Kamis, 19 Desember 2013

Uji Dana Logistik KPU

Uji Dana Logistik KPU
Effnu Subiyanto  ;    Kandidat Doktor Ekonomi Unair; Peneliti,
Pendiri Forum Pengamat Kebijakan Publik
MEDIA INDONESIA,  18 Desember 2013

  

DALAM sebuah running text media elektronik disebutkan Komisi Pemi lihan Umum (KPU) mengalokasikan Rp980 miliar untuk surat suara Pemilu 2014 sampai siap dicoblos di TPS. Timbul pertanyaan mengapa dana yang diperlukan demikian besar? Bagaimana sebetulnya perhitungan pembuatan surat suara, pencetakan, sampai dengan distribusi ke 33 provinsi dan akhirnya sampai di 545.647 TPS di seluruh Indonesia?

Budget slack KPU dalam sejarahnya memang selalu besar. Pada 2014 nanti Komisi II DPR sudah menyetujui pengucuran anggaran KPU sebesar Rp15,4 triliun. Uang ini di antaranya untuk pembayaran uang kehormatan ketua dan anggota KPU di seluruh Indonesia serta untuk pengadaan kendaraan operasional.

Permintaan dana sebesar itu termasuk di dalamnya anggaran logistik sampai dengan Rp2,9 triliun. Biaya ini sudah termasuk sampai pengadaan surat suara untuk pemilihan langsung Pilpres 2014-2019, tetapi untuk putaran pertama.

Berdasarkan website KPU pada saat ini, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2014 akhirnya ditetapkan sebanyak 186.567.951 pemilih yang nanti akan memilih anggota DPR pusat, DPD, DPRD I, dan DPRD II. Menurut salah satu komisioner KPU Arif Budiman, kertas suara yang digunakan ialah jenis 80 gram per meter persegi dan dicetak dengan toleransi maksimal menurut 
Peraturan KPU No 16/2013 tentang Norma, Standar Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 sebesar 2% dari jumlah DPT.

Ukuran kertas kendati tidak sama di setiap provinsi, tetapi yang terbanyak nanti ialah 54x70 cm atau sudah pasti memerlukan kertas ukuran A1 ukuran 59,4x84,1 cm. Harga kertas A1 per rim masingmasing berisi 500 lembar di pasar sekarang ialah Rp232 ribu.

Dengan jumlah total pemilih 186 juta orang maka diperlukan masingmasing 4 kertas suara ukuran A1 untuk memilih 4 wakilnya sehingga total lembar yang diperlukan ialah 746,27 juta lembar. Ditambah dengan kertas cadangan maksimal 2%, total diperlukan kertas sebanyak 761,19 juta lembar. Ini sama dengan 1,52 juta rim senilai Rp353,19 miliar.

Distribusi?

Memang belum diketahui nilai tender pembuatan kertas suara Pemilu 2014 nanti, tetapi bisa saya katakan bahwa anggaran Rp980 miliar sungguh luar biasa berlebih. Kemungkinan biaya terbesar kedua setelah pengadaan kertas dan pencetakan ialah transportasi karena surat suara itu harus didistribusikan sampai ke 33 provinsi pada 497 kabupaten/kota.

Namun, sebetulnya sangat tidak sulit menghitung biaya transportasi untuk 761,19 juta lembar itu. Ketika patokannya jenis HVS 80 gram per meter persegi sudah diketahui, dapat dipastikan setiap kertas suara yang berukuran maksimal A1 itu akan memiliki berat 30,24 gram. Jadi total berat kertas suara Pemilu 2014 nanti akan mencapai sedikitnya 22.466,69 ton. Jika dimasukkan ke kontainer ukuran 40 feet yang rata-rata mampu diisi 30-35 ton per kontainer, diperlukan maksimal 748 kontainer.

Namun, tiga terbesar jumlah pemilih ada di Jawa yang menjadi pusat tempat suara dicetak, yakni Jawa Barat (131 kontainer), Jawa Timur (123 kontainer), dan Jawa Tengah (109 kontainer). Jika ditambah surat suara untuk Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan DIY Yogyakarta, sudah mencapai 435,80 kontainer atau 58,19% dari total 748 kontainer.

Untuk di Jawa cukup digunakan truk trailer guna mencapai kota-kota di Jawa dan tidak perlu menggunakan angkutan udara yang sangat mahal. Dengan simulasi biaya menyewa truk trailer sebesar Rp20 juta dari ujung timur Jawa sampai ujung barat Jawa, biaya yang harus dikeluarkan KPU maksimal Rp8,71 miliar.

Bagaimana mengirim surat suara ke 27 provinsi lainnya di luar Pulau Jawa? Kalkulasinya ternyata tidak mahal jika dihitung dengan cermat. Provinsi terbanyak pertama yang menggunakan surat suara di luar Jawa adalah Sumatra Utara dengan 39 kontainer ukuran 40 feet. Cara mendistribusikan hanya ada dua, yakni booking pesawat komersial yang menerbangi rute ini atau ‘menyewa’ pesawat angkut Hercules TNI.

Jika setiap pesawat komersial untuk amannya dimuati surat suara seberat 15 ton meskipun mampu membawa 20 ton sekali terbang, diperlukan 626 frekuensi penerbangan. Dengan biaya booking satu penerbangan dianggap Rp500 juta, maka KPU hanya memerlukan biaya transportasi udara ke 27 provinsi di luar Jawa yakni Rp313,09 miliar. Total biaya transportasi dengan asumsi angka maksimal di atas masih Rp321,81 miliar. Itu pun masih Rp675 miliar dari total anggaran yang disediakan Rp980 miliar atau masih sisa Rp304,99 miliar.

Dengan hitung-hitungan seperti ini, KPU sepertinya mengalokasikan harga kertas surat suara termasuk biaya pencetakannya per rim sebesar Rp442.714. Padahal harga kertas ukuran surat suara Pemilu 2014 nanti per rim berkisar Rp232 ribu. Jika asumsi biaya transportasi dapat turun, misalnya karena menggunakan ‘bantuan’ Hercules TNI, alokasi harga kertas termasuk pencetakannya akan lebih besar lagi dan akan sangat tidak rasional.

Bahkan alokasi anggaran ini masih berlebih kendati ditambahkan pengadaan tinta sebesar Rp24,09 miliar, segel khusus dengan hologram (Rp13,86 miliar), formulir pemilihan umum (Rp38,33 miliar), dan alat bantu penyandang cacat (tunanetra) sebesar Rp8,43 miliar. Kelebihannya masih Rp236,09 miliar atau 24,09% dari total anggaran yang dialokasikan. KPU dalam hal ini sangat rentan mendapat tuduhan mark-up anggaran surat suara sampai distribusi minimal 191% dari harga normal.

Darurat?

Pemilu 2014 nanti adalah hal yang sangat penting sekali. Belajar dari kegagalan distribusi PT Ghalia Indonesia Printing (GIP) pada UN SMU April lalu kendati hanya mengirimkan 106,5 juta lembar soal ujian dan lembar jawaban di luar Pulau Jawa, distribusi surat suara nanti menjadi hal yang sangat krusial.

Titik krusialnya ialah transportasi dan harus melalui udara yang sangat rawan, padahal cadangan suara hanya 2%. Daerah luar Pulau Jawa juga dikenal bukan daerah yang bersahabat dari sisi cuaca dan keamanan karena itu diperlukan skenario contingency plan yang amat mendesak dipersiapkan oleh KPU.

Pemenang tender surat suara ini jika cakupan pekerjaannya termasuk pengiriman maka harus memiliki pemahaman jalur logistik udara dari bandara seluruh Indonesia. Dapat menentukan bandar udara mana yang layak menjadi hub untuk distribusi surat suara per pulau bahkan per provinsi. Waspada terhadap keterbatasan jumlah flight termasuk memiliki kontak darurat dengan skuadron Hercules TNI.

Cara yang bijak untuk mengurangi risiko gagalnya Pemilu 2014 ialah membagi percetakan surat suara pada daerah setempat dengan pengawasan sangat ketat. Bukan eranya lagi menyentralisasi produksi surat suara dari Jakarta, jika melihat fakta-fakta beratnya sektor transportasi di negeri ini.

Kini KPU menjalani hari-hari sangat berat dan semakin cepat menuju momentum 9 April 2014 yang menentukan itu. Kecepatan amat diperlukan. Namun jika gegabah melaksanakannya dan amburadul, seluruh anggota KPU juga sangat rawan dan semakin cepat masuk ke bui. Rakyat hanya berharap semoga pelaksanaan Pemilu 2014 lebih baik jika dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya. Jika milestone ini dapat diwujudkan oleh KPU, tingkat konflik hasil pemilu akan berkurang dengan sendirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar