Rabu, 18 Desember 2013

Orang Miskin Dilarang Jadi Calon Wakil Rakyat

Orang Miskin Dilarang Jadi Calon Wakil Rakyat
Ardi Winangun  ;    Penggiat Komunitas Penulis Lapak Isu
OKEZONENEWS,  17 Desember 2013
  


Seorang politisi sebuah partai politik meluncurkan sebuah buku karyanya. Dalam buku itu diungkapkan bahwa untuk menjadi wakil rakyat di DPR diperlukan biaya dari Rp300 juta hingga Rp1 miliar, Rp6 miliar, bahkan hingga Rp22 miliar. Dilihat dari biaya yang dikeluarkan itu bisa disimpulkan bahwa menjadi anggota DPR tak murah. Dan dari melihat biaya yang harus disediakan bisa disimpulkan orang miskin jangan menjadi wakil rakyat. Ini bukan diskriminatif namun mana bisa orang miskin menyediakan dana hingga Rp1 miliar? Yang bisa menjadi wakil rakyat ya kalau tidak pengusaha besar, ya mereka yang minimal bisa menyediakan uang Rp1 miliar.

Dari buku itu juga diungkap bahwa calon wakil rakyat bisa berbiaya murah bila ia sudah popular namun untuk membangun popularitas itu tidak gampang, diperlukan waktu puluhan tahun. Bila popularitasnya ingin cepat naik maka calon wakil rakyat harus melakukan pencitraan namun untuk membangun citra tentunya juga tidak gratis tetap membutuhkan biaya. Jadi semua gerak-gerik untuk menjadi wakil rakyat tetap membutuhkan duit. 

Ketika biaya tinggi diperlukan maka semua calon wakil rakyat akan menggunakan cara untuk bisa membiayai misinya. Mulai dari menjual tanah, utang di bank, bahkan ada yang perilakunya aneh-aneh. Menjelang Pemilu 2009 disebut ada calon wakil rakyat yang rela menjual istrinya untuk kepentingan kampanyenya. Itu salah satu contoh pada tahun itu. Menjelang Pemilu 2014, ada pula seorang calon wakil rakyat merampok bank dan uang itu direncanakan untuk membiayai kampanyenya. Tergila-gilanya orang menjadi wakil rakyat sampai-sampai banyak orang kehilangan akal sehat dan berpikiran pendek. Penulis pikir dalam beberapa hari ini akan terjadi hal-hal yang aneh terkait perilaku calon wakil rakyat.

Besarnya biaya tersebut bagi calon wakil rakyat akan bisa terlunasi atau balik modal bila dirinya terpilih, meskipun secara itung-itungan tak semua modalnya bisa balik penuh apalagi untung. Tentunya gaji yang diperoleh itu akan diputar lagi untuk kampanye wakil rakyat periode yang akan datang.

Seiring perjalanan hari, biaya hidup dan kebutuhan untuk pemilu yang akan datang melonjak. Bila hanya mengandalkan gaji yang diterima, amunisi untuk pemilu yang akan datang pastinya kurang. Untuk mensiasati yang demikian maka banyak anggota DPR melakukan tindakan melanggar hukum yakni korupsi. Korupsi yang dilakukan seperti menjadi makelar anggaran, makelar kasus, menyalahgunakan anggaran, dan minta THR kepada mitra kerja komisi. 

Semua wakil rakyat akan berlomba-lomba menggunakan cara agar uang yang dikeluarkan saat kampanye bisa balik modal dan bisa mengumpulkan dana ekstra untuk kepentingan pemilu yang akan datang. Masalahnya bila mereka kejeblos atau kasusnya terungkap, mereka tak hanya ditangkap oleh KPK namun harkat dan martabatnya jatuh dan keinginan menjadi orang yang terhormat akan musnah. Dan hal yang demikian banyak yang dialami oleh anggota DPR. Satu persatu mereka mulai dicokok oleh KPK.

Orang yang terpilih menjadi wakil rakyat mungkin masih mending daripada yang tidak. Orang yang tidak terpilih pastinya akan lebih jauh menderita sebab uang yang hilang tak mungkin bisa kembali lagi, darimana bisa membalikan modal bila tidak ada sumber yang bisa memberinya uang. Dengan demikian mereka bisa jatuh miskin, tanah dan atau rumah yang digadaikan kemungkinan akan disita oleh bank sebab mereka tidak bisa menebus kembali. Dalam kondisi yang demikian maka akan banyak calon wakil rakyat yang mengalami gangguan jiwa.

Mengapa biaya politik demikian besarnya? Pastinya biaya itu digunakan untuk melakukan sosialisasi diri baik lewat pertemuan massa; memasang baliho, spanduk, sticker, kaos, bendera, memasang iklan di televisi, koran, dan radio; mengaji tim sukses; konsumsi, dan lain sebagainya.

Bila biaya itu dikeluarkan hanya untuk kepentingan di atas maka biaya itu tidak terlalu tinggi. Membuat biaya membumbung tinggi sebab banyak calon wakil rakyat menganggarkan pembiayaan untuk money politic. Dan di lapangan banyak bahkan bisa dibilang semua calon wakil rakyat melakukan yang demikian. Money politic itu dikeluarkan tidak hanya saat menjelang fajar, bahkan saat malam sebelum pemilihan sudah ada yang menyebar, namun juga untuk dalih membantu pembiayaan pembangunan masjid, jalan, irigasi. Tak hanya itu, calon wakil rakyat juga sudah mempersiapkan money politic untuk menyuap oknum-oknum penyelenggara pemilu dan aparat hukum untuk menjaga atau melipatgandakan suara yang diperolehnya. Hal demikian bukan omong kosong sebab biasanya selepas pemilu ada gugatan soal suara di MK.

Proses tidak sehatnya proses pemilu di Indonesia bukan hanya disebabkan satu orang yakni calon wakil rakyat yang menyuap pemilih dan oknum pelaksana pemilu namun juga diakibatkan mental rakyat dan oknum pelaksana pemilu yang mau disuap. Rakyat sekarang memilih orang bukan berdasarkan program atau idealismenya namun sejauh mana orang itu mampu memberi ‘kesejahteraan’ kepada mereka. Sikap matre kepada calon wakil rakyat terutama calon wakil rakyat DPR ini sekarang sudah demikian vulgarnya, mereka bahkan meminta-minta dengan mengajukan proposal alasan kemiskinan, biaya sekolah, dan mendirikan tempat usaha.

Jadi proses mahalnya biaya politik bukan disebabkan oleh satu pihak namun oleh banyak pihak, ya dari calon, pemilihan, dan oknum penyelenggara pemilu dan aparat hukumnya. Jadi demokrasi yang tidak sehat ini dibangun secara gotong royong.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar