DALAM sebuah running text media elektronik disebutkan Komisi Pemi lihan Umum
(KPU) mengalokasikan Rp980 miliar untuk surat suara Pemilu 2014 sampai siap
dicoblos di TPS. Timbul pertanyaan mengapa dana yang diperlukan demikian
besar? Bagaimana sebetulnya perhitungan pembuatan surat suara, pencetakan,
sampai dengan distribusi ke 33 provinsi dan akhirnya sampai di 545.647 TPS
di seluruh Indonesia?
Budget slack KPU dalam sejarahnya
memang selalu besar. Pada 2014 nanti Komisi II DPR sudah menyetujui
pengucuran anggaran KPU sebesar Rp15,4 triliun. Uang ini di antaranya untuk
pembayaran uang kehormatan ketua dan anggota KPU di seluruh Indonesia serta
untuk pengadaan kendaraan operasional.
Permintaan dana sebesar itu termasuk di
dalamnya anggaran logistik sampai dengan Rp2,9 triliun. Biaya ini sudah
termasuk sampai pengadaan surat suara untuk pemilihan langsung Pilpres
2014-2019, tetapi untuk putaran pertama.
Berdasarkan website KPU pada saat ini,
jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2014 akhirnya ditetapkan sebanyak
186.567.951 pemilih yang nanti akan memilih anggota DPR pusat, DPD, DPRD I,
dan DPRD II. Menurut salah satu komisioner KPU Arif Budiman, kertas suara
yang digunakan ialah jenis 80 gram per meter persegi dan dicetak dengan
toleransi maksimal menurut
Peraturan KPU No 16/2013 tentang Norma, Standar
Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu
Legislatif 2014 sebesar 2% dari jumlah DPT.
Ukuran kertas kendati tidak sama di setiap
provinsi, tetapi yang terbanyak nanti ialah 54x70 cm atau sudah pasti memerlukan
kertas ukuran A1 ukuran 59,4x84,1 cm. Harga kertas A1 per rim masingmasing
berisi 500 lembar di pasar sekarang ialah Rp232 ribu.
Dengan jumlah total pemilih 186 juta orang
maka diperlukan masingmasing 4 kertas suara ukuran A1 untuk memilih 4 wakilnya
sehingga total lembar yang diperlukan ialah 746,27 juta lembar. Ditambah
dengan kertas cadangan maksimal 2%, total diperlukan kertas sebanyak 761,19
juta lembar. Ini sama dengan 1,52 juta rim senilai Rp353,19 miliar.
Distribusi?
Memang belum diketahui nilai tender
pembuatan kertas suara Pemilu 2014 nanti, tetapi bisa saya katakan bahwa
anggaran Rp980 miliar sungguh luar biasa berlebih. Kemungkinan biaya
terbesar kedua setelah pengadaan kertas dan pencetakan ialah transportasi
karena surat suara itu harus didistribusikan sampai ke 33 provinsi pada 497
kabupaten/kota.
Namun, sebetulnya sangat tidak sulit
menghitung biaya transportasi untuk 761,19 juta lembar itu. Ketika
patokannya jenis HVS 80 gram per meter persegi sudah diketahui, dapat
dipastikan setiap kertas suara yang berukuran maksimal A1 itu akan memiliki
berat 30,24 gram. Jadi total berat kertas suara Pemilu 2014 nanti akan
mencapai sedikitnya 22.466,69 ton. Jika dimasukkan ke kontainer ukuran 40
feet yang rata-rata mampu diisi 30-35 ton per kontainer, diperlukan
maksimal 748 kontainer.
Namun, tiga terbesar jumlah pemilih ada di
Jawa yang menjadi pusat tempat suara dicetak, yakni Jawa Barat (131
kontainer), Jawa Timur (123 kontainer), dan Jawa Tengah (109 kontainer).
Jika ditambah surat suara untuk Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan DIY
Yogyakarta, sudah mencapai 435,80 kontainer atau 58,19% dari total 748
kontainer.
Untuk di Jawa cukup digunakan truk trailer
guna mencapai kota-kota di Jawa dan tidak perlu menggunakan angkutan udara
yang sangat mahal. Dengan simulasi biaya menyewa truk trailer sebesar Rp20
juta dari ujung timur Jawa sampai ujung barat Jawa, biaya yang harus
dikeluarkan KPU maksimal Rp8,71 miliar.
Bagaimana mengirim surat suara ke 27
provinsi lainnya di luar Pulau Jawa? Kalkulasinya ternyata tidak mahal jika
dihitung dengan cermat. Provinsi terbanyak pertama yang menggunakan surat
suara di luar Jawa adalah Sumatra Utara dengan 39 kontainer ukuran 40 feet.
Cara mendistribusikan hanya ada dua, yakni booking pesawat komersial yang
menerbangi rute ini atau ‘menyewa’ pesawat angkut Hercules TNI.
Jika setiap pesawat komersial untuk amannya
dimuati surat suara seberat 15 ton meskipun mampu membawa 20 ton sekali
terbang, diperlukan 626 frekuensi penerbangan. Dengan biaya booking satu
penerbangan dianggap Rp500 juta, maka KPU hanya memerlukan biaya
transportasi udara ke 27 provinsi di luar Jawa yakni Rp313,09 miliar. Total
biaya transportasi dengan asumsi angka maksimal di atas masih Rp321,81
miliar. Itu pun masih Rp675 miliar dari total anggaran yang disediakan
Rp980 miliar atau masih sisa Rp304,99 miliar.
Dengan hitung-hitungan seperti ini, KPU
sepertinya mengalokasikan harga kertas surat suara termasuk biaya
pencetakannya per rim sebesar Rp442.714. Padahal harga kertas ukuran surat
suara Pemilu 2014 nanti per rim berkisar Rp232 ribu. Jika asumsi biaya
transportasi dapat turun, misalnya karena menggunakan ‘bantuan’ Hercules
TNI, alokasi harga kertas termasuk pencetakannya akan lebih besar lagi dan
akan sangat tidak rasional.
Bahkan alokasi anggaran ini masih berlebih
kendati ditambahkan pengadaan tinta sebesar Rp24,09 miliar, segel khusus
dengan hologram (Rp13,86 miliar), formulir pemilihan umum (Rp38,33 miliar),
dan alat bantu penyandang cacat (tunanetra) sebesar Rp8,43 miliar. Kelebihannya
masih Rp236,09 miliar atau 24,09% dari total anggaran yang dialokasikan.
KPU dalam hal ini sangat rentan mendapat tuduhan mark-up anggaran surat
suara sampai distribusi minimal 191% dari harga normal.
Darurat?
Pemilu 2014 nanti adalah hal yang sangat
penting sekali. Belajar dari kegagalan distribusi PT Ghalia Indonesia
Printing (GIP) pada UN SMU April lalu kendati hanya mengirimkan 106,5 juta
lembar soal ujian dan lembar jawaban di luar Pulau Jawa, distribusi surat
suara nanti menjadi hal yang sangat krusial.
Titik krusialnya ialah transportasi dan
harus melalui udara yang sangat rawan, padahal cadangan suara hanya 2%.
Daerah luar Pulau Jawa juga dikenal bukan daerah yang bersahabat dari sisi
cuaca dan keamanan karena itu diperlukan skenario contingency plan yang amat mendesak dipersiapkan oleh KPU.
Pemenang tender surat suara ini jika cakupan
pekerjaannya termasuk pengiriman maka harus memiliki pemahaman jalur
logistik udara dari bandara seluruh Indonesia. Dapat menentukan bandar
udara mana yang layak menjadi hub untuk distribusi surat suara per pulau
bahkan per provinsi. Waspada terhadap keterbatasan jumlah flight termasuk
memiliki kontak darurat dengan skuadron Hercules TNI.
Cara yang bijak untuk mengurangi risiko
gagalnya Pemilu 2014 ialah membagi percetakan surat suara pada daerah
setempat dengan pengawasan sangat ketat. Bukan eranya lagi menyentralisasi
produksi surat suara dari Jakarta, jika melihat fakta-fakta beratnya sektor
transportasi di negeri ini.
Kini KPU menjalani hari-hari sangat berat
dan semakin cepat menuju momentum 9 April 2014 yang menentukan itu.
Kecepatan amat diperlukan. Namun jika gegabah melaksanakannya dan
amburadul, seluruh anggota KPU juga sangat rawan dan semakin cepat masuk ke
bui. Rakyat hanya berharap semoga pelaksanaan Pemilu 2014 lebih baik jika
dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya. Jika milestone ini dapat
diwujudkan oleh KPU, tingkat konflik hasil pemilu akan berkurang dengan
sendirinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar