Menegakkan
Etos Kepemimpinan Bangsa
Muhammadun ; Analis Studi Politik Program Pascasarjana
UIN Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 02 Januari 2015
PERINGATAN Maulid Nabi Muhammad
SAW menjadi refleksi penting bangsa ini dalam menegakkan etos kepemimpinan
bangsa. Kepemimpinan bukan sekadar atribut dan pangkat dalam birokrasi atau
partai politik (parpol). Kepemimpinan merupakan gerak hidup manusia untuk
selalu berdiri tegak membangun diri sendiri dan bangsa. Dalam kepemimpinan,
tak ada kepentingan sesaat karena kepentingan jangka panjang dan kepentingan
bangsa harus selalu di depan.
Bangsa Indonesia membutuhkan
referensi etos kepemimpinan. Semangat kerja yang ditunjukkan Presiden Joko
Widodo dan kabinetnya harus dibarengi etos kepemimpinan yang berkarakter dan
bervisi masa depan. Etos kepemimpinan Nabi Muhammad bisa menjadi oase yang
sangat tepat untuk memecahkan kebuntuan dan kemacetan yang menghadang. Kita
bisa melihat berbagai kepala daerah yang usai menjabat langsung mendekam di
bui tahanan. Anggota dewan sebagai wakil rakyat justru selalu mencederai
amanat rakyat. Kasus korupsi men jadikan pemimpin bangsa ini kehilangan jiwa
kepemimpinannya. Itulah problem serius yang masih mendera Indonesia masa
transisi reformasi sekarang ini.
Sekarang ini saatnya refleksi.
Mengapa? Karena umat Islam di Indonesia sering kali mengabaikan kepemimpinan
Nabi Muhammad. Padahal, hampir seluruh lembaga negara dipimpin umat Islam.
Apalagi, presiden sejak awal dipimpin umat Islam. Menurut Dr M Syafi ’i
Antonio dalam Super Leader, Super
Manager (2010) dijelaskan bahwa paling tidak ada 3 faktor mengapa umat
Islam tidak mampu menangkap suri teladan Muhammad SAW secara holistis dan
komprehensif. Pertama, adanya distorsi citra yang secara subjektif sengaja
dimunculkan para orientalis. Kedua, munculnya prasangka buruk (prejudice) yang berlebih dari beberapa
kalangan ketika nilai-nilai positif (uswah
hasanah) Rasulullah SAW akan dikaji dan dipraktikkan di lapangan dalam
kehidupan sehari-hari.
Faktor yang ketiga ialah tradisi
dan kebiasaan kebanyakan umat Islam yang melihat dan menempatkan sosok Muham
mad SAW hanya dari satu sisi. Sering kali kita terjebak ke dalam
`pengultusan' individu sosok Muhammad. Mungkin tanpa disadari banyak di
antara kita yang memosisikan sosok Muhammad SAW terlalu melangit, tinggi, dan
jauh di atas sehingga beliau menjadi `asing' bagi kita untuk ditiru dan
dijadikan suri teladan. Padahal, Rasulullah SAW dalam beberapa kesempatan
pernah mengatakan “Janganlah kalian
terlalu mengagung-agungkan aku, seperti halnya kaum Kristen mendewakan Isa
bin Maryam. Sesungguhnya, aku ini manusia biasa putra seorang wanita Mekah
yang memakan daging yang dikeringkan (lauk sederhana). Panggillah aku
Rasulullah dan hamba Allah“ (HR Tirmidzi).
Ketiga hal tersebut juga
menjangkiti para pemimpin bangsa ini. Makanya, sudah saatnya sekarang ini
maulid Nabi dijadikan sebagai starting
point bangsa ini untuk terus menggali keteladanan Muhammad sebagai
pemimpin yang sukses dalam mengelola rakyatnya. Muhammad merupakan pemimpin
yang bisa mengayomi rakyatnya, begitu membela kaum miskin, dekat dengan kaum
pinggiran, orang pertama yang selalu menjenguk rakyatnya yang sedang sakit,
memberikan apa pun yang dimiliki untuk kepentingan rakyat, serta teguh dalam
menegakkan keadilan.Bahkan, kalau anaknya sendiri mencuri, maka ia sendiri
yang akan memotong tangan anaknya tersebut.
Bagi Muhammad, kepemimpinan ialah
amanah. Suatu amanah akan dimintai pertanggungjawabannya. Itu dikatakan
dengan jelas oleh beliau, yakni “Sesungguhnya
imam (kepala negara) ialah pengurus rakyat dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.“ (HR Al-Bukhari dan
Muslim). Jika seorang pemimpin menjalankan amanah kepemimpinannya dengan
benar, ia pun akan dicintai rakyatnya. Kata-katanya akan di dengar, seruannya
akan dijalankan, dan kehormatan serta kewibawaannya pun akan terjaga di mata
rakyatnya. Ia juga tidak akan merasa dijauhi dan dibenci rakyatnya. Bahkan,
ia akan dicintai rakyatnya jika ia memimpin rakyatnya dengan penuh kecintaan.
Segitiga
sukses
Menurut Wahidunnaba (2009), ada
segitiga sukses dalam kepemimpinan Muhammad, yakni pemimpin yang holistis, accepted, dan proven. Muhammad merupakan pemimpin
yang holistis karena ia mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang kehidupan.Kepemimpinannya mampu
meresap ke berbagai nuansa kehidupan melalui celahcelah tanpa disadari
manusia pada saat itu. Beliau memulai mengembangkan kepemimpinannya berawal
dari dirinya sendiri (self development)
terlebih dahulu. Semangat kepemimpinan bisnis dan entrepreneurship yang ditunjukkannya semasa masih muda sangat
menakjubkan. Kegiatan bisnis yang dilakukannya hampir tidak pernah mengalami
kerugian.
Saat menjadi kepala rumah tangga,
beliau mampu mengembangkan leadership dalam kehidupan rumah tangganya.
Kepemimpinannya mewarnai kehidupan sehari-hari bersama istriistrinya sehingga
nuansa harmonis tercipta begitu indah. Beliau dapat bersifat adil terhadap
mereka semua. Dalam kehidupan yang lebih heterogen, yaitu tatanan kehidupan masyarakat,
beliau melahirkan era baru. Era yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kepemimpinannya menjadikan kehidupan masyarakat menjadi pusat peradaban
dunia. Sistem perpolitikan yang beliau terap kan mampu mengubah tatanan
kehidupan masyarakat menjadi bermartabat. Sistem pendidikan dalam masyarakat
berubah total. Pendidikan yang diterapkan menjadikan masyarakatnya bermoral
dan nampak cerah.
Beliau juga pemimpin yang accepted. Seorang pemimpin yang
diterima dan diakui semua masyarakatnya. Bahkan, kepemimpinan beliau masih
diterima sampai saat ini.Jika terhitung, sudah berapa miliar orang yang mengakui
kepemimpinannya. Terlepas dari wahyu yang disampaikan, akhlak beliau juga
patut diterima dan dijadikan suri teladan. Yang ketiga, Nabi Muhammad SAW
ialah pemimpin yang proven. Figur
pemimpin yang terbukti telah membawa perubahan bagi masyarakat. Kepemimpinan
yang selalu berorientasi pada bukti riil, tidak sekadar katakata persuasif.
Pemimpin yang berorientasi ke depan.
Dari sinilah, pemimpin bangsa ini
mestinya segera mengambil hikmah dari kepemimpinan Muhammad. Mulai dari diri
sendiri, setidaknya itulah yang sangat tepat bagi seluruh warga bangsa ini,
khususnya para pemimpinnya. Dengan belajar menjadi pemimpin bagi diri
sendiri, maka pelan tetapi pasti akan bisa menjadi pemimpin yang baik bagi
bangsa ini. Sebagai penutup, camkanlah pernyataan Muhammad ini, “Sebaik-baiknya pemimpin kalian adalah
yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian serta yang kalian doakan dan
mereka juga mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang
kalian benci dan mereka membenci kalian serta yang kalian laknat dan mereka
juga melaknat kalian“. (HR Muslim, Ahmad, dan Ad-Darimi). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar