Rabu, 25 Desember 2013

Merealisasi Pesan Antikorupsi Paus

Merealisasi Pesan Antikorupsi Paus
Tom Saptaatmaja  ;   Kolumnis,
Alumnus STFT Widya Sasana Malang dan Seminari St Vincent de Paul
JAWA POS,  25 Desember 2013
  


MENJELANG Natal, tepatnya pada Rabu (11/12), Paus Fransiskus terpilih sebagai Person of the Year 2013 versi majalah Time. Paus dinilai mampu memberikan dampak serius bagi dunia setelah dilantik sebagai paus pada Maret 2013. Fokus dipilihnya Paus bukan kebijakan teologis yang dilakukannya, tetapi terutama misi perubahan yang diambilnya untuk mereformasi gereja yang tengah digerogoti berbagai skandal, seperti skandal keuangan dan pedofilia. Paus dinilai mampu memberikan kabar gembira bagi dunia lewat langkah dan kebijakannya yang revolusioner. 

Mari kita jadikan Paus sebagai sumber inspirasi guna mengembalikan perayaan Natal ke makna sejatinya. Jujur saja di era konsumerisme dan hedonisme dewasa ini, perayaan Natal pun kerap terjebak dalam kedangkalan. Natal hanya menjadi ajang penghamburan uang sehingga esensinya sebagai perayaan solidaritas Allah dengan manusia terdegradasi. 

Money - teis 

Apalagi, menurut Daniel G. Groody, kita tengah berada dalam era masyarakat money-teis, pelesetan dari kata monoteis. Uang menjadi segala-galanya. Yang tak punya uang tak dianggap lagi sebagai orang. Tragisnya, hal ini juga terjadi dalam hidup menggereja atau beragama. Tuhan sudah disamakan dengan uang. Tuhan kaum money-teis adalah uang. Keuangan yang mahakuasa adalah slogan utama. Ada moneterisasi agama yang begitu mengusik nurani.

Malah yang lebih memprihatinkan, pejabat gereja yang seharusnya bisa bersikap kritis terhadap uang kadang juga seenaknya menerima sumbangan dari uang haram. Mungkin saja uangnya berasal dari pengusaha yang tega menggaji murah buruhnya. Atau uang dari mafia yang menggarong hutan untuk disulap jadi perkebunan sawit. Maka, muncul tuduhan bahwa cincin beberapa uskup di negeri ini, khususnya di Kalimantan, juga berbau sawit. Gedung gereja dibangun megah dan berbagai karya karitatif pun konon berasal dari uang haram. Padahal, uang haram yang dipakai institusi suci seperti gereja jelas sangat berbahaya.

Terkait dengan itu, dalam sebuah khotbah, Paus Fransiskus yang para leluhurnya dari Italia Selatan mengecam aksi kejahatan para mafia di Italia. Paus mengencam praktik pencucian uang para mafioso. Menurut Paus, mereka telah membawa "roti yang haram" ke dalam rumah mereka. Anak-anak mereka mungkin saja mendapatkan pendidikan yang bagus dan berada dalam lingkungan yang tampak bersih. Tapi, sesungguhnya, mereka memakan uang hasil rampokan dan tindak kejahatan (situs Catholic News Service, Nov 8, 2013).

Akibatnya, konon. hidup Paus Fransiskus kini berada dalam ancaman. Ndrangheta, organisasi mafia dari Italia Selatan, merasa gerah dengan langkah dan kebijakan Paus Fransiskus. Padahal, organisasi kejahatan ini kadang juga berkolusi dengan sebagian uskup atau pastor (Huffington Post, Nov 13, 2013).

Dalam keluarga mafia, seperti dalam film, kerap digambarkan mereka sebagai keluarga yang taat beragama. Rumahnya penuh ikon atau gambar santo-santa. Mereka juga terkadang berdoa bersama, mengundang pastor untuk membaptis anak-anak mereka atau memberkati rumah baru mereka. Mereka juga gemar membantu anak-anak yatim atau panti jompo. 

Konon, semua itu dilakukan untuk pemutihan atas segala kejahatan mereka. Mereka merasa segala dosa dan kejahatan mereka bisa diampuni Tuhan dengan tetap menjalankan kewajiban beragama. Padahal, Tuhan tidak bisa disogok. Paus menegaskan, orang tidak bisa menyembah Allah sekaligus memuja uang. Sebab, manusia tidak bisa menyembah dua sesembahan. 

Relevansi 

Ada yang menyebut negeri kita adalah negeri para "mafia" di berbagai bidang. Nyaris tidak ada yang steril dari aksi para mafia, yang hobi menggarong uang negara atau korupsi. Dari sektor kehutanan, pertambangan, impor daging sapi, kesehatan, hingga perbankan, bahkan pendidikan, banyak ditemukan jejak para koruptor. Sudah sepuluh profesor jadi koruptor, termasuk beberapa rektor perguruan tinggi. Meski KPK terus bekerja menangkapi, para koruptor juga kian cerdas (licik) dalam bersiasat. Sebagaimana para mafia Italia, para koruptor kita juga gemar memanfaatkan agama. Repotnya, ada tokoh agama yang bisa dikendalikan mereka.

Tema Natal bersama PGI dan KWI adalah "Datanglah ya Raja Damai". Jika kejahatan korupsi bisa dikalahkan, pasti akan tercipta perdamaian. Moga tema ini akan menjadi sumber inspirasi agar umat tidak menyerah melawan korupsi. 

Maka, para tokoh agama, termasuk tokoh gereja, harus kembali berfungsi menjadi suara hati bagi kebenaran. Suara profetis para pejabat agama diperlukan agar negeri ini tidak kalah dalam peperangan melawan koruptor. Dalam konteks inilah, perlu sinergi dari berbagai tokoh lintas agama.

Jika agama mampu menang melawan kejahatan, seperti kejahatan korupsi, jelas ini akan menjadi kabar gembira bagi seantero negeri. Uang yang biasanya dikorup akan bisa dimanfaatkan untuk membangun negeri. Misalnya, mengangkat derajat kaum miskin serta memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak. Bila terealisasi, ini adalah kado Natal yang jauh lebih berharga daripada kado Natal lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar