Beberapa bulan lagi Negara kita akan melaksanakan Pemilihan Umum
(Pemilu) yang rencananya akan diadakan dalam dua kali iven besar yaitu Pemilu
Legislatif pada tanggal 9 April 2014 untuk memilih para anggota legislatif
(DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR-RI, dan DPD) dan Pemilu
Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil
Presiden untuk periode 2014 sampai 2019.
Tentunya hal ini adalah momen
penting sebagai wadah media demokrasi yang digunakan untuk mewujudkan
partisipasi rakyat, karena pemilihan umum sudah menjadi bagian mekanisme
penyelenggaraan negara yang tak terpisahkan dari suatu negara yang
menganut paham demokrasi.
Dalam teori demokrasi menurut David
Beetam & Kevin Boyle disebutkan
bahwa ada 4 komponen atau pilar utama dari demokrasi yang sedang berjalan
di negara-negara yang menganut paham demokrasi, yaitu 1. Pemilihan Umum
yang bebas dan adil, 2. Pemerintahan yang terbuka dan bertanggungjawab, 3.
Pengakuan hak-hak politik dan hak-hak sipil, 4. Mayarakat yang demokratis
(madani).
Sebagai acuan regulasi untuk
melaksanakan pemilu yang demokratis di Indonesia, telah dikeluarkan
beberapa undang-undang yang berlaku saat ini antara lain UU Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan UU Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang disertai
aturan derivatifnya. Menurut undang-undang tersebut, pemilu di adakan
sekali dalam 5 tahun, dan orang yang berhak memilih adalah Warga Negara
Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau lebih atau sudah / pernah kawin mempunyai hak memilih.
Dalam batasan usia tersebut
tentunya menimbulkan adanya pemilih pemula untuk pemilu 2014 mendatang.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pemula artinya adalah orang yg mulai
atau mula-mula melakukan sesuatu. Maka pemilih pemula adalah orang yang
mula-mula melakukan pemilihan umum (pemilu). Atau pemilih yang punya
kesempatan secara hak sesuai ketentuan untuk memilih pertama kalinya.
Pemilu 2014 adalah peluang
bagi rakyat Indonesia untuk menentukan arah masa depan Indonesia.
Pemilihan umum akan dilaksanakan dimulai dengan pemilihan anggota
legislatif dan berujung pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
2014-2019.
Sayangnya menurut
Sosiolog Fritz E. Simandjuntak partisipasi masyarakat
dalam mengikuti pemilihan umum semakin turun. Pada tahun 1999
partisipasinya sebesar 92,7 persen; tahun 2004 sebesar 84,07 persen; dan
tahun 2009 sebesar 71 persen. Sementara untuk Pilkada tingkat partisipasi
antara 50-70 persen saja. Penyebab menurunnya partisipasi masyarakat dalam
pemilihan umum dan pilkada tentu bermacam-macam. Tapi yang paling utama
adalah tidak adanya perubahan yang relatif lebih baik bagi kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat cenderung menganggap pemilu dan pilkada sebuah acara
dari, oleh dan untuk keuntungan partai politik. Sedangkan sebagian
besar masyarakat pemilih bukan anggota partai politik.
Pemilih pemula adalah orang
yang saat pemungutan suara berlansung nanti berusia 17 sampai 22 tahun.
Sebagian besar mereka adalah para siswa SMA / SMK, dan mahasiswa.
Sesungguhnya mereka adalah pemilih potensial baik dari segi politik
praktis maupun dari segi politik kepentingan masa depan bangsa ke
depan.
Sebagai pemilih pemula
tentunya generasi muda tersebut perlu dibekali tentang arti pentingnya
pemilu buat mereka, kita, dan masa depan bangsa dan keluarga besar (negara)
yang bernama Indonesia ini. Mereka tentunya tidak mesti menerima “pesta
demokrasi” itu sebagai suatu kepasrahan, apatis, dan tidak peduli.
Apabila sikap apatis dan
sejenisnya dimiliki oleh generasi muda yang tergabung dalam pemilih
pemula, maka sistem politik dan “corak politik” masa depan akan dipengaruhi
secara signifikan, karena dari data yang dishare ke publik oleh berbagai
sumber, jumlahnya cukup besar.
Untuk pemilu 2014 yang akan
datang tercatat kira-kira 20% adalah pemilih pemula, (bahkan dalam sebuah
acara di UI Depok bersama Center for Election and Political
Party (Pusat Pemilu dan Partai Politik), Wakil Ketua DPR-RI Pramono
Anung menyebutkan angka yang lebih besar lagi yakni 30 %). Sedangkan jumlah
pemilih tetap adalah sebanyak 173-186 juta jiwa.
Artinya kira-kira sebanyak
34-37 juta jiwa adalah pemilih pemula. Jumlah ini sangat banyak bahkan
dapat memenangkan sebuah partai politik secara total pada partai yang yang
mampu menggaet mereka dari target pendulangan suara.
Sikap apatis terhadap pemilu
oleh sebagian besar masyarakat (termasuk pemilih pemula) berdasarkan
kesimpulan lembaga-lembaga penelitian dan survei akhir-akhir ini disebabkan
berbagai hal. Antara lain, karena masyarakat merasa tidak ada manfaat yang
nyata meski pemilu itu telah diadakan berkali-kali. Sikap-sikap parlemen
yang cenderung diberitakan sebagai lembaga yang belum berpihak pada
rakyat, terbongkarnya praktik-praktik kecurangan (fraud) dan sikap
koruptis di mana-mana, hal itu mempengaruhi sikap calon pemilih tahun
2014.
Partai politik yang mempunyai
tugas sebagai pencerahan terhadap masyarakat dengan fungsinya sebagai
motor pendidikan politik, komunikasi politik, agregasi kepentingan, dan
artikulasi kepentingan belum berjalan sebagaimana seharusnya.
Rekrutmen politik belum
berjalan normal, dimana masih banyak orang-orang yang “mendadak
politikus”, politikus yang loncat pagar setiap periode pemilu, atau trend
kalau kalah dalam ajang pencarian pengurus partai, mendirikan partai baru.
Karena rekrutmen anggota
partai yang tidak berjalan alamiah tersebut, maka banyak sekali pemilih
(termasuk pemula) tidak mengenal calon-calon yang akan dipilihnya nanti.
Ketidaktahuan itu kadang dimanfaatkan untuk memilih calon-calon yang mampu
melakukan pencitraan, bersosialisasi diri melalui gambar dan visualisasi
di jejaring sosial.
Padahal mereka belum tentu
mempunyai kapabilitas sebagai seorang politikus yang akan mengemban amanat
rakyat. Para caleg tersebut menampilkan pencitraan yang baik di kalangan
anak muda, karena dengan jumlah pemilih pemula yang banyak dapat membuat
mereka memenangkan pemilihan umum (pemilu).
Sedangkan di sisi lain pemilih
pemula belum mengenal betul siapa yang akan mereka pilih, hal ini
menyebabkan terpilihnya caleg-caleg yang kurang berkualitas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar