SelterASI
untuk Ibu dan Bayi
Ira Alia Maerani ; Dosen Fakultas Hukum
Universitas
Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 21 Desember 2013
KETIKA memperingati Hari Ibu
berarti kita kembali memperbincangkan peran ideal kaum ibu. Tema perbincangan
pun masih seputar peran-peran domestik ataupun publik.
Terlebih
ketika era industrialisasi dan globalisasi menyergap membawa konsekuensi
seorang perempuan harus piawai mengelola peran domestik sekaligus publik
secara apik. Sudah bukan rahasia, banyak perempuan yang berperan ganda dalam
kehidupan, baik sebagai ibu rumah tangga maupun perempuan pekerja.
Tak jarang, ia
pun harus mengambil banyak keputusan penting. Termasuk pilihan untuk
memberikan ASI kepada buah hatinya. Ironisnya, saat ini banyak ibu pekerja
enggan memberikan ASI untuk bayinya denga dalih merepotkan. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2006-2007 menyebutkan, data jumlah pemberian
ASI eksklusif pada bayi di bawah usia 2 bulan hanya 67% dari total jumlah
bayi.
Persentase
tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi
usia 2-3 bulan dan 19% pada bayi usia 7-9 bulan. Yang lebih memprihatinkan,
13% bayi di bawah 2 bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi
usia 2-3 bulan diberi makanan tambahan.
Demikian pula
angka kematian bayi (AKB), khususnya kematian pada bayi baru lahir
(neonatal), masih pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian
bayi (AKB) yang tinggi di Indonesia, 80% diakibatkan oleh pneumonia, malaria,
diare, dan masalah gizi buruk.
Sesungguhnya
salah satu solusi dalam mengurangi penyebab kematian pada ibu dan bayi adalah
melalui pemberian ASI dalam 1 jam pertama yang dinamakan inisiasi menyusu
dini, dilanjutkan pemberian secara eksklusif selama 6 bulan, kemudian
diteruskan selama 2 tahun pertama atau lebih.
The World
Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tahun 2007, memperkirakan tiap tahun
1 juta bayi dapat diselamatkan bila diberikan ASI pada 1 jam pertama
kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Kita tidak
bisa menghindari industrialisasi dan globalisasi namun tidak boleh pasrah
bila menyangkut masa depan generasi bangsa.
Tulang
punggung bangsa di tangan mereka, dan tugas kitalah menata dan merencanakan
pranata terbaik untuk mereka. Pertama; penguatan pemahaman dan pengetahuan
seluruh elemen bangsa akan pentingnya ASI bagi bayi sehingga menjadi generasi
yang sehat, kuat, dan berkarakter.
Bagi ibu yang
menyusui dan bekerja, kerepotan memberikan ASI bisa disiasati lewat berbagai
cara. Antara lain menyedot ASI kemudian ditampung dalam dot, membawa bayi ke
tempat kerja, dan berbagai metode lainnya. Hal penting yang perlu diingat
oleh ibu, kerepotan memberikan ASI tidak sebanding dengan manfaat ASI sebagai
makanan pertama dan utama bagi bayi.
Dalam rangka
penguatan pemahaman dan pengetahuan, pemerintah perlu memberikan pendidikan
bagi seluruh rakyat akan pentingnya ASI, melalui berbagai cara. Bisa melalui
iklan di media televisi, media cetak, media online, penyuluhan, pendampingan
di tempat para ibu berkumpul, pendampingan di tempat bersalin (rumah sakit,
bidan, dukun beranak), atau melalui berbagai cara lain.
Payung Hukum
Kedua;
regulasi (produk perundang-undangan) yang mendukung kebijakan kewajiban
memberikan ASI bagi ibu yang sedang menyusui. Terkecuali bagi ibu yang sedang
sakit atau ASI-nya tidak keluar. Perlindungan terhadap ibu dan anak yang
menyusu ASI perlu didukung regulasi pada di tingkat lokal, regional, dan
lokal, sehingga mempunyai daya paksa dan legalitas.
Pemberian ASI
sebaiknya diberikan sampai dengan bayi berusia 2 tahun. Ketentuan ini bukan
hanya diatur oleh agama Islam sebagaimana terdapat dalam Alquran Surat Al
Baqarah Ayat 233, melainkan juga oleh WHO yang menyarankan para ibu menyusui
anaknya minimal 2 tahun. Perlindungan terhadap ibu menyusui, termasuk di
dalamnya perlindungan dari informasi yang tidak objektif atau keliru.
Pasalnya hal itu berpengaruh bagi ibu dalam mengambil keputusan.
Pemerintah
perlu mengatur tentang pemasaran produk susu formula atau produk pengganti
ASI dan pendamping ASI bagi bayi usia di bawah 2 tahun. Termasuk memberi
edukasi tentang makanan sehat alamiah buatan dapur sendiri dengan berbagai
jenis sayuran, ikan, telur, tahu, tempe, daging dan aneka buah. Bagi
perusahaan, pabrik, dan perkantoran diwajibkan menyediakan waktu dan ruang
bagi ibu yang menyusui.
Kalau perlu
menyediakan tenaga pengasuh bila ibu harus meninggalkan bayinya sesaat untuk
melanjutkan pekerjaan. Ibu juga memiliki pilihan untuk membawa pengasuh
sendiri untuk bayinya ke kantor. Regulasi ini juga mencakup kebijakan tidak
berpengaruhnya upah jika ibu menyusui bayinya di tempat kerja. Fasilitas umum
seperti pelabuhan, terminal, bandara, pasar, mal, diharapkan menyediakan
selter ASI atau tempat aman dan nyaman bagi ibu untuk menyusui bayinya.
Bila selama
ini kita bisa mendapati selter perokok di tempat publik, termasuk di
kantor/pabrik, mengapa tidak terpikir membuat selter ASI? Tak butuh ruang
luas, namun cukup aman dan nyaman bagi ibu untuk menyusui bayinya sehingga
ibu dan sang bayi merasa terlindungi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar