Ketua Umum Presidium Majelis
Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), Ratna Sarumpaet, kembali mengeritik
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kali ini dirinya menyentil SBY
sebagai sosok yang sama sekali tidak mencerminkan diri sebagai seorang
negarawan. Ia pun, mempresepsikan Yudhoyono sebagai seorang politisi kerdil
yang hanya mementingkan diri sendiri serta kelompoknya dan sebagai presiden
terburuk sejagat. Selain itu, dirinya menjelaskan, pasca-reformasi kondisi
politik dan sistem tata negara di Republik Indonesia kian kacau alias
semrawut.
Stigma negatif Ketua MKRI ini terlalu berlebihan, kinerja SBY telah menuai
pujian di kancah internasional. Berulang kali kepala negara mendapat ucapan
karena prestasinya dalam membawa negeri ini menjadi lebih baik.
Indonesia di bawah kepemimpinan SBY, tidak seperti yang diutarakan pendiri Ratna Sarumpaet Crisis Centre.
Ketika menerima gelar Honoris Doctoral dari dari Nanyang Technological University (NTU). Presiden NTU, Bertil
Anderson, mengakui keberhasilan yang dilakukan putra pacitan ini dalam
mengobarkan api perdamaian, demokrasi, Islam Moderat dan hak asasi manusia.
Pujian lainnya terkait peran Pemerintah Indonesia dalam pelestarian
lingkungan laut dan konservasi hutan, dan komitmen untuk modernisasi dan
transformasi di Indonesia.
Pengakuan atas kepimpinan peyandang Adhi Makayasa 1973, dari masyarakat
dunia semakin menunjukan kepiawaian Yudhoyono dalam memainkan peran
kepemimpinan di negeri ini. Hingga saat ini, ada berbagai penganugrahan
berbagai gelar doktor kepada SBY, diantara kehormatan di bidang hukum dari
Universitas Webster (2005), dalam politik dari Thammasat University (2005).
Dalam bidang pembangunan pertanian berkelanjutan dari Universitas
Andalas (2006), Doktor di bidang Perdamaian dari Universitas Utara
Malaysia, sebagai pengakuan atas kontribusi kepada SBY dalam perdamaian
dunia, Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, Tokyo, Jepang pada 27
Nopember 2006, atas kontribusinya bagi stabilitas kawasan dan sebagai
pemimpin yang menonjol di Asia Timur. Dan Maret 2012 lalu, menerima gelar
Doctor Honoris Causa dari Universitas Tsinghua, Beijing. Bukti bahwa SBY
memang sebagai leader yang sangat diapandang oleh negara Asia, khususnya,
dan dunia pada umumnya.
Tercatat sudah 24 penghargaan dari luar negeri yang diterima Presiden SBY
yang menjabat dua periode itu. Bukan sebatas penganugrahan gelar Honoris
Doctoral yang ia terima terkait keberhasilan dibidang ekonomi.
Di sini lain, sebagai anggota G-20 negara dengan simbol Pancasila,
berpotensial menjadi 10 besar dunia pada 2025 mendatang. Terlampir dalam
laporan McKinsey Global Institute (MGI) yang tertuang dalam “The Archipelago Economy: Unleashing
Indonesia’s Potential” mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi
negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia di tahun 2030, mengalahkan
Jerman dan Inggris.
Chairman MGI Indonesia Raoul Oberman menempatkan perekonomian Indonesia di
urutan ke 16 untuk kategori ekonomi terbesar di dunia. Dengan
mengkategorikan kelas konsumen sebagai penduduk dengan pendapatan per
kapita lebih besar atau sama dengan USD3.600 pertahun.
Dari segi demokrasi, masyarakat internasional tak ketinggalan, mengakui
kiprah kepemimpinan alumni AKABRI 1973. Perdana Menteri Inggris David
Cameron, memberikan respons positif atas peran SBY dalam masa transisi
Indonesia dan kawasan. Apresiasi yang sama disampiakan mantan Menlu AS
Hillary Clinton. Dirinya mengapresiasikan pria kelahiran Pati, Jawa Timur atas perannya
dalam memastikan kemajuan proses reformasi dan demokratisasi di Myanmar.
Indonesia, secara massif mendukung proses demokratisasi dan Nation Building, di Myanmar yang
selama ini lebih dari satu dasawarsa berada di bawah kepemimpinan junta
militer.
Bukan itu saja dalam sejarah sejak negara ini berdiri dan sejak lahirnya
ASEAN, baru kali ini kabinet Indonesia dan Sekretaris Jenderal ASEAN
bekerja sama yang bertujuan memastikan keberhasilan Indonesia sebagai
pemimpin ASEAN 2011. Di forum internasional bukan sebatas meneriakan
perdamaian dunia. kritik pedas pernah disampaikan Yudhoyono dalam suatu
kesempatan pidato di Sidang Umum PBB ke-67.
Kritikan ini terkait kelambanan DK PBB dalam memberikan respons dan
mengeluarkan resolusi untuk menghentikan agresi militer Israel ke Jalur
Gaza dan aksi kekerasan di Suriah.
Realitas ini menunjukan, selama ini dunia internasional lebih bisa
menghargai Presiden SBY. Sementara di dalam negeri, Presiden SBY salah
sedikit saja langsung dikecam habis-habisan. Bahkan, seolah-olah dirinya
dianggap tidak berprestasi sama sekali, serta cendrung mengalami kegagalan.
Selama ini Presiden SBY sering kali dikritik tidak tegas oleh sekelompok
masyarakat dan lawan politiknya. Namun, di luar negeri, Presiden SBY
memanen banyak pujian.
Menyikapi fenomena banyaknya hujatan dan kritikan yang dilontarkan
lawan-lawan politik terhadap kinerja SBY, penulis lebih mengapresiasikan
apa yang telah dilakukan SBY terhadap negeri ini. Meski saat ini dijumpai
masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan pembangunan dan belum bisa
memuaskan seluruh lapisan sosial, namun kita juga mesti jujur bahwa
banyak pula keberhasilan yang telah dicapai pemerintahan saat ini, baik di
tingkat nasional, regional maupun global.
Dengan kata lain, dunia mengakui kepemimpinan Presiden SBY, baik itu
kawasan Asia Tenggara maupun di tingkat global. SBY dianggap penting dalam
menjaga keutuhan negara. Saya mengakui kritik dalam demokrasi adalah
“sunatullah”. Tapi bila ada tendensi lain di balik kritik, itulah yang
harus disingkirkan. Apalagi bila cara mengkritik terlalu berlebihan, dan
menabrak sopan-santun. Ratna selama ini memang “konsisten” menghajar SBY
dengan kata-kata kotor yang tidak pantas.
Terakhir ia menyebut SBY sebagai “Presiden Goblok Sejagad”. Ini berlebihan
dan harus dilawan, sebab Presiden adalah simbol negara, dipilih rakyat dan
memiliki latar belakang TNI. Dalam UU, penghinaan terhadap simbol negara
bisa di penjara. Walaupun SBY tak pernah memenjarakan orang yang
mengkritiknya, kita sebagai civil society harus mengingatkan konsekuensi
itu, agar semua pihak bertingkah laku sewajarnya. Tak benar memperjuangkan
“kebaikan” dengan merendahkan simbol negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar