Senin, 05 Januari 2015

Menegakkan Etos Kepemimpinan Bangsa

Menegakkan Etos Kepemimpinan Bangsa

Muhammadun  ;  Analis Studi Politik Program Pascasarjana
UIN Yogyakarta
MEDIA INDONESIA,  02 Januari 2015

                                                                                                                       


PERINGATAN Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi refleksi penting bangsa ini dalam menegakkan etos kepemimpinan bangsa. Kepemimpinan bukan sekadar atribut dan pangkat dalam birokrasi atau partai politik (parpol). Kepemimpinan merupakan gerak hidup manusia untuk selalu berdiri tegak membangun diri sendiri dan bangsa. Dalam kepemimpinan, tak ada kepentingan sesaat karena kepentingan jangka panjang dan kepentingan bangsa harus selalu di depan.

Bangsa Indonesia membutuhkan referensi etos kepemimpinan. Semangat kerja yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo dan kabinetnya harus dibarengi etos kepemimpinan yang berkarakter dan bervisi masa depan. Etos kepemimpinan Nabi Muhammad bisa menjadi oase yang sangat tepat untuk memecahkan kebuntuan dan kemacetan yang menghadang. Kita bisa melihat berbagai kepala daerah yang usai menjabat langsung mendekam di bui tahanan. Anggota dewan sebagai wakil rakyat justru selalu mencederai amanat rakyat. Kasus korupsi men jadikan pemimpin bangsa ini kehilangan jiwa kepemimpinannya. Itulah problem serius yang masih mendera Indonesia masa transisi reformasi sekarang ini.

Sekarang ini saatnya refleksi. Mengapa? Karena umat Islam di Indonesia sering kali mengabaikan kepemimpinan Nabi Muhammad. Padahal, hampir seluruh lembaga negara dipimpin umat Islam. Apalagi, presiden sejak awal dipimpin umat Islam. Menurut Dr M Syafi ’i Antonio dalam Super Leader, Super Manager (2010) dijelaskan bahwa paling tidak ada 3 faktor mengapa umat Islam tidak mampu menangkap suri teladan Muhammad SAW secara holistis dan komprehensif. Pertama, adanya distorsi citra yang secara subjektif sengaja dimunculkan para orientalis. Kedua, munculnya prasangka buruk (prejudice) yang berlebih dari beberapa kalangan ketika nilai-nilai positif (uswah hasanah) Rasulullah SAW akan dikaji dan dipraktikkan di lapangan dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor yang ketiga ialah tradisi dan kebiasaan kebanyakan umat Islam yang melihat dan menempatkan sosok Muham mad SAW hanya dari satu sisi. Sering kali kita terjebak ke dalam `pengultusan' individu sosok Muhammad. Mungkin tanpa disadari banyak di antara kita yang memosisikan sosok Muhammad SAW terlalu melangit, tinggi, dan jauh di atas sehingga beliau menjadi `asing' bagi kita untuk ditiru dan dijadikan suri teladan. Padahal, Rasulullah SAW dalam beberapa kesempatan pernah mengatakan “Janganlah kalian terlalu mengagung-agungkan aku, seperti halnya kaum Kristen mendewakan Isa bin Maryam. Sesungguhnya, aku ini manusia biasa putra seorang wanita Mekah yang memakan daging yang dikeringkan (lauk sederhana). Panggillah aku Rasulullah dan hamba Allah“ (HR Tirmidzi).

Ketiga hal tersebut juga menjangkiti para pemimpin bangsa ini. Makanya, sudah saatnya sekarang ini maulid Nabi dijadikan sebagai starting point bangsa ini untuk terus menggali keteladanan Muhammad sebagai pemimpin yang sukses dalam mengelola rakyatnya. Muhammad merupakan pemimpin yang bisa mengayomi rakyatnya, begitu membela kaum miskin, dekat dengan kaum pinggiran, orang pertama yang selalu menjenguk rakyatnya yang sedang sakit, memberikan apa pun yang dimiliki untuk kepentingan rakyat, serta teguh dalam menegakkan keadilan.Bahkan, kalau anaknya sendiri mencuri, maka ia sendiri yang akan memotong tangan anaknya tersebut.

Bagi Muhammad, kepemimpinan ialah amanah. Suatu amanah akan dimintai pertanggungjawabannya. Itu dikatakan dengan jelas oleh beliau, yakni “Sesungguhnya imam (kepala negara) ialah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.“ (HR Al-Bukhari dan Muslim). Jika seorang pemimpin menjalankan amanah kepemimpinannya dengan benar, ia pun akan dicintai rakyatnya. Kata-katanya akan di dengar, seruannya akan dijalankan, dan kehormatan serta kewibawaannya pun akan terjaga di mata rakyatnya. Ia juga tidak akan merasa dijauhi dan dibenci rakyatnya. Bahkan, ia akan dicintai rakyatnya jika ia memimpin rakyatnya dengan penuh kecintaan.

Segitiga sukses

Menurut Wahidunnaba (2009), ada segitiga sukses dalam kepemimpinan Muhammad, yakni pemimpin yang holistis, accepted, dan proven. Muhammad merupakan pemimpin yang holistis karena ia mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang kehidupan.Kepemimpinannya mampu meresap ke berbagai nuansa kehidupan melalui celahcelah tanpa disadari manusia pada saat itu. Beliau memulai mengembangkan kepemimpinannya berawal dari dirinya sendiri (self development) terlebih dahulu. Semangat kepemimpinan bisnis dan entrepreneurship yang ditunjukkannya semasa masih muda sangat menakjubkan. Kegiatan bisnis yang dilakukannya hampir tidak pernah mengalami kerugian.

Saat menjadi kepala rumah tangga, beliau mampu mengembangkan leadership dalam kehidupan rumah tangganya. Kepemimpinannya mewarnai kehidupan sehari-hari bersama istriistrinya sehingga nuansa harmonis tercipta begitu indah. Beliau dapat bersifat adil terhadap mereka semua. Dalam kehidupan yang lebih heterogen, yaitu tatanan kehidupan masyarakat, beliau melahirkan era baru. Era yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kepemimpinannya menjadikan kehidupan masyarakat menjadi pusat peradaban dunia. Sistem perpolitikan yang beliau terap kan mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat menjadi bermartabat. Sistem pendidikan dalam masyarakat berubah total. Pendidikan yang diterapkan menjadikan masyarakatnya bermoral dan nampak cerah.

Beliau juga pemimpin yang accepted. Seorang pemimpin yang diterima dan diakui semua masyarakatnya. Bahkan, kepemimpinan beliau masih diterima sampai saat ini.Jika terhitung, sudah berapa miliar orang yang mengakui kepemimpinannya. Terlepas dari wahyu yang disampaikan, akhlak beliau juga patut diterima dan dijadikan suri teladan. Yang ketiga, Nabi Muhammad SAW ialah pemimpin yang proven. Figur pemimpin yang terbukti telah membawa perubahan bagi masyarakat. Kepemimpinan yang selalu berorientasi pada bukti riil, tidak sekadar katakata persuasif. Pemimpin yang berorientasi ke depan.

Dari sinilah, pemimpin bangsa ini mestinya segera mengambil hikmah dari kepemimpinan Muhammad. Mulai dari diri sendiri, setidaknya itulah yang sangat tepat bagi seluruh warga bangsa ini, khususnya para pemimpinnya. Dengan belajar menjadi pemimpin bagi diri sendiri, maka pelan tetapi pasti akan bisa menjadi pemimpin yang baik bagi bangsa ini. Sebagai penutup, camkanlah pernyataan Muhammad ini, “Sebaik-baiknya pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian serta yang kalian doakan dan mereka juga mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian serta yang kalian laknat dan mereka juga melaknat kalian“. (HR Muslim, Ahmad, dan Ad-Darimi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar