|
Surat Cinta
kepada Caleg
Setio Boedi ; Penikmat Budaya, Tinggal di Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 19 Desember 2013
|
Anggota legislatif (caleg),
baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD: meskipun saat ini Saudara belum menjadi
wakil rakyat, sesungguhnya bila niat disertai hati bersih untuk
memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, itu adalah niat mulia.
Apalagi di
tengah potret buram lembaga legislatif yang terus terpuruk di mata masyarakat
lewat keterbongkaran berbagai skandal, kepercayaan publik kepada lembaga ini
seperti terjun bebas.
Tak banyak
orang berani membuang diri ke sana, untuk siap berkeringat dan berdarah-
darah menyuarakan tangis rakyat kecil. Dari antara orang yang tak banyak
itulah, Saudara salah satu di antara mereka. Itu sebabnya saat waktu pemilu
terus berlari makin dekat, sekitar 4 bulan lagi detik-detik proses demokrasi
segera terjadi, saya memberanikan diri menulis surat cinta ini.
Saudara yang
mulia, calon wakil kami di lembaga legislatif, izinkanlah pada awal surat
ini, saya bertanya, “Apa motivasi
Saudara yang mulia mengajukan diri sebagai caleg, apa pun kendaraan Saudara dalam
perjalanan menuju pemilu?” Tolong dijawab dengan jujur dan hati bersih.
Andai bermotivasi mencari uang, menambah pundi-pundi kekayaan, maaf betapa
celaka hasil kerja Saudara yang mulia.
Itu adalah
orientasi demi mengeruk keuntungan pribadi, termasuk demi kelompok sendiri.
Jadi, semua fungsi lembaga legislatif (legislasi, penganggaran, dan
pengawasan) akan diupayakan mendapatkan keuntungan materi. Bukankah sejarah
di depan mata menyatakan demikian? Sebagai lembaga yang membuat/menentukan
undang-undang ataupun perda, godaan uang sangat besar ada pada lembaga itu.
Pertanyaan
awal ini merupakan lonceng penentu keberhasilan Saudara sebagai wakil rakyat
alias penyambung lidah penderitaan rakyat, bukan majikan rakyat. Itu sebabnya
dalam proses perjalanan menuju pemilu nanti, hendaklah Saudara tidak terlalu
boros mengobral uang untuk memajang wajah di perempatan jalan, di kaca mobil,
di warung kaki lima. Itu semua menghabiskan uang besar. Belum lagi jika harus
mencari orang-orang yang bertugas sebagai pengumpul suara, yang jelas jasa
mereka tidak gratis.
Kian besar
pengeluaran ada kecenderungan makin besar pula niatan Saudara untuk tak hanya
mengembalikan modal, tapi juga mengeruk keuntungan. Betapa tega bila
demikian, dengan metafora wakil rakyat tetapi sejatinya memperalat rakyat
demi kenikmatan perut sendiri. Cerdaslah dalam mengenalkan diri kepada
rakyat, kehidupan Saudara selama ini adalah buku terbuka bagi masyarakat di
dapil Saudara.
Saya berharap
yang terpilih nanti adalah orang yang punya jiwa pelayan masyarakat, yang
peka terhadap detak jantung rakyat kecil. Yang berprinsip, tak harus studi
banding ke luar negeri untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, cukup ke
desa-desa tertinggal.
Terus
memelihara semangat, gairah setelah terpilih menjadi wakil rakyat seperti
ketika masa pengenalan kepada masyarakat, semasa berkampanye. Artinya, tak
ada lagi anggota DPR atau DPRD sering membolos, ngantukan, bahkan tidur di
ruang sidang. Saat Saudara absen, atau tidur di tengah persidangan, uang
rakyat tetap menggaji Saudara.
Tak lagi
membuka situs porno saat sidang, karena bukan hanya Saudara yang menanggung
malu ketika Saudara dipermalukan dengan perbuatan semacam ini. Harapan yang
rasanya sulit tetapi tetap saya bangun adalah kiranya Saudara yang mulia
benar-benar menjauhkan diri, bahkan kalau pun hendak berniat, langsung alergi
terhadap suap/korupsi.
Spirit dan Nyali
Semoga Saudara
yang mulia adalah caleg yang visioner, berani memperjuangkan kebenaran tetapi
juga berada dalam kebenaran. Siap sendirian ketika memperjuangkan kebenaran
itu, bahkan ditinggalkan teman-teman dekat sekalipun. Saudara yang mulia,
ingatkah dengan Yap Thiam Hien? Seorang advokat yang nasionalismenya tidak
diragukan.
Dia advokat
yang berani mendampingi Soebandrio dalam sidang Mahmilub dengan dakwaan
terlibat dalam peristiwa 30 September 1965. Kesaksian hidupnya yang lain yang
menyatakan sebagai advokat yang tidak pandang bulu adalah tatkala mendampingi
Basoeki, terdakwa kasus peledakan beberapa kantor Cabang BCA di Jakarta
Barat, pada 4 Oktober 1984. Meskipun kasus yang ditangani bernuansa SARA, Yap
tetap profesional. Bahkan Basoeki sebelum meninggal, menulis tentang Yap, “Yap Thiam Hien, yang berani menegakkan
keadilan hukum di Indonesia.” (Yap Thiam Hien-100 Tahun Sang Pendekar
Keadilan, KPG-Tempo 2013).
Yang akan saya
sampaikan justru tahukah Saudara yang mulia jika Yap pernah menjadi anggota
Konstituante hasil Pemilu 1955? Tahun 1959 nama dia mencuat karena terlibat
perdebatan sengit di Konstituante. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang
menentang UUD 1945 karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep
kepresidenan yang terlampau kuat.
Beranikah
Saudara yang mulia memiliki spirit dan nyali seperti Yap? Yang meski ditinggalkan
rekan-rekan dekat tetap teguh berjuang demi kebenaran? Selamat berjuang Saudara-saudaraku. Jika gagal tidak perlu depresi,
apalagi bunuh diri. Pengabdian kepada Indonesia tidak terbatas di gedung
parlemen. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar