Kamis, 19 Desember 2013

Ratna Sarumpaet dan Kesantunan Berpolitik

Ratna Sarumpaet dan Kesantunan Berpolitik
Ferry Ferdiansyah  ;    Alumni Universitas Mercubuana (UMB)
Program Studi Magister Komunikasi
OKEZONENEWS,  18 Desember 2013

  

Ketua Umum Presidium Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), Ratna Sarumpaet, kembali mengeritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kali ini dirinya menyentil SBY sebagai sosok yang sama sekali tidak mencerminkan diri sebagai seorang negarawan. Ia pun, mempresepsikan Yudhoyono sebagai seorang politisi kerdil yang hanya mementingkan diri sendiri serta kelompoknya dan sebagai presiden terburuk sejagat. Selain itu, dirinya menjelaskan, pasca-reformasi kondisi politik dan sistem tata negara di Republik Indonesia kian kacau alias semrawut.
  
Stigma negatif Ketua MKRI ini terlalu berlebihan, kinerja SBY telah menuai pujian di kancah internasional. Berulang kali kepala negara mendapat ucapan karena prestasinya dalam membawa negeri ini menjadi lebih baik.
  
Indonesia di bawah kepemimpinan SBY, tidak seperti yang diutarakan pendiri Ratna Sarumpaet Crisis Centre. Ketika menerima gelar Honoris Doctoral dari dari Nanyang Technological University (NTU). Presiden NTU, Bertil Anderson, mengakui keberhasilan yang dilakukan putra pacitan ini dalam mengobarkan api perdamaian, demokrasi, Islam Moderat dan hak asasi manusia. Pujian lainnya terkait peran Pemerintah Indonesia  dalam pelestarian lingkungan laut dan konservasi hutan, dan komitmen untuk modernisasi dan transformasi di Indonesia.
  
Pengakuan atas kepimpinan peyandang Adhi Makayasa 1973, dari masyarakat dunia semakin menunjukan kepiawaian Yudhoyono dalam memainkan peran kepemimpinan di negeri ini. Hingga saat ini, ada berbagai penganugrahan berbagai gelar doktor kepada SBY, diantara kehormatan di bidang hukum dari Universitas Webster (2005), dalam politik dari Thammasat University (2005).
  
Dalam bidang pembangunan pertanian berkelanjutan dari Universitas Andalas  (2006), Doktor di bidang Perdamaian dari Universitas Utara Malaysia, sebagai pengakuan atas kontribusi kepada SBY dalam perdamaian dunia, Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, Tokyo, Jepang pada 27 Nopember 2006, atas kontribusinya bagi stabilitas kawasan dan sebagai pemimpin yang menonjol di Asia Timur. Dan Maret 2012 lalu, menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Tsinghua, Beijing. Bukti bahwa SBY memang sebagai leader yang sangat diapandang oleh negara Asia, khususnya, dan dunia pada umumnya.

Tercatat sudah 24 penghargaan dari luar negeri yang diterima Presiden SBY yang menjabat dua periode itu. Bukan sebatas penganugrahan gelar Honoris Doctoral yang ia terima terkait keberhasilan dibidang ekonomi. 

Di sini lain, sebagai anggota G-20 negara dengan simbol Pancasila, berpotensial menjadi 10 besar dunia pada 2025 mendatang. Terlampir dalam laporan McKinsey Global Institute (MGI) yang tertuang dalam “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential” mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia di tahun 2030, mengalahkan Jerman dan Inggris.
  
Chairman MGI Indonesia Raoul Oberman menempatkan perekonomian Indonesia di urutan ke 16 untuk kategori ekonomi terbesar di dunia. Dengan mengkategorikan kelas konsumen sebagai penduduk dengan pendapatan per kapita lebih besar atau sama dengan USD3.600  pertahun.
  
Dari segi demokrasi, masyarakat internasional tak ketinggalan, mengakui kiprah kepemimpinan alumni AKABRI 1973. Perdana Menteri Inggris David Cameron, memberikan respons positif atas peran SBY dalam masa transisi Indonesia dan kawasan. Apresiasi yang sama disampiakan mantan Menlu AS Hillary Clinton. Dirinya mengapresiasikan pria kelahiran
Pati, Jawa Timur atas perannya dalam memastikan kemajuan proses reformasi dan demokratisasi di Myanmar. Indonesia, secara massif mendukung proses demokratisasi dan Nation Building, di Myanmar yang selama ini lebih dari satu dasawarsa berada di bawah kepemimpinan junta militer. 
     
Bukan itu saja dalam sejarah sejak negara ini berdiri dan sejak lahirnya ASEAN, baru kali ini kabinet Indonesia dan Sekretaris Jenderal ASEAN bekerja sama yang bertujuan memastikan keberhasilan Indonesia sebagai pemimpin ASEAN 2011. Di forum internasional bukan sebatas meneriakan perdamaian dunia. kritik pedas pernah disampaikan Yudhoyono dalam suatu kesempatan pidato di Sidang Umum PBB ke-67. 

Kritikan ini terkait kelambanan DK PBB dalam memberikan respons dan mengeluarkan resolusi untuk menghentikan agresi militer Israel ke Jalur Gaza dan aksi kekerasan di Suriah.
  
Realitas ini menunjukan, selama ini dunia internasional lebih bisa menghargai Presiden SBY. Sementara di dalam negeri, Presiden SBY salah sedikit saja langsung dikecam habis-habisan. Bahkan, seolah-olah dirinya dianggap tidak berprestasi sama sekali, serta cendrung mengalami kegagalan. Selama ini Presiden SBY sering kali dikritik tidak tegas oleh sekelompok masyarakat dan lawan politiknya. Namun, di luar negeri, Presiden SBY memanen banyak pujian.
  
Menyikapi fenomena banyaknya hujatan dan kritikan yang dilontarkan lawan-lawan politik terhadap kinerja SBY, penulis lebih mengapresiasikan apa yang telah dilakukan SBY terhadap negeri ini. Meski saat ini dijumpai masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan pembangunan dan belum bisa memuaskan seluruh lapisan sosial,  namun kita juga mesti jujur bahwa banyak pula keberhasilan yang telah dicapai pemerintahan saat ini, baik di tingkat nasional, regional maupun global. 
  
Dengan kata lain, dunia mengakui kepemimpinan Presiden SBY, baik itu kawasan Asia Tenggara maupun di tingkat global. SBY dianggap penting dalam menjaga keutuhan negara. Saya mengakui kritik dalam demokrasi adalah “sunatullah”. Tapi bila ada tendensi lain di balik kritik, itulah yang harus disingkirkan. Apalagi bila cara mengkritik terlalu berlebihan, dan menabrak sopan-santun. Ratna selama ini memang “konsisten” menghajar SBY dengan kata-kata kotor yang tidak pantas. 
  
Terakhir ia menyebut SBY sebagai “Presiden Goblok Sejagad”. Ini berlebihan dan harus dilawan, sebab Presiden adalah simbol negara, dipilih rakyat dan memiliki latar belakang TNI. Dalam UU, penghinaan terhadap simbol negara bisa di penjara. Walaupun SBY tak pernah memenjarakan orang yang mengkritiknya, kita sebagai civil society harus mengingatkan konsekuensi itu, agar semua pihak bertingkah laku sewajarnya. Tak benar memperjuangkan “kebaikan” dengan merendahkan simbol negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar