Ada yang menarik saat mengoreksi
tugas mahasiswa, yaitu sebagian besar bersumber dari internet, dengan
Google sebagai senjata utama. Hanya dengan mengetik kata kunci, program itu
men-searching. Setelah itu, kita mengklik satu per satu alamat situs yang
dimunculkan. Itulah tahapan mencari informasi dari internet.
Pertanyaan kritisnya apakah boleh
mengerjakan tugas dengan cara seperti itu? Jika posisi kita sebagai
pengajar, penelusurannya cukup mengetikkan satu atau dua kalimat dari tugas
mereka ke Google. Bila hasilnya memunculkan huruf tebal atau bold berarti
karya mahasiswa itu bersumber dari internet.
Mereka hanya meng-control C, membuka
dokumen baru di word, meng-control V di word, meng-control P, serta memberi
nama dan nomor induk mahasiswa pada bagian atas kertas. Bisa dikatakan,
mereka tidak menyusun, membangun, mengolah, atau menganalisis informasi
yang diperoleh lewat Mbah Google, sebutan lain mesin pencari itu.
Pola seperti itulah yang harus kita ubah.
Ada internet, bukan berarti segalanya ada. Internet bukan satu-satunya
sumber belajar, masih banyak sumber lain seperti buku teks, jurnal,
majalah, artikel, hasil penelitian, prosseding dan sebagainya.
Menurut Bloom, ada enam tingkatan dalam
domain kognitif. Tingkat paling dasar adalah pengetahuan, yang berisi hal-hal
spesifik, metode, dan struktur sederhana. Jika berpola mengkliping, berarti
ada pada tataran pengetahuan karena mereka mengenal definisi, unsur,
faktor, atau hal-hal lain yang ada dalam konsep tersebut.
Berbeda dari cara memahami, mengaplikasi,
dan menganalisis dari sumber internet. Memahami sebagai langkah awal
menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep atau pengertian. Mengaplikasi
sebagai kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi
nyata, meliputi aturan, metode konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori.
Menganalisis sebagai kemampuan merinci
bahan jadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah dimengerti. Menyintesis
sebagai kemampuan mengombinasikan bagian-bagian jadi satu keseluruhan baru
yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan
pola dan struktur baru. Mengevaluasi sebagai kemampuan mempertimbangkan
nilai untuk maksud tertentu, berdasarkan kriteria internal dan eksternal.
Hanya
Memindahkan
Bila mahasiswa yang ’’mengkliping Google
itu kita tanya tentang tugasnya, jawabannya cenderung letterlijk, apa
adanya. Mereka tidak bisa menguraikan, menjelaskan, memberi contoh, atau
mengaplikasikan. Nyaris tak terlihat kreativitas keilmiahannya mengingat
mereka hanya memindahkan dari internet.
Karena itu, dosen harus menaikkan
tingkatan ranah belajar mahasiswa, juga guru terhadap siswa. Tak hanya
cukup pengetahuan tetapi perlu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Semuanya membutuhkan proses. Belajar adalah proses yang
berkelanjutan dengan cara mengomentari, menganalisis, mengkritisi, dan
mempraktikkan.
Melalui proses tersebut maka budaya
ilmiah di kalangan mahasiswa dapat terwujud.
Kita mengenal Mark Zuckeberg sebagai
penemu facebook. Dia tidak lulus di Harvard University AS tapi sukses
menciptakan situs jejaring sosial yang kemudian mendunia.
Secara pendidikan, dia telah melakukan
pembelajaran berbasis proses.
Ia tidak hanya memahami tetapi
mengaplikasikan informasi yang diperolehnya. Ia berhasil mengaplikasikan
informasi secara nyata sesuai dengan aturan, metode, konsep, prinsip, atau
hukum menjadi bagian-bagian agar strukturnya mudah dipahami banyak orang.
Karena itu, mahasiswa diharapkan mampu
mengembangkan materi ketimbang sekadar menerima materi, terlebih hanya dari
Google. Salah satu strategi adalah dengan mendalami materi, daripada
mendapatkan banyak materi tetapi tidak menguasai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar