Triple
Listing, Sistem Pembayaran dan Ancaman Krisis
Achmad Deni Daruri ;
President
Director Center for Banking Crisis
|
KORAN
SINDO, 19 Desember 2013
Kerja sama perdagangan bebas antara
Amerika Serikat dan Uni Eropa akan memasuki tahap triple listing. Namun,
proses ini tampaknya akan melambat karena adanya penyadapan terhadap
telepon seluler kanselir Jerman Angela Merkel.
Memasuki era perdagangan bebas baik perdagangan bebas antara dua negara
serta lebih dari dua negara maka tantangan pencatatan di bursa efek juga
akan meningkat, di mana dual listingtidak hanya akan menjadi semakin
dominan, tetapi juga triple listing. Dengan adanya perdagangan bebas yang
diikuti oleh sebuah negara lebih dari satu perdagangan bebas, masa depan
triple listingakan menjadi lebih dominan ketimbang dari dual listing.
Triple listing akan menuntut harmonisasi antara tiga negara dalam konteks
peraturan bursa efek. Permasalahannya harmonisasi ini juga menuntut
harmonisasi dalam sistem pembayaran dalam konteks yang lebih detail yaitu
bank pembayaran.
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara peraturan perbankan dan
regulasi pasar sekuritas telah menjadi topik penting. Pasar negara
berkembang telah diganggu oleh krisis. Krisis Asia barubaru ini adalah
contoh yang baik. Sebagian besar krisis terjadi di sistem keuangan berbasis
bank dan sifat non-kontingen liabilitas bank muncul memainkan peran penting
dalam menyebabkan krisis. Regulasi perbankan gagal mencegah terjadinya
krisis. Hal ini telah menyebabkan sejumlah pengamat berpendapat bahwa
negara-negara Asia harus lebih mengandalkan pada pasar keuangan untuk
penggalangan dana dan mengurangi peran bank.
Hal ini menimbulkan pertanyaan penting apakah regulasi pasar sekuritas
perlu diubah untuk lebih fokus pada risiko sistemik. Ada sebuah tradisi
panjang dalam mengatur bank dan pasar sekuritas di banyak negara.
Pembenaran utama untuk regulasi bank yang biasanya diberikan adalah
menghindari risiko sistemik, atau dengan kata lain, menghindari krisis
keuangan. Dengan pasar sekuritas tujuan utama regulasi adalah perlindungan
investor dan meningkatkan efisiensi pasar.
Menghindari risiko sistemik, perlindungan investor dan peningkatan
efisiensi bukan alasan-alasan saja. Pencapaian tujuan sosial yang lebih
luas, seperti memerangi kejahatan terorganisasi atau memfasilitasi
kepemilikan asal, memberikan pembenaran bagi peraturan lainnya. Seperti
telah ditekankan, regulasi perbankan terutama dirancang untuk mencegah risiko
sistemik, sementara regulasi sekuritas terutama berfungsi untuk
perlindungan investor dan peningkatan efisiensi. Namun, ini tidak selalu
berarti bahwa beralih dari perbankan ke keuangan pasar akan mengurangi
risiko sistemik.
Pasar keuangan yang canggih memerlukan partisipasi banyak perantara dan
risiko sistemik dapat terjadi jika salah satu dari perantara bangkrut dan
menular ke seluruh sistem keuangan. Mengubah peraturan untuk mencegah hal
ini mungkin tidak efektif.
Bank sentral awalnya
didirikan dengan beberapa tujuan. Misalnya, salah satu peran penting dari
Bank of Sweden, yang didirikan pada 1656, adalah dalam sistem pembayaran.
Cadangan koin di Swedia adalah tembaga dan pembayaran ini dibuat rumit.
Untuk mengurangi masalah itu bank sentral pertama menerbitkan sertifikat
bank.
Ketika Bank of England didirikan pada 1694, tujuan utamanya adalah untuk
mengumpulkan uang untuk melawan Prancis. Beberapa sejarawan telah
berpendapat bahwa itu adalah kemampuan pembiayaan yang unggul dari Inggris
yang memungkinkan mereka untuk terus mengalahkan Prancis di abad kedelapan
belas, meskipun faktanya adalah populasi Prancis tiga kali lipat dari
Inggris. Setelah itu, sejarah dunia perbankan menunjukkan sejarah yang
cukup baik. Bordo dan Eichengreen (2000) melaporkan bahwa antara tahun 1945
dan 1971 tidak ada krisis perbankan dengan pengecualian satu di Brasil pada
tahun 1962.
Meskipun penghapusan krisis ini mengurangi tingkat parahnya resesi,
keberhasilan ini tidak tercapai tanpa biaya. Pengurangan atau penghapusan
kekuatan pasar dari sistem keuangan berarti bahwa sumber daya tidak
dialokasikan dengan sangat efisien. Langkah ini tidak menimbulkan begitu
banyak masalah di awal tahun-tahun setelah perang ketika banyak negara
membangun kembali perekonomian mereka dan alokasi modal untuk berbagai
sektor relatif jelas. Negara-negara seperti Prancis, Jerman, Italia, dan
Jepang melakukannya dengan sangat baik selama periode ini.
Namun, seiring waktu menjadi semakin kurang jelas ke mana sumber daya harus
dialokasikan. Hal ini menyebabkan gelombang liberalisasi keuangan dan
reintroduksi kekuatan pasar. Sayangnya, hal itu juga menyebabkan kembalinya
risiko sistemik dan krisis keuangan. Caprio dan Klingebiel (1996)
memberikan bukti bahwa antara tahun 1980 dan 1995 tiga perempat
negara-negara IMF mengalami beberapa macam krisis. Masalah risiko sistemik
telah kembali.
Alasan kedua mendasar untuk peraturan keuangan adalah perlindungan investor
terhadap harga yang berlebihan atau perilaku oportunistis oleh penyedia
jasa keuangan. Penegakan antitrust adalah alat kebijakan yang paling jelas
untuk menghadapi harga yang berlebihan. Kebijakan persaingan tidak hanya
dimotivasi oleh kepedulian untuk melindungi konsumen dari harga monopoli,
tetapi juga oleh tujuan memanfaatkan kekuatan pasar untuk meningkatkan
efisiensi alokasi di dalam sektor keuangan dan di antara sektor keuangan
dan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan demikian, peraturan triple listingharus dalam konteks sistem
pembayaran yaitu mengatasi dan menghindari risiko sistemik, perlindungan
investor dan meningkatkan efisiensi alokasi di dalam perekonomian
Indonesia. Hal ini luput diterapkan dalam peraturan dual listing yang lalu
di hampir semua perjanjian perdagangan bebas bilateral. Jika perdagangan
bebas antara Amerika Serikat dan Uni Eropa berjalan dengan mulus, itu
menjadi pertanda bahwa sudah saatnya melakukan migrasi dari pendekatan dual
listing ke triple listing dengan paradigma sistem pembayaran dengan
menggunakan sistem pembayaran berbasis teknologi informasi. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar