhammadiyah, PKB, PPP, PAN, dan lainnya.
Ada pernyataan Anda yang mengagetkan bahwa selaku Presiden, Anda
dapat menggerakkan Kopassus sebagai pasukan elite cadangan dalam keadaan
darurat. Karena safari intensif Anda terjadi setelah demo 411, banyak yang
membaca dengan tafsir ganda. Kalau ada musuh menyerang negara kita atau kalau
ada pemberontakan separatis, pernyataan Anda itu sangat oke.
Namun, kalau demo menuntut penegakan hukum dan keadilan, secara
tersirat Anda kategorikan bisa menjadi bahaya (emergency) yang harus dihadapi dengan senjata TNI kita, Anda,
maaf, salah besar. Salah total.
TNI, dengan Sumpah Prajurit dan Sapta Marganya, Polri dengan
Tribrata dan Catur Setyanya hanya setia pada bangsa, negara, dan pemerintah.
Namun, loyalitas pada pemerintah ini tentu dengan catatan selama pemerintah
masih konsisten dalam rel kepentingan bangsa dan negara. Bukan terseret pada
kepentingan kelompok, apalagi kepentingan aseng dan asing.
Bung Jokowi, seragam gagah yang dipakai seluruh prajurit TNI,
alutsista yang cukup mahal untuk memelihara integritas teritorial Indonesia,
dan seluruh pendanaan latihan dan pendidikan TNI berasal dari uang rakyat.
Demikian juga yang berkaitan dengan kepolisian kita. Bahkan,
pesawat kepresidenan, helikopter yang membawa Anda dari satu tempat ke tempat
lain, seluruh anggota paspampres dan biaya apa saja yang dibutuhkan seorang
presiden berasal dari uang rakyat.
Rakyat Indonesia, bukan rakyat negara lain. Karena itu,
berpihaklah pada rakyat secara adil, termasuk umat Islam yang merupakan
komponen terbesar rakyat Indonesia. Hari-hari ini lewat proses hukum,
pemerintah segera menuntaskan dugaan penistaan Alquran dan ulama oleh Ahok.
Di atas pasal dan ayat KUHP dan UU, rasa keadilan masyarakat tentu jauh lebih
mendasar.
Nasihat saya, jangan gegabah. Unggulkan kepentingan bangsa dan
rakyat sendiri. Apalagi, melancarkan tuduhan ada aktor politik penunggang
demo 411, ada rencana makar menjelang 212, diperparah lagi oleh JK dengan
menyatakan safari kilat Anda pasca-411 bukan karena akan ada kudeta (tentu
tambah memperunyam suasana). Akibatnya, sumber masalah jadi makin tertutupi.
Muncullah isu ada gerakan massa mau mengganti dasar negara dan
merobohkan Jokowi, ada kekuatan anti-Bhineka Tunggal Ika, ada aspirasi ISIS
di demo 411, ada penggalangan people power ala 1998, dan berbagai isu lain
yang menyeramkan.
Masalah pokok kita adalah skandal Ahokk. Titik! Selesaikan
secara cepat, tegas, transparan, dan adil sesuai janji Anda. Jangan melebar,
jangan bermain api. Bung Jokowi, jadilah bagian dari solusi. Jangan menjadi
bagian dari masalah. Bravo! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar