Sabtu, 14 Desember 2013

Dialog Mencerahkan Pemikiran

Dialog Mencerahkan Pemikiran
Ferry Santoso dan Ilham Khoiri  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  13 Desember 2013

  

BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme mendatangkan Syeikh Ali al-Halabi asal Jordania dan Syeikh Nageh Ebrahim dari Mesir ke Indonesia, pekan ini. Al-Halabi dikenal sebagai ulama yang punya otoritas fatwa di negaranya, sementara Nageh adalah mantan unsur pimpinan Jamaah Islamiyah Mesir yang telah bertobat.

Kedua tokoh itu diundang untuk berdialog dengan narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan LP Cipinang, Jakarta Timur. Lewat proses panjang dan terus-menerus, mungkin saja cara ini dapat mencairkan ideologi radikal menjadi lebih terbuka dan tercerahkan.

Bagaimana pandangan kedua tokoh itu tentang paham radikal dan terorisme serta pertemuan mereka dengan narapidana terorisme di Indonesia, berikut wawancara Kompas dengan Syeikh Ali al-Halabi dari Jordania dan Syeikh Nageh Ebrahim, di sela-sela makan malam di Jakarta, Rabu (11/12).

Syeikh Ali al-Halabi

Apa makna jihad?

Jihad itu punya tiga tingkatan, yaitu jihad menahan hawa nafsu, jihad mencari ilmu pengetahuan, dan jihad perang. Perang itu ada syarat-syaratnya. Mungkinkah orang tak melakukan jihad tingkat pertama dan kedua, lalu langsung melakukan jihad tingkat atas? Tidak mungkin. Itu sama dengan kita langsung naik lantai ketiga tanpa naik tangga-tangga sebelumnya. Jika tiba-tiba kita berjihad, itu sama saja membunuh orang demi melampiaskan hawa nafsu.

Bagaimana mencegah kelompok radikal agar tidak berkembang menjadi 
teroris?

Kita harus membenahi pemikiran mereka karena perbuatan datang dari pikiran. Pikiran harus diperbaiki. Kita juga mau aman. Kalau orang sudah menjadi teroris, kita tidak bisa secara langsung memperbaiki pikiran mereka. Oleh karena itu, butuh kerja sama dengan pemerintah. Intinya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Bagaimana kita menyosialisasikan
deradikalisasi secara terus-menerus.

Bagaimana tanggapan narapidana terorisme saat Anda bertemu?

Mereka termasuk responsif, melihat, dan memperhatikan. Mereka sangat mengikuti dan betul-betul memperhatikan apa yang disampaikan. Salah satu buktinya, mereka mau mendengarkan. Mudah-mudahan mereka berpikir. Yang menjadi persoalan, mereka salah menafsirkan ajaran.

Yakinkan Anda bisa mengubah keyakinan mereka?

Kita berharap kepada Allah. Kita tidak tahu kapan mereka akan kembali ke ajaran yang benar. Yang penting, kita perlu berdialog. Kalau tidak ada dialog, tidak akan ada perubahan. Kita tetap pada pendapat kita, sebagaimana mereka berkutat pada pendapatnya. Dalam dialog, kita melihat argumen mereka lemah dan mereka memerlukan pencerahan serta penjelasan dalam memahami dalil-dalil dengan tepat.

Bagaimana membendung paham radikal melalui internet?

Kita perlu membuat situs-situs yang dapat mementahkan paham radikal. Ketika ada perkembangan atau berita baru dari kalangan radikal, kita perlu beri tanggapan yang tepat sehingga pembaca bisa memahami secara benar, sementara paham radikal tidak mendapat dukungan. Ada situs yang melakukan perlawanan terhadap paham radikal selama 10 tahun.

Syeikh Nageh Ebrahim

Bagaimana Anda bisa berubah dari anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang radikal menjadi berpandangan moderat?

Saya pernah menjadi salah seorang pendiri dan unsur pimpinan JI di Mesir pada masa lalu. Setelah berbagai pengalaman dan perenungan, aksi-aksi kekerasan justru menghancurkan kegiatan dakwah Islam sebagaimana terjadi sejak 1940-an sampai sekarang. Ketika Ikhwanul Muslimin (IM) membunuh Perdana Menteri Mahmoud al-Nuqrashi Pasha, Pemerintah Mesir membalas dengan membunuh tokoh IM, Hassan al-Banna. Begitu pula ketika Presiden Anwar Sadat dibunuh, sekitar 20.000 anggota JI masuk penjara. Serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS) mendorong penjajahan negara Afganistan.

Saat muda, saya terlalu bersemangat dan spontan, tidak memikirkan dampak aksi-aksi kekerasan. Kini saya sadar, setiap aksi kekerasan justru merugikan. Saya pun menggiring banyak anggota JI agar meninggalkan pemikiran dan aksi radikal menuju perdamaian.

Apa kesan Anda saat bertemu tokoh-tokoh JI di Indonesia?

Kami memiliki beberapa titik temu dan perbedaan. Kami sepakat, nenek moyang di Indonesia menjadi Muslim lewat jalan dakwah damai, sebagaimana halnya sahabat Nabi Muhammad juga menerima Islam secara damai. Namun, ada beberapa pandangan mereka yang keliru tentang jihad. Mereka menafsirkan jihad sebagai membunuh warga sipil dari Barat, aparat negara, polisi, bahkan warga sipil di luar kelompoknya. Padahal, jihad memiliki syarat, aturan, dan penghalang. Jika dilakukan di waktu, tempat, dan cara yang tidak tepat, jihad itu salah. Islam mengharamkan pembunuhan perempuan, anak-anak, orang tua renta, dan warga sipil. Penggunaan senjata harus punya etika.

Indonesia bukanlah negara perang, melainkan wilayah dakwah. Orang-orang Barat, seperti dari Australia dan AS, bukanlah sasaran jihad. Mereka datang ke sini untuk berjalan-jalan dengan paspor dan visa yang memberikan jaminan keamanan. Sekalipun kita tak setuju dengan kebijakan suatu negara, warga sipil tak bertanggung jawab atas kebijakan politik pemerintahnya. Apalagi, sebagian dari mereka juga Muslim.

Masih relevankah mimpi negara Islam?

Indonesia adalah negara Islami. Mayoritas penduduk di sini Muslim, kita mendengarkan azan, negara tidak menghalangi seluruh Muslim untuk shalat dan beribadah. Hukum potong tangan memang tak diberlakukan, tapi itu hanya bagian kecil dari hukum Islam. Apalagi, Pemerintah Indonesia juga melarang pencurian dan menerapkan hukuman tertentu.

Ada orang-orang yang melakukan kemaksiatan, tapi itu tanggung jawab pribadi. Negara tidak memaksa warga untuk menjadi kafir atau menenggak minuman keras. Negara bahkan mendorong Muslim untuk mengamalkan ajaran Islam dan melarang banyak perbuatan haram.

Kelompok teroris kerap menuding orang lain sebagai thoghut dan berusaha memeranginya. Pendapat Anda?

Thoghut itu berarti ’setan’. Seorang Muslim dipastikan bukan thogut. Nabi tak pernah mengatakan orang lain atau orang kafir sebagai thoghut meski maksiat atau belum masuk Islam. Maksiat itu mengurangi, bukan menghilangkan sepenuhnya keimanan dalam hati kepada Allah dan Rasul.

Pantaskah kita bilang kepada warga sipil AS bahwa Anda thoghut, lantas memukulinya? Ini justru memperburuk Islam. Al Quran memerintahkan kita untuk berkata baik, baik kepada Muslim maupun kelompok-kelompok lain. Islam membawa ajaran akhlak terbaik untuk umat manusia sebagai rahmat bagi semesta.

Harapan untuk Muslimin di Indonesia?

Kembangkan dakwah Islam dengan cara damai dan hati bersih. Negara ini akan langgeng jika Islam disebarkan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan kekerasan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar