Soal Ibu
Samuel Mulia ; Penulis Mode dan Gaya Hidup, Penulis Kolom “Parodi”
di Kompas
|
KOMPAS,
22 Desember 2013
Setelah menyaksikan berulang kali
serial televisi macam Desperate
Housewives, mengapa baru sekarang ini timbul keinginan untuk bertanya
kepada ibu saya, apakah ia dan teman-temannya melakukan hal serupa seperti
dalam serial di atas itu?
Asumsi I
Sayang, ibu saya sudah tak berada
di dunia ini sejak saya berusia tujuh belas tahun, di mana saat itu serial
televisi yang saya sebutkan di atas belum diciptakan. Tetapi, di hari Minggu
pagi sambil menyantap bubur gandum, saya menjadi penasaran tentang kehidupan
ibu saya sebagai seorang wanita, ibu, istri, dan makhluk sosial.
Saya penasaran apakah ibu pernah
berselingkuh dengan teman ayah atau suami temannya meski perselingkuhan itu
terjadi di dalam hati saja. Sehingga, ketika ia sedang bermain cinta, ia tak
membayangkan kegagahan suaminya, tetapi laki-laki lain.
Apakah ia sejujurnya tak pernah
mencintai suaminya? Apakah ia pernah menyesal menikahi laki-laki yang saya
sebut ayah itu? Apakah ibu saya seorang yang bawel, seorang yang mengeluh dan
membuat suaminya merasa sebal?
Apakah ia seorang yang senantiasa
menjadi pencetus peperangan dalam rumah tangga? Apakah ia juga menjadi
penguasa suaminya? Apakah ia sekali waktu pernah mengucapkan bahwa suaminya
kurang kaya dibandingkan suami orang lain, meski disampaikan dalam sebuah
kalimat yang santun?
Apakah perkawinannya yang sekian
puluh tahun itu dibangunnya dengan cinta atau keterpaksaan atau gabungan
keduanya? Apakah ia seorang wanita yang mampu mempertahankan sebuah ikatan
perkawinan atau ia akan menjawab begini pada suaminya, ”Aku mencintaimu
sekali waktu. Tetapi apakah aku akan mencintaimu lagi, aku tak tahu.”
Apakah ia seorang sutradara
kehidupannya dan keluarganya? Ia tahu kapan ingin menjadi korban, dan tahu
kapan ingin menjadi pemangsa? Apakah perkawinannya bertahan karena ia bisa
membenahi persoalan dan bukan malah menyerah di tengah jalan? Apakah ibu saya
mengerti sesungguhnya menjadi istri dan ibu?
Apakah ibu saya juga seorang
tukang gosip? Apakah kalau ia sedang bertamu, ia mulai membandingkan isi
perabotan rumah temannya dengan yang dimilikinya? Apakah ibu saya juga
seorang manusia yang dipenuhi iri hati dan senangnya bersaing dengan
teman-teman dekatnya, atau dengan sesama ibu di luar lingkungan teman
dekatnya itu?
Apakah ia seorang ratu rumah
tangga yang luar biasa, yang berhasil dalam mendidik anak-anaknya, rela
mengantar dan menjemput anak-anaknya yang berjumlah tiga orang itu? Mengajari
kami etika moral serta tak lupa mengingatkan bahwa beribadah itu sungguhlah
berarti?
Apakah ia mengetahui bahwa
anak-anaknya sedang mencuranginya di belakang punggungnya? Apakah ia kecewa
memiliki anak-anak yang tak seperti anak-anak teman-temannya atau tetangga di
sebelah rumahnya?
Fakta
Apakah ia seorang ratu dapur yang
memukau atau malah menyerahkan kebutuhan isi perut anggota keluarganya di
tangan seorang pembantu yang setia membuat dapurnya mengepulkan asap? Apakah
ia berbalut pakaian yang santun tetapi tabiatnya sungguh jauh dari apa yang
bisa dilihat oleh kasatmata?
Apakah ia seorang malaikat tetapi
juga bisa seperti setan di saat-saat tertentu? Apakah ibu saya sesungguhnya
tidak pernah mencintai menantunya, tetapi ingin mencoba memorotinya melalui
nasihat yang diberikan kepada anaknya? Apakah ia seorang yang tak bisa
berhemat tetapi memilih untuk memiliki hidup yang penuh dengan kebahagiaan
material?
Apakah ibu saya memang seorang
pendidik yang perlu dijadikan panutan dan memiliki kehidupan sosial yang
mengagumkan? Apakah ia begitu frustrasinya bahwa ia tak bisa berkarier karena
pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga sudah menyita waktunya begitu dahsyat?
Apakah menikah sebuah hal yang disesalinya selama ini atau ia sungguh bahagia
memilih untuk memiliki keluarga?
Apakah ia seorang menantu yang
menyenangkan atau yang dibenci mertua dan ipar-iparnya?
Apakah ia pernah merasa bahwa Hari
Ibu itu memiliki makna buat dirinya? Apakah ia pernah menikmati Hari Ibu itu
sebagai hari di mana ia menjadi begitu bangganya, tak hanya bisa disebut
seorang ibu, tetapi telah memenuhi kewajiban seorang ibu?
Dan, pertanyaan yang terakhir yang
membuat saya menjadi makin penasaran. Apakah ia meninggal sebagai seorang
yang penuh dengan kebahagiaan, karena ia telah berjuang sampai garis akhir
dengan senantiasa bersyukur?
Atau ia meninggal dalam
kebahagiaan karena ia telah mampu menjalani peran dalam sebuah drama. Pernah
menjadi seorang pemangsa dan menjadi seorang korban? Saya sungguh tak tahu.
Semuanya sudah terlambat.
Mau bertanya pada ayah atau kakak
dan adiknya, semuanya sudah tak lagi menjadi warga dunia. Maka saya kemudian
berdiri di depan cermin dan melihat hasil karya seorang ibu. Mungkin bukan
ibu saya yang bisa menjawab sejuta pertanyaan di atas, tetapi Anda melalui
kehidupan saya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar