Sabtu, 14 Desember 2013

SJSN, “Mesin Pembangunan”

SJSN, “Mesin Pembangunan”
Sulastomo  ;   Anggota/Ketua Tim SJSN 2001-2004
KOMPAS,  13 Desember 2013

  

UNDANG-Undang Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional kiranya dilaksanakan mulai 1 Januari 2014.  Sesuai dengan UU No 24/2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk dimulai pada 1 Januari 2014.

Program lainnya akan dimulai pada pertengahan 2015 sehingga secara berta- hap akan diimplementasikan program Jaminan Kesehatan (JK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) , Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun  (JP), dan Jaminan Kematian (JKM) bagi seluruh penduduk Indonesia. Kampanye Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) begitu gencar. Kita tidak bisa mundur lagi. Di tengah suasana seperti itu, ada baiknya kita mengantisipasi berbagai kemungkinan agar kelangsungan program jaminan sosial bisa  terjamin .

Dengan implementasi program jaminan sosial itu, masyarakat akan memperoleh rasa aman sosial sejak lahir hingga meninggal.  Secara bertahap rakyat akan terlindung dari risiko ekonomi terhadap berbagai kejadian yang  tak terduga maupun yang dapat diduga, yang berisiko ekonomi, misalnya sakit, kecelakaan kerja,   atau memasuki hari tua dan ketika tidak mampu bekerja lagi.

SJSN dirancang  untuk melindungi rasa aman sosial dan memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak bagi seluruh penduduk Indonesia, sesuai dengan asas kemanusiaan, sehingga cita-cita meningkatkan  kesejahteraan yang berkeadilan sosial dapat terwujud. Program jaminan sosial dalam SJSN menerapkan mekanisme  asuransi sosial. Kegotongroyongan sangat menonjol.

Namun, SJSN juga berdampak ekonomi yang luar biasa.  Khususnya dari penyelenggaraan program jangka panjang, yaitu JHT, J P, dan  JK. Program jaminan sosial pada dasarnya juga merupakan  mobilisasi dana masyarakat yang luar biasa  sehingga mampu membentuk tabungan nasional yang sangat besar.  Akumulasi dana  yang terkumpul dari program jangka panjang (sebelum dana itu digunakan untuk memberi manfaat jaminan sosial)   dapat dimanfaatkan untuk memperoleh nilai tambah  melalui   investasi atau  kepesertaan di dalam berbagai proyek ekonomi yang menguntungkan. Tidak terkecuali di dalam kepesertaan bursa saham.

Pelajaran dari sejumlah negara

Bagi banyak negara  Asia yang telah mengembangkan sistem jaminan sosialnya, ternyata program itu juga merupakan penangkal krisis ekonomi pada 1998. PM Mahathir Mohamad, ketika itu menggunakan dana jaminan sosial dari Employee Provident Funds (EPF)  untuk menangkal merosotnya ringgit Malaysia terhadap dollar AS sebab dana EPF sudah cukup besar. Sementara itu, Indonesia tak mampu menangkal merosotnya nilai rupiah disebabkan tak memiliki cadangan devisa atau  tabungan  yang cukup besar.

Dibandingkan dengan dana EPF, dana PT Jamsostek masih  terlalu kecil. Upaya mematok rupiah—sebagaimana disarankan Steve Hanke   waktu itu—gagal sehingga rupiah merosot ke Rp 16.000 per dollar  AS dari sekitar Rp 2.300 per dollar AS. Malaysia juga ternyata lebih cepat pulih dibandingkan dengan Indonesia.  Inilah sebabnya, bagi Malaysia, program jaminan sosial merupakan  engine of development.

Dana jaminan sosial inilah yang banyak ”dipinjam” negara untuk membiayai banyak proyek pembangunan di Malaysia. Hal ini dimungkinkan oleh karena peran negara di dalam penyelenggaraan program jaminan sosial memang sangat besar, termasuk menjaga likuiditas dan  keamanan dana jaminan sosial.

Pengalaman Jepang lain lagi. Jepang adalah negara yang dikenal sebagai yang terbesar akumulasi dana jaminan sosialnya setiap tahun.  Dikabarkan, penambahan dana jaminan sosial per tahun per orang melampaui  5.000 dollar AS.  Berarti berapa triliun dollar setiap tahun?  Dana ini, kalau disimpan di bank, berbunga tidak lebih dari 1 persen. Namun, kalau dipinjam negara untuk dipinjamkan kepada negara lain, termasuk Indonesia yang dikatakan sebagai pinjaman lunak, bunganya lebih dari 1 persen. Keuntungannya masuk ke dana jaminan sosial.

Kondisi inilah yang menumbuhkan hubungan kerja seumur hidup sehingga jarang ada pemogokan buruh di Jepang.  Meskipun demikian, juga harus diakui bahwa banyak negara maju, terutama di Eropa dan AS, yang menghadapi kesulitan disebabkan  program jaminan sosialnya. Penyebabnya ialah usia yang semakin tinggi sehingga beban pensiun semakin besar, di samping pengelolaannya juga kurang berhati-hati. Jerman, dalam hal ini, merupakan contoh keberhati-hatian itu: masa usia pensiun  diperpanjang menjadi 67 tahun sehingga masa mengiur jaminan sosial juga semakin panjang.  

Selain itu, konsep pembiayaan program jaminan sosial akan  menentukan kelangsungan hidup program.  Prinsip kepesertaan  wajib, mekanisme asuransi yang diterapkan, juga menentukan kelangsungan hidup program. Sebaliknya, kepesertaan sukarela, introduksi asuransi komersial sebagaimana diterapkan terutama di Amerika Serikat, sangat rawan  dengan apa yang dikenal sebagai bias selection: orang yang berisiko tinggi  cenderung mengikuti program jaminan sosial sehingga pembayaran manfaat bagi peserta yang memang berisiko tinggi  bisa mengancam kelangsungan hidup program.  Semua itu telah diantisipasi dalam  UU SJSN sehingga kelangsungan hidupnya lebih terjamin.  

Rambu-rambu

Semua itu perlu disampaikan, oleh karena masih ada kesan adanya berbagai pertanyaan di sekitar pelaksanaan SJSN.   Selain itu, juga masih ada keraguan terhadap kelangsungan hidupnya, sebagaimana terjadi di beberapa negara di mana program jaminan sosial menjadi sumber terjadinya krisis ekonomi. Hal ini sesung- guhnya juga telah diantisipasi UU SJSN.

Rambu-rambu telah dipersiapkan, antara lain mencegah terjadinya bias selection, bahkan penyalahgunaan. Khususnya dalam penyelenggaraan JK, sehingga terjadinya pelayanan yang tidak perlu atau pemakaian yang berlebihan sudah  dicegah serendah mungkin.

Kalau program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan sesuai harapan, tidak mustahil BPJS Ketenagakerjaan kita akan menjadi BPJS kelas dunia, sebagaimana telah dipromosikan  di sejumlah media mengingat besarnya peserta BPJS Ketenagakerjaan. Hal yang sama terjadi di China, cadangan devisa China yang dikabarkan melampaui 3 triliun  dollar AS itu sebagian besar berasal dari dana jaminan sosial.   Di saat itu program jaminan sosial kita akan benar- benar jadi engine of development sehingga kita tidak memerlukan utang luar negeri lagi untuk membiayai pembangunan. Inilah sesungguhnya  yang juga merupakan peta jalan mewujudkan  berdikari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar