"Penting, mengorelasikan hubungan sektor kesehatan dengan
kebijakan ekonomi sebagai politik kesehatan"
PUBLIK kembali dikejutkan
kasus yang terjadi dalam dunia kesehatan. Ayu Swasyari Prawani, dokter
Rumah Sakit Umum (RSU) Dokter DR Kandou Manado Sulut harus mendekam di
Rutan Malendeng, di kota yang sama. Dia dinyatakan terbukti melakukan
malapraktik dan dihukum 10 bulan penjara oleh hakim Mahkamah Agung (MA).
Para pihak, baik manajemen rumah sakit maupun keluarga korban, Julia
Fransiska Maketey, saling membela lewat argumentasi masing-masing. Rumah
sakit merasa telah menunaikan tugas sesuai prosedur. Adapun keluarga korban
berpendapat akibat kelalaian dokter di rumah sakit itu terkait persoalan
biaya mengakibatkan meninggalnya anggota keluarga mereka. Kasus itu
lagi-lagi memperlihatkan bahwa persoalan kesehatan ternyata masih menjadi
barang mewah dan mahal bagi sebagian masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang manusiawi, masyarakat bahkan harus menggadaikan barang.
Tak tanggung-tanggung, nyawa
pun menjadi taruhan. Sebagian rumah sakit dan dokter mulai kehilangan wajah
manusiawinya. Banyak persoalan yang saat ini masih menyelimuti dunia
kesehatan. Dari mahalnya harga obatobatan, rumah sakit yang seringkali
hanya menampilkan wajah bisnis, profesi dokter yang kerap jadi agen dari
kartel farmasi, belum adanya pemerataan dan distribusi tenaga kesehatan,
hingga persoalan fasilitas kesehatan di berbagai daerah.
Pada ranah itulah
diperlukan keberpihakan negara untuk melindungi warga yang kurang mampu
supaya tidak semakin tersisih dalam pembangunan. Saat ini fakta kerap
menunjukkan banyak lembaga kesehatan yang hanya berorientasi ekonomi,
kurang berpihak kepada masyarakat miskin. Masyarakat selalu menjadi korban,
bahkan bulan-bulanan oleh sebuah sistem. Kesehatan dalam konteks ini hanya
dipandang sebagai perkara medis. Fungsi sosial yang seharusnya juga diemban
rumah sakit, terkikis oleh hasrat penumpukan laba.
Dengan sekitar 35 juta
lebih orang miskin di Indonesia, sudah saatnya negara mengambil prakarsa
lebih konkret melindungi mereka agar berbagai lembaga kesehatan dan hal
lain yang terkait, seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, harga obat,
dan dokter, tidak justru jadi mesin yang menggilas mereka yang miskin.
Itulah kira-kira bentuk politik kesehatan yang harus dijalankan negara.
Seperti dikatakan Jeffrey Sachs (2005) bahwa banyak hal yang menyebabkan
seseorang akan makin terperangkap dalam jebakan kemiskinan. Salah satunya
adalah ketiadaan human capital dengan salah satu variabel dalam wujud akses
kesehatan yang memadai dan terjangkau.
Mengapa komitmen negara dalam
bentuk politik kesehatan menjadi penting? Kondisi warga miskin di negeri
ini sudah seperti orang yang terendam di air sampai ke leher, sehingga
ombak kecil sekali pun akan menenggelamkannya. Ombak kecil dalam konteks
ini bisa berupa kemahalan biaya rumah sakit, dokter, dan obat-obatan. Pada
titik inilah penting mengorelasikan hubungan antara sektor kesehatan dan
kebijakan ekonomi sebagai bentuk konkret politik kesehatan. IPM Rendah
Banyak bukti kemiskinan ikut memperkeruh persoalan kesehatan. Data Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) memasukkan tiga parameter
penting dalam menghitung tingkat kesejahteraan, yaitu pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi. Fakta itu , menunjukkan bahwa peringkat
kesejahteraan Indonesia pada 2013 berada pada urutan ke-121 dari 187
negara. Peringkat Indonesia setara dengan negara-negara seperti Karibia dan
Afrika Selatan yang memiliki nilai IPM sama.
Dibanding negara anggota
ASEAN, Indonesia merupakan negara dengan IPM terendah. Singapura menempati
peringkat tertinggi, yakni urutan ke-18, sementara Malaysia ke-64, Thailand
ke- 103, dan Filipina ke-114. Bila diukur dari Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM), skor Indonesia 17,9 dan itu peringkat ke-33 dari 94 negara. IKM
mengukur kualitas SDM melalui beberapa indikator berupa presentase penduduk
di bawah garis kemiskinan, angka buta huruf, proporsi penduduk yang
kemungkinan meninggal sebelum usia 40 tahun, proporsi penduduk yang tidak
mempunyai akses terhadap air bersih, dan persentase balita dengan gizi
buruk. Mencermati data itu, sudah saatnya kebijakan ekonomi yang diambil
pemerintah juga mempertimbangkan implikasinya terhadap sektor kesehatan.
Permukiman yang sehat, nutrisi yang lebih baik, dan keringanan biaya
kesehatan adalah salah satu bentuk implementasi. Kasus pengaduan keluarga
pasien yang meninggal akibat dugaan kelalaian dokter di rumah sakit dan
berujung penahanan dokter di Manado tersebut menjadi pelajaran berharga.
Wujud konkret lainnya bisa dalam bentuk semisal minimal di kawasan permukiman
miskin harus ada klinik kesehatan.
Klinik tersebut bisa diasuh dokter
praktik atau calon dokter (co-ass)
dan bisa diakses penduduk miskin. Apalagi saat ini banyak populasi penduduk
miskin tinggal di kawasan-kawasan yang oleh pemerintah dipandang ilegal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar