Minggu, 22 Desember 2013

Surat Cinta kepada Caleg

Surat Cinta kepada Caleg
Setio Boedi  ;   Penikmat Budaya, Tinggal di Semarang
SUARA MERDEKA,  19 Desember 2013
  


Anggota legislatif (caleg), baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD: meskipun saat ini Saudara belum menjadi wakil rakyat, sesungguhnya bila niat disertai hati bersih untuk memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, itu adalah niat mulia.

Apalagi di tengah potret buram lembaga legislatif yang terus terpuruk di mata masyarakat lewat keterbongkaran berbagai skandal, kepercayaan publik kepada lembaga ini seperti terjun bebas.

Tak banyak orang berani membuang diri ke sana, untuk siap berkeringat dan berdarah- darah menyuarakan tangis rakyat kecil. Dari antara orang yang tak banyak itulah, Saudara salah satu di antara mereka. Itu sebabnya saat waktu pemilu terus berlari makin dekat, sekitar 4 bulan lagi detik-detik proses demokrasi segera terjadi, saya memberanikan diri menulis surat cinta ini.

Saudara yang mulia, calon wakil kami di lembaga legislatif, izinkanlah pada awal surat ini, saya bertanya, “Apa motivasi Saudara yang mulia mengajukan diri sebagai caleg, apa pun kendaraan Saudara dalam perjalanan menuju pemilu?” Tolong dijawab dengan jujur dan hati bersih. Andai bermotivasi mencari uang, menambah pundi-pundi kekayaan, maaf betapa celaka hasil kerja Saudara yang mulia.

Itu adalah orientasi demi mengeruk keuntungan pribadi, termasuk demi kelompok sendiri. Jadi, semua fungsi lembaga legislatif (legislasi, penganggaran, dan pengawasan) akan diupayakan mendapatkan keuntungan materi. Bukankah sejarah di depan mata menyatakan demikian? Sebagai lembaga yang membuat/menentukan undang-undang ataupun perda, godaan uang sangat besar ada pada lembaga itu.

Pertanyaan awal ini merupakan lonceng penentu keberhasilan Saudara sebagai wakil rakyat alias penyambung lidah penderitaan rakyat, bukan majikan rakyat. Itu sebabnya dalam proses perjalanan menuju pemilu nanti, hendaklah Saudara tidak terlalu boros mengobral uang untuk memajang wajah di perempatan jalan, di kaca mobil, di warung kaki lima. Itu semua menghabiskan uang besar. Belum lagi jika harus mencari orang-orang yang bertugas sebagai pengumpul suara, yang jelas jasa mereka tidak gratis.

Kian besar pengeluaran ada kecenderungan makin besar pula niatan Saudara untuk tak hanya mengembalikan modal, tapi juga mengeruk keuntungan. Betapa tega bila demikian, dengan metafora wakil rakyat tetapi sejatinya memperalat rakyat demi kenikmatan perut sendiri. Cerdaslah dalam mengenalkan diri kepada rakyat, kehidupan Saudara selama ini adalah buku terbuka bagi masyarakat di dapil Saudara.

Saya berharap yang terpilih nanti adalah orang yang punya jiwa pelayan masyarakat, yang peka terhadap detak jantung rakyat kecil. Yang berprinsip, tak harus studi banding ke luar negeri untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, cukup ke desa-desa tertinggal.

Terus memelihara semangat, gairah setelah terpilih menjadi wakil rakyat seperti ketika masa pengenalan kepada masyarakat, semasa berkampanye. Artinya, tak ada lagi anggota DPR atau DPRD sering membolos, ngantukan, bahkan tidur di ruang sidang. Saat Saudara absen, atau tidur di tengah persidangan, uang rakyat tetap menggaji Saudara.

Tak lagi membuka situs porno saat sidang, karena bukan hanya Saudara yang menanggung malu ketika Saudara dipermalukan dengan perbuatan semacam ini. Harapan yang rasanya sulit tetapi tetap saya bangun adalah kiranya Saudara yang mulia benar-benar menjauhkan diri, bahkan kalau pun hendak berniat, langsung alergi terhadap suap/korupsi.

Spirit dan Nyali

Semoga Saudara yang mulia adalah caleg yang visioner, berani memperjuangkan kebenaran tetapi juga berada dalam kebenaran. Siap sendirian ketika memperjuangkan kebenaran itu, bahkan ditinggalkan teman-teman dekat sekalipun. Saudara yang mulia, ingatkah dengan Yap Thiam Hien? Seorang advokat yang nasionalismenya tidak diragukan.

Dia advokat yang berani mendampingi Soebandrio dalam sidang Mahmilub dengan dakwaan terlibat dalam peristiwa 30 September 1965. Kesaksian hidupnya yang lain yang menyatakan sebagai advokat yang tidak pandang bulu adalah tatkala mendampingi Basoeki, terdakwa kasus peledakan beberapa kantor Cabang BCA di Jakarta Barat, pada 4 Oktober 1984. Meskipun kasus yang ditangani bernuansa SARA, Yap tetap profesional. Bahkan Basoeki sebelum meninggal, menulis tentang Yap, “Yap Thiam Hien, yang berani menegakkan keadilan hukum di Indonesia.” (Yap Thiam Hien-100 Tahun Sang Pendekar Keadilan, KPG-Tempo 2013).

Yang akan saya sampaikan justru tahukah Saudara yang mulia jika Yap pernah menjadi anggota Konstituante hasil Pemilu 1955? Tahun 1959 nama dia mencuat karena terlibat perdebatan sengit di Konstituante. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang UUD 1945 karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlampau kuat.

Beranikah Saudara yang mulia memiliki spirit dan nyali seperti Yap? Yang meski ditinggalkan rekan-rekan dekat tetap teguh berjuang demi kebenaran? Selamat berjuang Saudara-saudaraku. Jika gagal tidak perlu depresi, apalagi bunuh diri. Pengabdian kepada Indonesia tidak terbatas di gedung parlemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar