Minggu, 22 Desember 2013

SelterASI untuk Ibu dan Bayi

SelterASI untuk Ibu dan Bayi
Ira Alia Maerani  ;   Dosen Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
SUARA MERDEKA,  21 Desember 2013
  


KETIKA memperingati Hari Ibu berarti kita kembali memperbincangkan peran ideal kaum ibu. Tema perbincangan pun masih seputar peran-peran domestik ataupun publik.

Terlebih ketika era industrialisasi dan globalisasi menyergap membawa konsekuensi seorang perempuan harus piawai mengelola peran domestik sekaligus publik secara apik. Sudah bukan rahasia, banyak perempuan yang berperan ganda dalam kehidupan, baik sebagai ibu rumah tangga maupun perempuan pekerja.

Tak jarang, ia pun harus mengambil banyak keputusan penting. Termasuk pilihan untuk memberikan ASI kepada buah hatinya. Ironisnya, saat ini banyak ibu pekerja enggan memberikan ASI untuk bayinya denga dalih merepotkan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2006-2007 menyebutkan, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia 2 bulan hanya 67% dari total jumlah bayi.

Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19% pada bayi usia 7-9 bulan. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah 2 bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan diberi makanan tambahan.

Demikian pula angka kematian bayi (AKB), khususnya kematian pada bayi baru lahir (neonatal), masih pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi (AKB) yang tinggi di Indonesia, 80% diakibatkan oleh pneumonia, malaria, diare, dan masalah gizi buruk.

Sesungguhnya salah satu solusi dalam mengurangi penyebab kematian pada ibu dan bayi adalah melalui pemberian ASI dalam 1 jam pertama yang dinamakan inisiasi menyusu dini, dilanjutkan pemberian secara eksklusif selama 6 bulan, kemudian diteruskan selama 2 tahun pertama atau lebih.

The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tahun 2007, memperkirakan tiap tahun 1 juta bayi dapat diselamatkan bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Kita tidak bisa menghindari industrialisasi dan globalisasi namun tidak boleh pasrah bila menyangkut masa depan generasi bangsa.

Tulang punggung bangsa di tangan mereka, dan tugas kitalah menata dan merencanakan pranata terbaik untuk mereka. Pertama; penguatan pemahaman dan pengetahuan seluruh elemen bangsa akan pentingnya ASI bagi bayi sehingga menjadi generasi yang sehat, kuat, dan berkarakter.

Bagi ibu yang menyusui dan bekerja, kerepotan memberikan ASI bisa disiasati lewat berbagai cara. Antara lain menyedot ASI kemudian ditampung dalam dot, membawa bayi ke tempat kerja, dan berbagai metode lainnya. Hal penting yang perlu diingat oleh ibu, kerepotan memberikan ASI tidak sebanding dengan manfaat ASI sebagai makanan pertama dan utama bagi bayi.

Dalam rangka penguatan pemahaman dan pengetahuan, pemerintah perlu memberikan pendidikan bagi seluruh rakyat akan pentingnya ASI, melalui berbagai cara. Bisa melalui iklan di media televisi, media cetak, media online, penyuluhan, pendampingan di tempat para ibu berkumpul, pendampingan di tempat bersalin (rumah sakit, bidan, dukun beranak), atau melalui berbagai cara lain.

Payung Hukum

Kedua; regulasi (produk perundang-undangan) yang mendukung kebijakan kewajiban memberikan ASI bagi ibu yang sedang menyusui. Terkecuali bagi ibu yang sedang sakit atau ASI-nya tidak keluar. Perlindungan terhadap ibu dan anak yang menyusu ASI perlu didukung regulasi pada di tingkat lokal, regional, dan lokal, sehingga mempunyai daya paksa dan legalitas.

Pemberian ASI sebaiknya diberikan sampai dengan bayi berusia 2 tahun. Ketentuan ini bukan hanya diatur oleh agama Islam sebagaimana terdapat dalam Alquran Surat Al Baqarah Ayat 233, melainkan juga oleh WHO yang menyarankan para ibu menyusui anaknya minimal 2 tahun. Perlindungan terhadap ibu menyusui, termasuk di dalamnya perlindungan dari informasi yang tidak objektif atau keliru. Pasalnya hal itu berpengaruh bagi ibu dalam mengambil keputusan.

Pemerintah perlu mengatur tentang pemasaran produk susu formula atau produk pengganti ASI dan pendamping ASI bagi bayi usia di bawah 2 tahun. Termasuk memberi edukasi tentang makanan sehat alamiah buatan dapur sendiri dengan berbagai jenis sayuran, ikan, telur, tahu, tempe, daging dan aneka buah. Bagi perusahaan, pabrik, dan perkantoran diwajibkan menyediakan waktu dan ruang bagi ibu yang menyusui.

Kalau perlu menyediakan tenaga pengasuh bila ibu harus meninggalkan bayinya sesaat untuk melanjutkan pekerjaan. Ibu juga memiliki pilihan untuk membawa pengasuh sendiri untuk bayinya ke kantor. Regulasi ini juga mencakup kebijakan tidak berpengaruhnya upah jika ibu menyusui bayinya di tempat kerja. Fasilitas umum seperti pelabuhan, terminal, bandara, pasar, mal, diharapkan menyediakan selter ASI atau tempat aman dan nyaman bagi ibu untuk menyusui bayinya.

Bila selama ini kita bisa mendapati selter perokok di tempat publik, termasuk di kantor/pabrik, mengapa tidak terpikir membuat selter ASI? Tak butuh ruang luas, namun cukup aman dan nyaman bagi ibu untuk menyusui bayinya sehingga ibu dan sang bayi merasa terlindungi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar